PKS Minta BPK Turun Tangan terkait Impor Vaksin COVID-19
Kamis, 24 Desember 2020 - 09:41 WIB
JAKARTA - Partai Keadilan Sejahtera (PKS) mendorong Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI untuk memprioritaskan audit BUMN Bio Farma, khususnya terkait impor vaksin Sinovac , menjelang berakhirnya semester II Tahun Anggaran 2020. Menurut Wakil Ketua Fraksi PKS DPR Mulyanto, publik perlu tahu alasan pemerintah membeli vaksin yang belakangan disebut belum teruji efektivitas dan imunoginitasnya.
Selain itu, kata Mulyanto, pemerintah perlu bertanggung jawab atas pengelolaan keuangan negara secara tertib, efisien, efektif, dan transparan, termasuk dalam pembelian vaksin ini. Dia mengingatkan, berdasarkan Pasal 6 ayat (1) UU Nomor 15/ 2006 tentang BPK disebutkan tugas BPK adalah memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang dilakukan oleh pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Lembaga Negara lainnya, Bank Indonesia, Badan Usaha Milik Negara, Badan Layanan Umum, Badan Usaha Milik Daerah, dan lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan negara. Sehingga, kata Mulyanto, BPK RI berwenang melakukan pemeriksaan pengelolaan keuangan Negara, termasuk impor vaksin Sinovac ini.
"Jangan sampai kewenangan besar yang diamanatkan Konstitusi menjadi mubazir," kata Mulyanto dalam keterangan tertulisnya kepada SINDOnews, Kamis (24/12/2020). ( )
Dia mendesak BPK RI memprioritaskan pemeriksaan impor vaksin sinovac ini karena dikabarkan pemerintah sudah mengimpor 3 juta dosis vaksin dengan uang muka 80%. Sebanyak 1,2 juta dosis vaksin sudah tiba dan disimpan di gudang Bio Farma sejak 6 Desember 2020. Sedangkan sisanya, sebanyak 1,8 juta dosis vaksin akan dikirim kemudian.
Menurut Mulyanto, pembelian vaksin itu terasa janggal karena efikasi, mutu dan keamanan vaksin tersebut belum diketahui karena uji klinis fase III belum keluar hasilnya. Sehingga BPOM belum mengeluarkan izin edarnya. Kondisi ini, kata Mulyanto, berpotensi merugikan keuangan Negara dalam jumlah yang tidak sedikit.
"Ini kan lucu. Orang awam pun banyak yang bertanya, kenapa kita mengimpor dan membayar 80% dari 3 juta dosis vaksin tersebut, padahal tidak ada jaminan kualitas terkait efektivitas, imunogenitas dan keamanannya bagi pengguna? Ini seperti membeli kucing dalam karung," ujar anggota Komisi VII DPR RI ini. ( )
Menurut logika publik sederhana, kata Mulyanto, impor baru dapat dilakukan setelah diketahui kualitas, mutu dan keamanan barang yang akan diimpor, sehingga risiko terhadap keuangan negara dapat dikurangi. Maka itu, Mulyanto mendesak BPK melaksanakan audit atau Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu terhadap BUMN Bio farma khususnya, terkait dengan pengadaan vaksin impor sinovac ini.
Sehingga dapat diperoleh keyakinan yang cukup memadai, bahwa keuangan negara dikelola secara cermat. Sesuai dengan UU Nomor 15/2004 Pasal 8 Dalam merencanakan tugas pemeriksaan, BPK dapat mempertimbangkan informasi dari pemerintah, bank sentral, dan masyarakat.
Selain itu, kata Mulyanto, pemerintah perlu bertanggung jawab atas pengelolaan keuangan negara secara tertib, efisien, efektif, dan transparan, termasuk dalam pembelian vaksin ini. Dia mengingatkan, berdasarkan Pasal 6 ayat (1) UU Nomor 15/ 2006 tentang BPK disebutkan tugas BPK adalah memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang dilakukan oleh pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Lembaga Negara lainnya, Bank Indonesia, Badan Usaha Milik Negara, Badan Layanan Umum, Badan Usaha Milik Daerah, dan lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan negara. Sehingga, kata Mulyanto, BPK RI berwenang melakukan pemeriksaan pengelolaan keuangan Negara, termasuk impor vaksin Sinovac ini.
"Jangan sampai kewenangan besar yang diamanatkan Konstitusi menjadi mubazir," kata Mulyanto dalam keterangan tertulisnya kepada SINDOnews, Kamis (24/12/2020). ( )
Dia mendesak BPK RI memprioritaskan pemeriksaan impor vaksin sinovac ini karena dikabarkan pemerintah sudah mengimpor 3 juta dosis vaksin dengan uang muka 80%. Sebanyak 1,2 juta dosis vaksin sudah tiba dan disimpan di gudang Bio Farma sejak 6 Desember 2020. Sedangkan sisanya, sebanyak 1,8 juta dosis vaksin akan dikirim kemudian.
Menurut Mulyanto, pembelian vaksin itu terasa janggal karena efikasi, mutu dan keamanan vaksin tersebut belum diketahui karena uji klinis fase III belum keluar hasilnya. Sehingga BPOM belum mengeluarkan izin edarnya. Kondisi ini, kata Mulyanto, berpotensi merugikan keuangan Negara dalam jumlah yang tidak sedikit.
"Ini kan lucu. Orang awam pun banyak yang bertanya, kenapa kita mengimpor dan membayar 80% dari 3 juta dosis vaksin tersebut, padahal tidak ada jaminan kualitas terkait efektivitas, imunogenitas dan keamanannya bagi pengguna? Ini seperti membeli kucing dalam karung," ujar anggota Komisi VII DPR RI ini. ( )
Menurut logika publik sederhana, kata Mulyanto, impor baru dapat dilakukan setelah diketahui kualitas, mutu dan keamanan barang yang akan diimpor, sehingga risiko terhadap keuangan negara dapat dikurangi. Maka itu, Mulyanto mendesak BPK melaksanakan audit atau Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu terhadap BUMN Bio farma khususnya, terkait dengan pengadaan vaksin impor sinovac ini.
Sehingga dapat diperoleh keyakinan yang cukup memadai, bahwa keuangan negara dikelola secara cermat. Sesuai dengan UU Nomor 15/2004 Pasal 8 Dalam merencanakan tugas pemeriksaan, BPK dapat mempertimbangkan informasi dari pemerintah, bank sentral, dan masyarakat.
(abd)
tulis komentar anda