SOS Stunting

Senin, 08 Februari 2021 - 06:11 WIB
Angka stunting yang masih tinggi memerlukan penanganan komprehensif. FOTO/WIN CAHYONO
JAKARTA - Pembangunan sektor kesehatan di Tanah Air, khususnya kesehatan ibu dan anak (KIA) , belum menunjukkan perkembangan berarti. Indikatornya bisa dilihat dari masih tingginya angka stunting di Indonesia. Padahal KIA menjadi bagian penting Sustainable Development Goals (SDGs) ketiga.

Kondisi tersebut disampaikan Badan Kependudukan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mengutip hasil survei status gizi balita Indonesia tahun 2019 yang menemukan angka stunting sebesar 27,6%. Dengan demikian dari 10 balita, mendekati 3 di antaranya mengalami stunting.

Kondisi ini tentu membutuhkan pembenahan serius dari pemerintah karena akan berpengaruh terhadap kualitas masa depan generasi muda. Pembenahan dimaksud terutama dengan melakukan perbaikan gizi, khususnya pada 1.000 hari kehidupan pertama mulai dari janin hingga balita atau baduta.





Presiden Joko Widodo telah menargetkan pada tahun 2024 angka stunting harus turun 14%. “Oleh karena itu butuh usaha yang keras, terlebih kepada target yang ditetapkan oleh Bapak Presiden, 14% di tahun 2024,” ujar Kepala BKKBN Hasto Wardoyo pada Webinar “Implikasi Hasil Sensus Penduduk 2020 terhadap Kebijakan Pembangunan Kependudukan” pekan lalu.

Untuk diketahui, stunting adalah kondisi anak gagal tumbuh baik fisik maupun otak yang ditandai dengan tinggi badan lebih pendek daripada standar anak seusianya. Stunting terjadi karena anak mengalami malanutrisi kronis sejak dalam kandungan, setelah lahir, atau menderita penyakit infeksi berulang.

Pada masa pandemi korona (Covid-19) ini ancaman stunting makin besar seiring terjadinya pandemi. Hal itu dipicu oleh berkurangnya asupan gizi ibu hamil dan balita karena kondisi ekonomi keluarga yang menurun. Pandemi membuat akses terhadap pangan berkualitas terhambat akibat banyak orang kehilangan sumber pendapatan.



Lonjakan stunting juga berpotensi dipicu oleh berubahnya perilaku ibu hamil dan ibu dengan balita selama pandemi. Sebagian besar dari mereka tidak lagi memeriksakan kondisi kesehatan ke posyandu atau puskesmas. Sebuah penelitian tentang kesehatan ibu dan anak (KIA) menunjukkan, hanya 20% ibu hamil dan 36,2% ibu dengan balita di Indonesia yang berkunjung ke posyandu selama masa pandemi.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More