UU Omnibus Law Ciptaker Beri Perlindungan Hak-hak Pekerja

Senin, 14 Desember 2020 - 13:44 WIB
UU No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja memberikan perlindungan hak-hak pekerja. Foto/SINDOnews
JAKARTA - Tim Tripartit yang terdiri dari Serikat Buruh, Kamar Dagang dan Industri atau Kadin, dan pemerintah tengah menggodok empat Peraturan Pemerintah (PP) klaster ketenagakerjaan yang menjadi aturan turunan UU No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

Tiga di antaranya telah selesai dibahas yaitu RPP tentang Penggunaan TKA, RPP tentang Hubungan Kerja, Waktu Kerja, dan Waktu Istirahat, serta PHK. Termasuk Revisi PP Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan. Sementara, menyangkut soal pesangon pekerja masih dilakukan pembahasan. (Baca juga: Pelaku Usaha Menunggu Aturan Turunan UU Cipta Kerja Diimplementasikan)

"Kita di lapangan banyak mengamati dan memberikan masukan-masukan RPP ke konvederasi untuk dilakukan perubahan ke pemerintah. UU Cipta Kerja klaster Ketenagakerjaan lebih memberikan kepastian dan perlindungan ke pekerja," kata Ketua Biro Konseling dan Advokasi Serikat Pekerja Indofarma Tri Okta Sulfa Kimiawan saat webinar 'Implementasi Skema Baru PHK dan Pesangon dalam UU Cipta Kerja' Minggu (13/12/2020) (Baca juga: UU Cipta Kerja Hadir, 2021 Akan Jadi Tahunnya Sektor Industri Non-Migas)

Menurutnya, saat ini publik menanti RPP yang menjadi aturan turunan UU Cipta Kerja yang tengah dibahas oleht tim tripartit, terutama Klaster Ketenagakerjaan. Menurutnya, ada beberapa hal yang masih menjadi perhatian, di antaranya menyangkut soal PHK dan pesangon pekerja.



Dia memaparkan, data Kementerian Ketenagakerjaan pada 2019 menyebutkan hanya 27% pengusaha yang memenuhi pembayaran kompensasi sesuai dengan ketentuan UU 13/2003. Sisanya, 73% tidak melakukan pembayaran kompensasi PHK sesuai dengan UU Ketenagakerjaan. Bahkan, laporan World Bank yang mengutip data Survei Angkatan Kerja Nasional BPS 2018 menyatakan 66% pekerja sama sekali tidak mendapat pesangon sesuai aturan, 27% pekerja menerima pesangon kurang dari yang seharusnya diterima, dan 7% pekerja yang menerima pesangon sesuai dengan ketentuan.

Dengan kondisi tersebut, upaya yang harus dilakukan bukan hanya memperbaiki aturan atau regulasi. Namun sangat penting melakukan edukasi dan sosialisasi kepada pengusaha atau pemberi kerja untuk patuh dalam pembayaran pesangon pekerja sesuai ketentuan yang berlaku. "UU Cipta Kerja menjadi angin segar dan mampu menjadi solusi dari masalah pesangon sehingga memberikan kepastian pembayaran pesangon bagi pekerja di sektor apapun. Meskipun jumlah pesangonnya lebih kecil, dari 32 menjadi 25 kali gaji, tapi ini lebih pasti untuk melindungi pekerja," terangnya.

Sekali lagi, pesangon adalah kewajiban pengusaha. Cepat atau lambat, pesangon harus dibayarkan. Maka, UU Cipta Kerja hadir untuk menata aturan ketenagakerjaan di bumi Indonesia menjadi lebih baik. Regulasi memang penting namun kepatuhan menjalankan aturan jauh lebih penting. Dengan begitu, UU Cipta Kerja bakal mampu meningkatkan iklim usaha yang kondusif, menciptakan lapangan kerja baru, dan memacu pertumbuhan ekonomi nasional. Tanpa mengabaikan hak-hak pekerja yang semestinya.

Dengan UU Cipta Kerja diharapkan menguatkan kembali terkait kebijakan PHK yang telah diatur dalam kontruksi skema baru PHK dan Pesangon. Inti dari kluster ketenagakerjaan mengubah atau menghapus serta menetapkan dari beberapa ketentuan dari UU yang berlaku. “Artinya Pemerintah berkomitmen memastikan pembayaran PHK dan kita berharap perusahaan tidak boleh abai terhadap pesangon yang telah menjadi hak para pekerja dalam melakukan PHK," terang Dosen Program Studi Ilmu Komunikasi di UBK ini.

Sebelumnya, UU Ketenagakerjaan membedakan jenis dan banyaknya kompensasi yang didapatkan pekerja/buruh jika terjadi PHK tergantung dari alasan terjadinya PHK tersebut. Yang mana, dulunya pekerja yang PHK-nya terjadi karena mengundurkan diri secara sukarela tidak berhak atas uang pesangon.

Akan tetapi, kini UU Cipta Kerja menegaskan bahwa dalam hal terjadi PHK, pengusaha wajib membayar uang pesangon (UP) dan/atau uang penghargaan masa kerja (UPMK) dan uang penggantian hak (UPH) yang seharusnya diterima, tanpa membeda-bedakan berdasarkan alasan terjadinya PHK. "Sehingga, pekerja yang mengalami PHK baik karena mengundurkan diri atau karena alasan-alasan lainnya yang diatur dalam UU Cipta Kerja sama-sama berhak atas UP dan/atau UPMK dan UPH," pungkasnya
(cip)
Lihat Juga :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More