Kasus Suap Bansos Covid-19, KPK Geledah 2 Kantor di Gedung Patra Jasa
Jum'at, 08 Januari 2021 - 12:54 WIB
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami kasus suap terkait pengadaan barang dan jasa berupa bantuan sosial (bansos) dalam penanganan pandemi Covid-19 . Hal itu dilakukan dengan menggeledah Gedung Patra Jasa di Gatot Subroto, Jakarta.
"Terkait penyidikan dugaan korupsi di Kemensos dengan tersangka Juliari P Batubara (JPB) dkk, hari ini, Jumat, 8 Januari 2021, Tim Penyidik KPK melakukan penggeledahan di Gedung Patra Jasa , Gatot Subroto," ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi, Jumat (8/1/2021).
Ali mengungkapkan, dalam penggeledahan tersebut tim penyidik membagi dua tim untuk menggeledah dua perusahaan. Disinyalir kedua perusahaan tersebut yakni PT Anomali (ANM) dan PT Famindo Meta Komunika (FMK). "Di gedung ini, KPK menggeledah kantor dua perusahaan yakni PT. ANM dan PT. FMK," kata Ali.
( ).
Penggeledahan tersebut dilakukan tim penyidik KPK sedari pagi. Untuk perkembangan penggeledahan tersebut, KPK akan menginformasikan membeli setelahnya. "Penggeledahan dilakukan sejak pukul 10.00 WIB. Hingga saat ini, penggeledahan masih berlangsung. Perkembangannya akan kami informasikan lebih lanjut," ungkapnya.
Diketahui, KPK telah menetapkan mantan Menteri Sosial (Mensos) Juliari P Batubara (JPB) sebagai tersangka penerima suap. Juliari Batubara diduga menerima suap terkait pengadaan barang dan jasa berupa bantuan sosial (bansos) dalam penanganan pandemi Covid-19.
Selain Juliari Batubara, KPK juga menetapkan empat tersangka lainnya. Empat tersangka itu yakni Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di Kementerian Sosial ( Kemensos ), Matheus Joko Santoso (MJS) dan Adi Wahyono (AW) sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dalam pelaksanaan proyek bantuan sosial (Bansos) Covid-19 di Kemensos .
Kemudian, dua tersangka pemberi suap yakni, Ardian Iskandar Maddanatja alias Ardian Maddanatja yang merupakan Presiden Direktur PT Tiga Pilar Agro Utama atau PT Tigapilar Agro Utama (TPAU/TAU) dengan akronim TIGRA. Kedua, Sekretaris Umum Badan Pengurus Cabang (BPC) Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Jakarta Pusat periode 2017-2020 sekaligus advokat, Harry Van Sidabukke.
Diduga dalam kasus ini pelaksanaan proyek tersebut dilakukan dengan cara penunjukan langsung para rekanan dan diduga disepakati ditetapkan adanya fee dari tiap-tiap paket pekerjaan yang harus disetorkan para rekanan kepada Kemensos melalui Matheus.
( ).
Untuk fee tiap paket bansos disepakati oleh Matheus dan Adi sebesar Rp10 ribu per paket sembako dari nilai Rp300 ribu per paket bansos. Pada pelaksanaan paket Bansos sembako periode pertama diduga diterima fee Rp12 miliar, yang pembagiannya diberikan secara tunai oleh Matheus kepada Juliari Peter Batubara melalui Adi dengan nilai sekitar Rp8,2 miliar.
Untuk periode kedua pelaksanaan paket bansos sembako, terkumpul uang fee dari bulan Oktober sampai dengan Desember 2020 sejumlah sekitar Rp8,8 miliar yang juga diduga akan dipergunakan untuk keperluan Juliari. Kalau Rp8,8 miliar dijumlahkan dengan Rp8,2 miliar, jatah dugaan suap untuk Juliari sebesar Rp17 miliar.
Lihat Juga: Gubernur Bengkulu Jadi Tersangka Jelang Pencoblosan, KPK Klaim Tak Ada Kepentingan Politik
"Terkait penyidikan dugaan korupsi di Kemensos dengan tersangka Juliari P Batubara (JPB) dkk, hari ini, Jumat, 8 Januari 2021, Tim Penyidik KPK melakukan penggeledahan di Gedung Patra Jasa , Gatot Subroto," ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi, Jumat (8/1/2021).
Ali mengungkapkan, dalam penggeledahan tersebut tim penyidik membagi dua tim untuk menggeledah dua perusahaan. Disinyalir kedua perusahaan tersebut yakni PT Anomali (ANM) dan PT Famindo Meta Komunika (FMK). "Di gedung ini, KPK menggeledah kantor dua perusahaan yakni PT. ANM dan PT. FMK," kata Ali.
( ).
Penggeledahan tersebut dilakukan tim penyidik KPK sedari pagi. Untuk perkembangan penggeledahan tersebut, KPK akan menginformasikan membeli setelahnya. "Penggeledahan dilakukan sejak pukul 10.00 WIB. Hingga saat ini, penggeledahan masih berlangsung. Perkembangannya akan kami informasikan lebih lanjut," ungkapnya.
Diketahui, KPK telah menetapkan mantan Menteri Sosial (Mensos) Juliari P Batubara (JPB) sebagai tersangka penerima suap. Juliari Batubara diduga menerima suap terkait pengadaan barang dan jasa berupa bantuan sosial (bansos) dalam penanganan pandemi Covid-19.
Selain Juliari Batubara, KPK juga menetapkan empat tersangka lainnya. Empat tersangka itu yakni Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di Kementerian Sosial ( Kemensos ), Matheus Joko Santoso (MJS) dan Adi Wahyono (AW) sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dalam pelaksanaan proyek bantuan sosial (Bansos) Covid-19 di Kemensos .
Kemudian, dua tersangka pemberi suap yakni, Ardian Iskandar Maddanatja alias Ardian Maddanatja yang merupakan Presiden Direktur PT Tiga Pilar Agro Utama atau PT Tigapilar Agro Utama (TPAU/TAU) dengan akronim TIGRA. Kedua, Sekretaris Umum Badan Pengurus Cabang (BPC) Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Jakarta Pusat periode 2017-2020 sekaligus advokat, Harry Van Sidabukke.
Diduga dalam kasus ini pelaksanaan proyek tersebut dilakukan dengan cara penunjukan langsung para rekanan dan diduga disepakati ditetapkan adanya fee dari tiap-tiap paket pekerjaan yang harus disetorkan para rekanan kepada Kemensos melalui Matheus.
( ).
Untuk fee tiap paket bansos disepakati oleh Matheus dan Adi sebesar Rp10 ribu per paket sembako dari nilai Rp300 ribu per paket bansos. Pada pelaksanaan paket Bansos sembako periode pertama diduga diterima fee Rp12 miliar, yang pembagiannya diberikan secara tunai oleh Matheus kepada Juliari Peter Batubara melalui Adi dengan nilai sekitar Rp8,2 miliar.
Untuk periode kedua pelaksanaan paket bansos sembako, terkumpul uang fee dari bulan Oktober sampai dengan Desember 2020 sejumlah sekitar Rp8,8 miliar yang juga diduga akan dipergunakan untuk keperluan Juliari. Kalau Rp8,8 miliar dijumlahkan dengan Rp8,2 miliar, jatah dugaan suap untuk Juliari sebesar Rp17 miliar.
Lihat Juga: Gubernur Bengkulu Jadi Tersangka Jelang Pencoblosan, KPK Klaim Tak Ada Kepentingan Politik
(zik)
tulis komentar anda