PBNU Sebut Ekonomi Masih Timpang, Ini Tiga Penyebabnya

Selasa, 29 Desember 2020 - 22:42 WIB
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siroj. Foto/SINDOnews
JAKARTA - Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menilai orientasi dalam pembangunan ekonomi belum dijalankan dalam bingkai untuk memajukan kesejahteraan umum dan menciptakan kemakmuran bagi sebesar-besar rakyat Indonesia.

Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj mengatakan, watak pembangunan ekonomi masih eksklusif dan cenderung tidak ada moderasi dalam bidang ekonomi. "Sektor ekonomi dalam skala nasional masih hanya bisa dinikmati oleh beberapa orang dalam jumlah yang sangat sedikit," ujar Said Aqil dalam Refleksi Tahun 2020 & Taushiyah Kebangsaan Nahdlatul Ulama Memasuki Tahun 2021 yang disiarkan secara virtual, Selasa (29/12/2020).

Said Aqil mengutip data Survei Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan [TNP2K] 2019 lalu yang menunjukkan bahwa 1% orang di Indonesia menguasai 50 % aset nasional, terdapat konglomerat di Indonesia yang menguasai 5,5 juta hektare tanah.( )



Bahkan merujuk data yang dirilis oleh OXFAM,kata dia, harta empat orang terkaya di Indonesia setara dengan harta 100 juta orang miskin.

Merujuk pada berita resmi statistik pada Juli 2020, tingkat Gini Ratio Indonesia berada pada angka 0,381. Angka ini meningkat 0,001 poin jika dibandingkan dengan Gini Ratio September 2019 yang sebesar 0,380 dan menurun 0,001 poin dibandingkan dengan Gini Ratio Maret 2019 yang sebesar 0,382. "Salah satu faktor kenaikan ini dipengaruhi oleh wabah Covid-19 yang membuat pendapatan seluruh lapisan masyarakat mengalami penurunan," katanya.( )

PBNU melihat bahwa ketimpangan yang terjadi ini disebabkan oleh tiga hal. Pertama, tradisi korupsi yang diwariskan pemerintahan Orde Baru hingga saat ini menjadi budaya. Kedua, pembangunan ekonomi masih berorientasi pertumbuhan, bukan pemerataan. "Ketiga, adanya political capture yang kuat, di mana orang-orang kaya mampu mempengaruhi kebijakan yang menguntungkan mereka," tuturnya.

Dalam sektor sumber daya alam, kata Said Aqil, amanat UUD 1945 Pasal 33 Ayat 3 berbunyi, “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”

"PBNU melihat belum adanya pengarusutamaan paradigma pemanfaatan sumber daya alam Indonesia untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Padahal, para founding father mengajarkan sigma sumber daya alam yang begitu luhur: 'Jika dibagi dengan jumlah penduduk, maka tidak boleh ada satupun rakyat miskin di Indonesia',” katanya.

PBNU juga mendorong agar akses keadilan terus ditingkatkan, terlebih akses keadilan ekonomi bagi mereka yang tidak memiliki kekuatan (powerless). Melalui peran konstitusionalnya negara harus selalu hadir untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
(dam)
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More