Imbau Masyarakat Waspada, BMKG: Gempa Sulbar Mirip Peristiwa Lombok 2018
Jum'at, 15 Januari 2021 - 14:18 WIB
JAKARTA - Kepala Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) , Daryono mengatakan gempa bumi di Sulawesi Barat (Sulbar) yang terjadi pada hari Kamis 14 Januari 2021 di Mamuju dengan kekuatan 5,9 magnitudo dan hari ini di Majene, Jumat (15/1/2021), pukul 01.28 WIB atau pukul 02.28 waktu setempat dengan kekuatan 6,2 magnitudo mirip dengan mekanisme gempa di Lombok, Nusa Tenggara Barat pada 2018 lalu.
“Baik gempa signifikan pertama dan kedua merupakan jenis gempa kerak dangkal (shallow crustal earthquake) akibat sesar aktif Mamuju-Majene Thrust. Mekanisme sesar naik ini mirip dengan pembangkit gempa Lombok 2018, dimana bidang sesarnya membentuk kemiringan ke bawah daratan Majene,” ungkap Daryono dalam konferensi pers secara virtual, Jumat (15/1/2021). (Baca juga: BMKG: Gempa Majene Siklus Berulang 25 Tahunan)
Daryono mengatakan sejak Kamis 14 Januari 2021 pukul 13.35.49 WIB hingga pagi ini Jumat 15 Januari 2021 pukul 06.00 WIB hasil monitoring BMKG menunjukkan telah terjadi gempa sebanyak 28 kali di Majene. “BMKG akan terus memantau aktivitas gempa yang terjadi dan dilaporkan kepada masyarakat,” katanya. (Baca juga: BMKG Paparkan Sejarah Gempa Dahsyat di Majene dan Mamuju Sulawesi Barat)
Daryono pun mengimbau agar masyarakat tetap tenang tetapi waspada. “Gempa susulan masih akan terus terjadi seperti lazimnya pascagempa kuat akan diikuti rangkaian gempa susulan, untuk itu masyarakat diminta mewaspadai kemungkinan gempa susulan yang kekuatannya signifikan. Dengan kembalinya terjadi gempa kuat di Majene ini maka gempa yang terjadi pada hari Kamis 14 Januari 2021 pukul 13.35.49 WIB kemarin statusnya menjadi gempa pendahuluan/pembuka (foreshock),” jelas Daryono.
Untuk sementara, kata Daryono, gempa yang terjadi pada pagi dini hari tadi statusnya sebagai gempa utama (mainshocks). “Semoga status ini tidak berubah dan justru akan meluruh, melemah hanya terjadi gempa susulan (aftershocks) dengan kekuatan yang terus mengecil dan kembali stabil. Masyarakat yang tempat tinggalnya sudah rusak atau rusak sebagian, diimbau untuk tidak menempati lagi karena jika terjadi gempa susulan signifikan dapat mengalami kerusakan yang lebih berat bahkan dapat roboh,” tegas Daryono.
Masyarakat, juga perlu waspada dengan kawasan perbukitan dengan tebing curam karena gempa susulan signifikan dapat memicu longsoran (landslide) dan runtuhan batu (rock fall). “Apalagi saat ini musim hujan yg dapat memudahkan proses longsoran karena kondisi tanah lereng perbukitan basah dan labil. Mengingat pesisir Majene pernah terjadi tsunami pada 1969, masyarakat yang bermukim di wilayah Pesisir Majene perlu waspada jika merasakan gempa kuat agar segera menjauh dari pantai tanpa menunggu peringatan dini tsunami dari BMKG,” jelas Daryono.
Selain itu, Daryono meminta masyarakat agar tidak percaya berita bohong (hoaks) mengenai prediksi dan ramalan gempa yang akan terjadi dengan kekuatan lebih besar dan akan terjadi tsunami.
“Baik gempa signifikan pertama dan kedua merupakan jenis gempa kerak dangkal (shallow crustal earthquake) akibat sesar aktif Mamuju-Majene Thrust. Mekanisme sesar naik ini mirip dengan pembangkit gempa Lombok 2018, dimana bidang sesarnya membentuk kemiringan ke bawah daratan Majene,” ungkap Daryono dalam konferensi pers secara virtual, Jumat (15/1/2021). (Baca juga: BMKG: Gempa Majene Siklus Berulang 25 Tahunan)
Daryono mengatakan sejak Kamis 14 Januari 2021 pukul 13.35.49 WIB hingga pagi ini Jumat 15 Januari 2021 pukul 06.00 WIB hasil monitoring BMKG menunjukkan telah terjadi gempa sebanyak 28 kali di Majene. “BMKG akan terus memantau aktivitas gempa yang terjadi dan dilaporkan kepada masyarakat,” katanya. (Baca juga: BMKG Paparkan Sejarah Gempa Dahsyat di Majene dan Mamuju Sulawesi Barat)
Daryono pun mengimbau agar masyarakat tetap tenang tetapi waspada. “Gempa susulan masih akan terus terjadi seperti lazimnya pascagempa kuat akan diikuti rangkaian gempa susulan, untuk itu masyarakat diminta mewaspadai kemungkinan gempa susulan yang kekuatannya signifikan. Dengan kembalinya terjadi gempa kuat di Majene ini maka gempa yang terjadi pada hari Kamis 14 Januari 2021 pukul 13.35.49 WIB kemarin statusnya menjadi gempa pendahuluan/pembuka (foreshock),” jelas Daryono.
Untuk sementara, kata Daryono, gempa yang terjadi pada pagi dini hari tadi statusnya sebagai gempa utama (mainshocks). “Semoga status ini tidak berubah dan justru akan meluruh, melemah hanya terjadi gempa susulan (aftershocks) dengan kekuatan yang terus mengecil dan kembali stabil. Masyarakat yang tempat tinggalnya sudah rusak atau rusak sebagian, diimbau untuk tidak menempati lagi karena jika terjadi gempa susulan signifikan dapat mengalami kerusakan yang lebih berat bahkan dapat roboh,” tegas Daryono.
Masyarakat, juga perlu waspada dengan kawasan perbukitan dengan tebing curam karena gempa susulan signifikan dapat memicu longsoran (landslide) dan runtuhan batu (rock fall). “Apalagi saat ini musim hujan yg dapat memudahkan proses longsoran karena kondisi tanah lereng perbukitan basah dan labil. Mengingat pesisir Majene pernah terjadi tsunami pada 1969, masyarakat yang bermukim di wilayah Pesisir Majene perlu waspada jika merasakan gempa kuat agar segera menjauh dari pantai tanpa menunggu peringatan dini tsunami dari BMKG,” jelas Daryono.
Selain itu, Daryono meminta masyarakat agar tidak percaya berita bohong (hoaks) mengenai prediksi dan ramalan gempa yang akan terjadi dengan kekuatan lebih besar dan akan terjadi tsunami.
(cip)
Lihat Juga :
tulis komentar anda