Revisi UU Pemilu Batal, Burhanuddin Soroti Legitimasti Plt Kepala Daerah

Sabtu, 13 Maret 2021 - 13:43 WIB
UU 10 Tahun 2016 tentang Pilkada yang sudah diputuskan bersama kini menjadi isu krusial setelah DPR dan Pemerintah sepakat untuk mengeluarkan Revisi UU Pemilu dari Prolegnas 2021. FOTO/DOK.SINDOnews
JAKARTA - Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia, Burhanuddin Muhtadi menyatakan, UU Nomor 10 tahun 2016 tentang Pilkada yang sudah diputuskan bersama kini menjadi isu krusial setelah DPR dan Pemerintah sepakat untuk mengeluarkan Revisi UU Pemilu dari Prolegnas 2021.

Hal itu dikatakan Burhanuddin dalam Polemik MNC Trijaya bertajuk 'Implikasi Batalnya Revisi UU Pemilu' secara virtual, Sabtu (13/2/2021). Menurutnya, hal ini juga layak diajukan kepada DPR dan pemerintah mengapa pada pembahasan UU tersebut tidak muncul pertanyaan-pertanyaan yang sekarang diramaikan oleh publik.

Menurut Burhan, sapaan akrabnya, perdebatan yang muncul pada saat itu, lebih banyak terkait dengan hubungan soal presidential threshold dan parlementary theshold. Sehingga, sekarang patut dipertanyakan soal kualitas legislasi karena tidak melibatkan hal-hal yang kemudian ternyata menimbulkan persoalan atau pertanyaan yang sekarang muncul.

Baca juga: Permasalahan Akan Muncul dengan Keluarnya Revisi UU Pemilu dari Prolegnas





"Jadi pertanyaan saya, terkait dengan desain keserentakan 2024 itu bukan masalah teknis. Jadi teksnis misalnya apakah mungkin kita melakukan pemilu dalam waktu setahun ada sekian pemilu yang dilaksanakan, mulai dari pileg pilpres kemudian kalau tidak masuk 50% pilres bisa masuk putaran kedua, kemudian pikada serentak di waktu sama di bulan november 2024. Itu argumen teknis kita bisa diskusi," katanya.

"Makanya mereka yang menjadi ptugas KPPS misalnya syaratnya di bawah 45 tahun formulirnya bisa dikurangi, itu semua argumen teknis," imbuh Analis Politik asal UIN Jakarta itu.

Lebih lanjut Burhan mengatakan, pertanyaan yang paling mendasar adalah soal pelaksanaan Pilkada yang harus di bawah 2024 dalam pemilu desain pemilu serentak. Burhan kemudian menyampaikan tiga argumen yang harus dijawab oleh pemangku kepentingan. Pertama, soal legitimasi penjabat (Plt) kepala daerah. Sebab, jika Pilkada harus dilaksanakan pada 2024, maka sesuai UU Penjabat Gubernur akan ditunjuk oleh presiden, dan penjabat wali kota dan bupati ditunjuk oleh Mendagri.

Baca juga: RUU Pemilu Dicabut dari Prolegnas 2021, Bakal Lahir Perppu?
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
Halaman :