Wabah Corona, Optimisme Jokowi Dinilai Tak Sejalan Fakta di Lapangan
Jum'at, 15 Mei 2020 - 06:45 WIB
JAKARTA - Direktur Eksekutif Lingkar Kajian Agama dan Kebudayaan (LKAB) Nusantara Fadhli Harahab menyatakan ajakan Presiden Joko Widodo untuk selalu optimistis menghadapi wabah Covid-19 atau virus Corona dinilai tak sejalan dengan fakta di lapangan.
Menurutnya, fakta di lapangan terlihat lebih tidak sinkron jika dibandingkan dengan aturan dan ajakan yang digaungkan pemerintah dalam hal ini presiden. Contohnya, soal aturan PSBB, larangan mudik hingga solidaritas antarsesama.
"Ada seperti ketidaksinkronan antara kata-kata dengan perbuatan, antara pemerintah, Gugus Tugas Covid dengan aparatur di lapangan, itu yang saya perhatikan," ujar Fadhli saat dihubungi SINDOnews, Jumat (15/5/2020). (Baca juga: Sandiaga Uno Paparkan Peluang Investasi di Balik Pandemi Corona)
Alumni UIN Jakarta itu mengkritisi soal masih ramainya jalanan di saat Gugus Tugas Pencegahan Covid-19 menerapkan aturan PSBB. Larangan mudik yang terlihat masih longgar hingga banyak pemudik yang berhasil lolos.
"Optimisme macam apa yang dimaksud presiden kalau masih banyak terjadi pelanggaran," ucapnya.
Di samping itu, dia juga melihat wacana relaksasi rumah ibadah di tengah pandemi yang dinilai kontraproduktif dengan optimisme presiden.
"Saya tidak tahu apakah pemerintahnya yang kurang disiplin atau rakyatnya, tapi itu fakta yang terjadi di lapangan," ungkapnya. (Baca juga: Harga BBM dan Wabah Virus Korona)
Selanjutnya soal ajakan solidaritas sosial, gotong-royong, bantu-membantu antarsesama, tetapi di tengah pandemi masyarakat dikejutkan dengan kenaikan tarif BPJS Kesehatan.
"Sebagian besar lini kehidupan terdampak Covid, kalangan atas sampai bawah juga merasakan, tetapi BPJS mau dinaikkan bukankah ini akan menambah beban masyarakat," kata Fadhli.
Menurutnya, fakta di lapangan terlihat lebih tidak sinkron jika dibandingkan dengan aturan dan ajakan yang digaungkan pemerintah dalam hal ini presiden. Contohnya, soal aturan PSBB, larangan mudik hingga solidaritas antarsesama.
"Ada seperti ketidaksinkronan antara kata-kata dengan perbuatan, antara pemerintah, Gugus Tugas Covid dengan aparatur di lapangan, itu yang saya perhatikan," ujar Fadhli saat dihubungi SINDOnews, Jumat (15/5/2020). (Baca juga: Sandiaga Uno Paparkan Peluang Investasi di Balik Pandemi Corona)
Alumni UIN Jakarta itu mengkritisi soal masih ramainya jalanan di saat Gugus Tugas Pencegahan Covid-19 menerapkan aturan PSBB. Larangan mudik yang terlihat masih longgar hingga banyak pemudik yang berhasil lolos.
"Optimisme macam apa yang dimaksud presiden kalau masih banyak terjadi pelanggaran," ucapnya.
Di samping itu, dia juga melihat wacana relaksasi rumah ibadah di tengah pandemi yang dinilai kontraproduktif dengan optimisme presiden.
"Saya tidak tahu apakah pemerintahnya yang kurang disiplin atau rakyatnya, tapi itu fakta yang terjadi di lapangan," ungkapnya. (Baca juga: Harga BBM dan Wabah Virus Korona)
Selanjutnya soal ajakan solidaritas sosial, gotong-royong, bantu-membantu antarsesama, tetapi di tengah pandemi masyarakat dikejutkan dengan kenaikan tarif BPJS Kesehatan.
"Sebagian besar lini kehidupan terdampak Covid, kalangan atas sampai bawah juga merasakan, tetapi BPJS mau dinaikkan bukankah ini akan menambah beban masyarakat," kata Fadhli.
(jon)
tulis komentar anda