Kasus Suap Edhy Prabowo, Penyidik KPK Panggil Tiga Orang Saksi
Kamis, 28 Januari 2021 - 12:29 WIB
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil tiga orang dalam penyidikan kasus dugaan suap terkait perizinan ekspor benih lobster atau benur.
Tiga orang itu, yakni seorang pensiunan bernama Makmun Saleh, karyawan swasta Yanni Kainama, dan wiraswastawan Virza Irfa Islami.
Ketiganya akan diperiksa guna melengkapi berkas perkara mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo. "Diperiksa sebagai saksi untuk tersangka EP," kata Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri, Kamis (28/1/2021).Baca juga: Ditahan KPK 2 bulan, Edhy Prabowo Keluhkan Dirinya Tak Bisa Ketemu Keluarga
Dalam kasius ini KPK telah menetapkan mantan Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Edhy Prabowo sebagai tersangka penerima suap.
Selain Edhy, KPK juga menetapkan enam tersangka lainnya, yakni Staf Khusus Menteri KKP Safri, Staf Khusus Menteri KKP Andreau Pribadi Misata (APM), pengurus PT ACK Siswadi (SWD), staf istri Edhy bernama Ainul Faqih (AF) dan Amiril Mukminin (AM).Baca juga: KPK Dalami Asal Uang yang Disita dari Rumah Dinas Edhy Prabowo
Sementara satu tersangka pemberi suap, yakni Direktur PT DPP, Suharjito (SJT).
Edhy bersama Safri, Andreau Pribadi Misanta, Siswadi, Ainul Faqih, dan Amril Mukminin diduga menerima suap sebesar Rp10,2 miliar dan USD 100 ribu dari Suharjito. Suap tersebut diberikan agar Edhy memberikan izin kepada PT Dua Putra Perkasa Pratama untuk menerima izin sebagai eksportir benur.
Perusahaan Suharjito telah 10 kali mengirim benih lobster dengan menggunakan jasa PT Aero Citra Kargo (PT ACK). Untuk melakukan ekspor benih lobster hanya dapat melalui forwarder PT Aero Citra Kargo dengan biaya angkut Rp1.800/ekor.
Diduga upaya suap itu dimulai dengan Surat Keputusan Nomor 53/KEP MEN-KP/2020 tentang Tim Uji Tuntas (Due Diligence) Perizinan Usaha Perikanan Budidaya Lobster yang diterbitkan Edhy pada 14 Mei 2020.
Sebagian uang suap tersebut digunakan oleh Edhy dan istrinya Iis Rosyati Dewi untuk belanja barang mewah di Honolulu, Hawaii, Amerika Serikat pada 21-23 November 2020. Sekitar Rp750 juta digunakan untuk membeli jam tangan Rolex, tas Tumi dan Louis Vuitton serta baju Old Navy.
Para tersangka disangka melanggar Pasal 12 Ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor junto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP junto Pasal 64 Ayat 1 KUHP.
Sedangkan sebagai pemberi suap, SJT disangkakan melanggar Pasal 5 Ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor junto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP junto Pasal 64 Ayat 1 KUHP.
Tiga orang itu, yakni seorang pensiunan bernama Makmun Saleh, karyawan swasta Yanni Kainama, dan wiraswastawan Virza Irfa Islami.
Ketiganya akan diperiksa guna melengkapi berkas perkara mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo. "Diperiksa sebagai saksi untuk tersangka EP," kata Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri, Kamis (28/1/2021).Baca juga: Ditahan KPK 2 bulan, Edhy Prabowo Keluhkan Dirinya Tak Bisa Ketemu Keluarga
Dalam kasius ini KPK telah menetapkan mantan Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Edhy Prabowo sebagai tersangka penerima suap.
Selain Edhy, KPK juga menetapkan enam tersangka lainnya, yakni Staf Khusus Menteri KKP Safri, Staf Khusus Menteri KKP Andreau Pribadi Misata (APM), pengurus PT ACK Siswadi (SWD), staf istri Edhy bernama Ainul Faqih (AF) dan Amiril Mukminin (AM).Baca juga: KPK Dalami Asal Uang yang Disita dari Rumah Dinas Edhy Prabowo
Sementara satu tersangka pemberi suap, yakni Direktur PT DPP, Suharjito (SJT).
Edhy bersama Safri, Andreau Pribadi Misanta, Siswadi, Ainul Faqih, dan Amril Mukminin diduga menerima suap sebesar Rp10,2 miliar dan USD 100 ribu dari Suharjito. Suap tersebut diberikan agar Edhy memberikan izin kepada PT Dua Putra Perkasa Pratama untuk menerima izin sebagai eksportir benur.
Perusahaan Suharjito telah 10 kali mengirim benih lobster dengan menggunakan jasa PT Aero Citra Kargo (PT ACK). Untuk melakukan ekspor benih lobster hanya dapat melalui forwarder PT Aero Citra Kargo dengan biaya angkut Rp1.800/ekor.
Diduga upaya suap itu dimulai dengan Surat Keputusan Nomor 53/KEP MEN-KP/2020 tentang Tim Uji Tuntas (Due Diligence) Perizinan Usaha Perikanan Budidaya Lobster yang diterbitkan Edhy pada 14 Mei 2020.
Sebagian uang suap tersebut digunakan oleh Edhy dan istrinya Iis Rosyati Dewi untuk belanja barang mewah di Honolulu, Hawaii, Amerika Serikat pada 21-23 November 2020. Sekitar Rp750 juta digunakan untuk membeli jam tangan Rolex, tas Tumi dan Louis Vuitton serta baju Old Navy.
Para tersangka disangka melanggar Pasal 12 Ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor junto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP junto Pasal 64 Ayat 1 KUHP.
Sedangkan sebagai pemberi suap, SJT disangkakan melanggar Pasal 5 Ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor junto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP junto Pasal 64 Ayat 1 KUHP.
(dam)
tulis komentar anda