Nakes Mandikan Jenazah Jadi Tersangka, ICJR: Sulit Penuhi Unsur Penodaan Agama

Rabu, 24 Februari 2021 - 10:39 WIB
ICJR menyoroti kasus empat orang laki-laki yang merupakan petugas forensik atau petugas tenaga kesehatan (nakes) RSUD Djasamen Saragih sebagai tersangka karena memandikan jenazah wanita. Foto/Ilustrasi/SINDOnews
JAKARTA - Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) menyoroti informasi pemberitaan mengenai adanya empat orang laki-laki yang merupakan petugas forensik atau petugas tenaga kesehatan (nakes) RSUD Djasamen Saragih Kota Pematangsiantar, Sumatera Utara ditetapkan sebagai tersangka karena memandikan jenazah wanita.

"Kempatnya disangka dengan Pasal 156a huruf a jo Pasal 55 ayat 1 KUHP tentang Penodaan Agama," tutur Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Erasmus AT Napitupulu dalam siaran persnya, Rabu (24/2/2021).

Dia menuturkan, ditemukan informasi bahwa RSUD dr Djasamen Saragih merupakan rumah sakit rujukan Covid-19. Sementara pasien yang dirujuk merupakan suspect Covid-19 yang meninggal dunia pada Minggu 20 September 2020 sehingga dilakukan protokol Covid-19 dalam penyiapan jenazah.

Dalam kasus ini, kata Erasmus, ICJR memahami keresahan keluarga jenazah, namun dalam kasus seperti ini, perlu diperhatikan rambu-rambu hukum pidana untuk menghindari kesewenang-wenangan penegakan hukum dan kesalahan penerapan hukum oleh aparat.



Menurutn dia, kasus tersebut sulit dikatakan memenuhi unsur penodaan agama. Merujuk pada Pasal 156a KUHP, terdapat dua unsur yang sangat penting dan sering tidak diperhatikan dengan hati-hati dan tidak diimplementasikan dengan baik dalam kasus-kasus penodaan agama, yaitu pertama, unsur “kesengajaan dengan maksud” melakukan penodaan agama di muka umum. Kedua, bentuk perbuatan “yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama”.

Dia melanjutkan, penyidik dan jaksa harus sangat berhati-hati dalam menilai apakah perbuatan para tersangka disengaja dengan maksud di muka umum melakukan penodaan agama. Kelalaian karena tidak mematuhi protokol, SOP, atau urutan prosedur lainnya tidak dapat dikategorikan sebagai kesengajaan dengan maksud, terlebih para tersangka menjalankan tugas sebagai tenaga kesehatan yang khusus menangani jenazah suspect Covid-19 dengan telah dilengkapi surat keputusan pengangkatan mereka.

Selain itu, kata Erasmus, dalam delik penodaan agama, harus merupakan sebuah perbuatan “yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama”. Perbuatan itu harus perbuatan yang sifatnya menodai suatu agama atau ajaran agama, maka dia harus langsung menyasar agama tersebut, sedangkan perbuatan yang menyasar orang per orang yang kebetulan menyalahi ajaran suatu agama, tidak dapat langsung disimpulkan menodai agama.

"Sebab apabila menggunakan logika yang demikian, maka semua kejahatan tentu menyalahi ajaran agama, dalam kondisi ini maka semua delik pidana adalah penodaan agama dan tidak lagi dibutuhkan KUHP. Maka, suatu perbuatan yang melanggar norma agama belum tentu melanggar norma hukum, dalam kasus ini, yaitu perbuatan pidana penodaan agama," tuturnya.Baca Juga: Dahnil Anzar Sebut Ada Kebencian Politik di balik Ejekan ke Anies, Ganjar dan RK

Erasmus mengaku pihaknya juga mengkritik jaksa penuntut umum yang telah menerima pelimpahan kasus ini. Jaksa yang harusnya berperan sebagai dominus litis dalam memastikan apakah suatu kasus perlu atau tidak untuk diteruskan, terlihat tidak dapat mengambil peran itu, terlebih dalam kondisi pandemi Covid-19, kasus seperti ini akan sangat berbahaya karena menyasar para tenaga kesehatan dan petugas di garda depan lainnya yang sedang menjalankan tugasnya melakukan penanganan Covid19.
Halaman :
Lihat Juga :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More