Terlibat Kasus Djoko Tjandra, Napoleon: Kasus Ini Rendahkan Martabat Keluarga
Senin, 22 Februari 2021 - 16:16 WIB
JAKARTA - Irjen Pol Napoleon Bonaparte, terdakwa kasus dugaan suap penghapusan red notice Djoko Soegiarto Tjandra menyebut perkara yang menimpanya telah merendahkan martabat keluarganya.
"Bagi saya Yang Mulia permasalahan ini sangat merendahkan martabat keluarga persis seperti yang diucapkan oleh saudara-saudara saya orang Bugis yang mengatakan mate na siri, mate na siri," tegas Napoleon dalam persidangan pembacaan nota pembelaan, di Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta Pusat, Senin (22/2/2021).
Napoleon juga menegaskan dirinya telah mengabdi untuk institusi Polri selama hampir 32 tahun. Dirinya sebisa mungkin menjadi tauladan bagi keluarga dan rekannya. "32 tahun pengabdian kepada negara sudah saya jalani tanpa cacat sedikitpun saya selalu berupaya menjadi tauladan bagi keluarga dan rekan-rekan saya sesama polisi untuk hidup bersahaja dan tidak bermewah-mewahan karena kita memang saya tidak punya dan tidak layak untuk melakukannya. Belum tentu yang menggerakan semua ini adalah orang-orang yang lebih baik daripada saya sebagai polisi," tambahnya.
Diberitakan sebelumnya, Mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional (Kadiv Hubinter) Polri, Irjen Napoleon Bonaparte dituntut tiga tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU). Selain itu, jaksa juga menuntut Irjen Napoleon untuk membayar denda sebesar Rp100 juta subsidair 6 bulan kurungan.
JPU Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan (Kejari Jaksel) meyakini, Irjen Napoleon terbukti secara sah bersalah karena menerima suap dari terpidana Joko Soegiarto Tjandra (Djoko Tjandra) melalui rekannya, Tommy Sumardi. Uang itu, berkaitan dengan upaya penghapusan nama Djoko Tjandra dari Daftar Pencarian Orang (DPO).
"Menuntut, agar Majelis Hakim menghukum terdakwa dengan pidana penjara selama tiga tahun dikurangi selama terdakwa berada di tahanan dan denda Rp100 juta subsidair 6 bulan kurungan," ujar Jaksa Junaidi saat membacakan surat tuntutan Irjen Napoleon Bonaparte di ruang sidang Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (15/2/2021).
Dalam melayangkan tuntutannya, Jaksa mempertimbangkan hal yang memberatkan dan meringankan. Adapun, hal yang memberatkan tuntutan, Jaksa menilai perbuatan terdakwa tidak mendukung pemerintah dalam rangka penyelenggaraan yang bersih.Kemudian, perbuatan terdakwa merusak kepercayaan masyarakat terhadap institusi penegak hukum. "Hal yang meringankan terdakwa bersikap sopan di persidangan, dan belum pernah dihukum," imbuh Jaksa Junaidi. Raka Dwi Novianto
"Bagi saya Yang Mulia permasalahan ini sangat merendahkan martabat keluarga persis seperti yang diucapkan oleh saudara-saudara saya orang Bugis yang mengatakan mate na siri, mate na siri," tegas Napoleon dalam persidangan pembacaan nota pembelaan, di Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta Pusat, Senin (22/2/2021).
Napoleon juga menegaskan dirinya telah mengabdi untuk institusi Polri selama hampir 32 tahun. Dirinya sebisa mungkin menjadi tauladan bagi keluarga dan rekannya. "32 tahun pengabdian kepada negara sudah saya jalani tanpa cacat sedikitpun saya selalu berupaya menjadi tauladan bagi keluarga dan rekan-rekan saya sesama polisi untuk hidup bersahaja dan tidak bermewah-mewahan karena kita memang saya tidak punya dan tidak layak untuk melakukannya. Belum tentu yang menggerakan semua ini adalah orang-orang yang lebih baik daripada saya sebagai polisi," tambahnya.
Diberitakan sebelumnya, Mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional (Kadiv Hubinter) Polri, Irjen Napoleon Bonaparte dituntut tiga tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU). Selain itu, jaksa juga menuntut Irjen Napoleon untuk membayar denda sebesar Rp100 juta subsidair 6 bulan kurungan.
JPU Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan (Kejari Jaksel) meyakini, Irjen Napoleon terbukti secara sah bersalah karena menerima suap dari terpidana Joko Soegiarto Tjandra (Djoko Tjandra) melalui rekannya, Tommy Sumardi. Uang itu, berkaitan dengan upaya penghapusan nama Djoko Tjandra dari Daftar Pencarian Orang (DPO).
"Menuntut, agar Majelis Hakim menghukum terdakwa dengan pidana penjara selama tiga tahun dikurangi selama terdakwa berada di tahanan dan denda Rp100 juta subsidair 6 bulan kurungan," ujar Jaksa Junaidi saat membacakan surat tuntutan Irjen Napoleon Bonaparte di ruang sidang Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (15/2/2021).
Dalam melayangkan tuntutannya, Jaksa mempertimbangkan hal yang memberatkan dan meringankan. Adapun, hal yang memberatkan tuntutan, Jaksa menilai perbuatan terdakwa tidak mendukung pemerintah dalam rangka penyelenggaraan yang bersih.Kemudian, perbuatan terdakwa merusak kepercayaan masyarakat terhadap institusi penegak hukum. "Hal yang meringankan terdakwa bersikap sopan di persidangan, dan belum pernah dihukum," imbuh Jaksa Junaidi. Raka Dwi Novianto
(cip)
tulis komentar anda