Juliari Batubara Diduga Bungkam Soal Suap Bansos Covid-19, KPK Lakukan Ini
Kamis, 21 Januari 2021 - 10:09 WIB
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK ) terus mengusut kasus dugaan suap pengadaan bantuan sosial (bansos) Covid-19 untuk wilayah Jabodetabek, meski mantan Menteri Sosial (Mensos) Juliari P. Batubara dan tersangka lainnya diduga bungkam mengenai kasus tersebut.
Hal itu, terbukti dengan jarangnya tim penyidik KPK memeriksa mantan Wakil Bendahara PDIP tersebut. Meski begitu KPK tetap mencari informasi dan barang bukti lain tanpa bergantung pada keterangan para tersangka.
"Sekarang kalau ada seseorang yang mempunyai informasi, tapi dia tidak mampu membuka sama sekali, kan kita cari. Biar saja mereka enggak mau mengaku, tapi kita cari pendukung yang ke arah sana, gitu loh," ujar Deputi Penindakan KPK Karyoto kepada wartawan, Jakarta, Kamis (21/1/2021).
Maka dari itu, Karyoto menegaskan bahwa pihaknya tidak akan bergantung pada pemeriksaan Juliari saja terkait kasus suap bansos Covid-19 itu. Menurut Karyoto, mencari sebuah informasi bisa dilakukan dengan memeriksa pihak lain yang mengetahui suatu kontruksi perkara. "Sehingga kesannya kalau berita acara ditutup tanpa hasil ya percuma saja. Kalau seminggu sekali bolak-balik (diperiksa), kalau hasilnya begitu saja," kata Karyoto.
Diketahui, KPK telah menetapkan mantan Menteri Sosial (Mensos) Juliari P Batubara (JPB) sebagai tersangka dugaan suap terkait pengadaan barang dan jasa berupa bantuan sosial (bansos) dalam penanganan pandemi Covid-19.
Selain Juliari Batubara, KPK juga menetapkan empat tersangka lainnya. Empat tersangka itu yakni Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di Kementerian Sosial (Kemensos), Matheus Joko Santoso (MJS) dan Adi Wahyono (AW) sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dalam pelaksanaan proyek bantuan sosial (Bansos) COVID-19 di Kemensos .
Kemudian, dua tersangka pemberi suap yakni, Ardian Iskandar Maddanatja alias Ardian Maddanatja yang merupakan Presiden Direktur PT Tiga Pilar Agro Utama atau PT Tigapilar Agro Utama (TPAU/TAU) dengan akronim TIGRA. Kedua, Sekretaris Umum Badan Pengurus Cabang (BPC) Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Jakarta Pusat periode 2017-2020 sekaligus advokat, Harry Van Sidabukke.
Diduga dalam kasus ini pelaksanaan proyek tersebut dilakukan dengan cara penunjukan langsung para rekanan dan diduga disepakati ditetapkan adanya fee dari tiap-tiap paket pekerjaan yang harus disetorkan para rekanan kepada Kemensos melalui Matheus.
Untuk fee tiap paket bansos disepakati oleh Matheus dan Adi sebesar Rp10 ribu per paket sembako dari nilai Rp300 ribu per paket bansos. Pada pelaksanaan paket bansos sembako periode pertama diduga diterima fee Rp12 miliar, yang pembagiannya diberikan secara tunai oleh Matheus kepada Juliari Peter Batubara melalui Adi dengan nilai sekitar Rp8,2 miliar.
Untuk periode kedua pelaksanaan paket bansos sembako, terkumpul uang fee dari bulan Oktober sampai dengan Desember 2020 sejumlah sekitar Rp8,8 miliar yang juga diduga akan dipergunakan untuk keperluan Juliari. Jika Rp8,8 miliar dijumlahkan dengan Rp8,2 miliar, jatah dugaan suap untuk Juliari sebesar Rp17 miliar.
Hal itu, terbukti dengan jarangnya tim penyidik KPK memeriksa mantan Wakil Bendahara PDIP tersebut. Meski begitu KPK tetap mencari informasi dan barang bukti lain tanpa bergantung pada keterangan para tersangka.
"Sekarang kalau ada seseorang yang mempunyai informasi, tapi dia tidak mampu membuka sama sekali, kan kita cari. Biar saja mereka enggak mau mengaku, tapi kita cari pendukung yang ke arah sana, gitu loh," ujar Deputi Penindakan KPK Karyoto kepada wartawan, Jakarta, Kamis (21/1/2021).
Maka dari itu, Karyoto menegaskan bahwa pihaknya tidak akan bergantung pada pemeriksaan Juliari saja terkait kasus suap bansos Covid-19 itu. Menurut Karyoto, mencari sebuah informasi bisa dilakukan dengan memeriksa pihak lain yang mengetahui suatu kontruksi perkara. "Sehingga kesannya kalau berita acara ditutup tanpa hasil ya percuma saja. Kalau seminggu sekali bolak-balik (diperiksa), kalau hasilnya begitu saja," kata Karyoto.
Diketahui, KPK telah menetapkan mantan Menteri Sosial (Mensos) Juliari P Batubara (JPB) sebagai tersangka dugaan suap terkait pengadaan barang dan jasa berupa bantuan sosial (bansos) dalam penanganan pandemi Covid-19.
Selain Juliari Batubara, KPK juga menetapkan empat tersangka lainnya. Empat tersangka itu yakni Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di Kementerian Sosial (Kemensos), Matheus Joko Santoso (MJS) dan Adi Wahyono (AW) sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dalam pelaksanaan proyek bantuan sosial (Bansos) COVID-19 di Kemensos .
Kemudian, dua tersangka pemberi suap yakni, Ardian Iskandar Maddanatja alias Ardian Maddanatja yang merupakan Presiden Direktur PT Tiga Pilar Agro Utama atau PT Tigapilar Agro Utama (TPAU/TAU) dengan akronim TIGRA. Kedua, Sekretaris Umum Badan Pengurus Cabang (BPC) Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Jakarta Pusat periode 2017-2020 sekaligus advokat, Harry Van Sidabukke.
Diduga dalam kasus ini pelaksanaan proyek tersebut dilakukan dengan cara penunjukan langsung para rekanan dan diduga disepakati ditetapkan adanya fee dari tiap-tiap paket pekerjaan yang harus disetorkan para rekanan kepada Kemensos melalui Matheus.
Untuk fee tiap paket bansos disepakati oleh Matheus dan Adi sebesar Rp10 ribu per paket sembako dari nilai Rp300 ribu per paket bansos. Pada pelaksanaan paket bansos sembako periode pertama diduga diterima fee Rp12 miliar, yang pembagiannya diberikan secara tunai oleh Matheus kepada Juliari Peter Batubara melalui Adi dengan nilai sekitar Rp8,2 miliar.
Untuk periode kedua pelaksanaan paket bansos sembako, terkumpul uang fee dari bulan Oktober sampai dengan Desember 2020 sejumlah sekitar Rp8,8 miliar yang juga diduga akan dipergunakan untuk keperluan Juliari. Jika Rp8,8 miliar dijumlahkan dengan Rp8,2 miliar, jatah dugaan suap untuk Juliari sebesar Rp17 miliar.
(zik)
tulis komentar anda