Imlek dan Upaya Membangun Harmoni Melawan Pandemi

Sabtu, 13 Februari 2021 - 07:00 WIB
Rio Christiawan (Foto: Istimewa)
Rio Christiawan

Dosen Hukum Universitas Prasetiya Mulya

IMLEK 2021 jatuh pada Jumat, 12 Februari. Meskipun esensi Imlek itu sendiri tidak pernah berbeda, nuansa Imlek tahun ini berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Imlek tahun sebelumnya identik dengan perayaan di ruang publik, misalnya pertunjukan khas barongsai hingga berkumpulnya sanak saudara untuk merayakan tahun baru ini.

Sejak pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Imlek tidak lagi dirayakan secara terbatas, melainkan secara luas. Setiap Tahun Baru Imlek seluruh masyarakat selalu merefleksikan harmoni kebersamaan masyarakat Tionghoa di Tanah Air yang telah menjadi bagian sepenuhnya dari masyarakat Indonesia. Seiring berjalannya waktu, Imlek telah dimaknai selain sebagai hari raya juga sebagai festival yang bersifat kebangsaan.



Secara kontekstual pemaknaan "harmoni" pada perayaan Imlek tahun ini mengalami perluasan dibanding tahun-tahun sebelumnya. Pada perayaan Imlek sebelumnya pengertian harmoni dimaknai sebagai bentuk penerimaan satu sama lain. Pemaknaan tersebut mengacu pada harmoni yang dibangun sejak zaman kolonialisme Belanda, khususnya terminologi itu dipergunakan untuk menunjukkan diterimanya para kapitan Tionghoa di Indonesia oleh masyarakat setempat.

Myra (1996) menjelaskan bahwa makna kata harmoni sebelumnya merujuk pada teori resepsi (penerimaan) masyarakat Tionghoa di Indonesia beserta segala budaya dan tradisinya sebagai bagian dari kehidupan masyarakat Indonesia dan sebagai bagian dari budaya yang dimiliki bangsa Indonesia. Pemaknaan harmoni tersebut merujuk pada terbentuknya fakta historis bahwa masyarakat Tionghoa turut menjadi bagian dari perjuangan kemerdekaan hingga masa sekarang ini.

Kata harmoni dalam berbagai literatur sejarah merujuk pada upaya pemerintah kolonial yang telah memisahkan masyarakat Tionghoa dengan masyarakat Indonesia, yang kala itu disebut sebagai masyarakat inlander (pribumi). Hal ini terlihat dari penggolongan penduduk oleh pemerintah kolonial yang membedakan perlakuan pada masing-masing golongan.

Seiring berjalannya waktu, masyarakat Tionghoa telah hidup menyatu dengan masyarakat Indonesia dan menyebar di seluruh daerah di Tana Air. Demikian juga pemerintah telah menerbitkan aturan yang melarang penggunaan istilah pribumi dan nonpribumi.

Perluasan Makna
Halaman :
Lihat Juga :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More