Negara Berbasis Tauhid Itu Masa Lalu, Pancasila Masa Kini dan Masa Depan
Sabtu, 05 Desember 2020 - 08:36 WIB
JAKARTA - Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Shihab kembali membuat polemik dengan pernyataan kontroversial terkait pesannya untuk hijrah ke sistem tauhid . Hal tersebut dinyatakan Habib Rizieq saat mengisi Dialog Nasional Reuni 212 beberapa waktu lalu.
Menanggapi hal itu, Direktur Eksekutif Sudut Demokrasi Research and Analysis (SUDRA) Fadhli Harahab menilai Habib Rizieq belum move on karena masih terbelenggu masa lalu yang juga masih problematis. Menurutnya, sikap seperti ini cenderung fatalistik karena tidak mampu bangkit dari keterburukan sehingga menganggap masa lalu adalah solusi. Padahal tidak demikian.
"Negara berbasis tauhid atau agama itu problem masa lalu. Kemudian ada yang ingin membangkitkan lagi, artinya dia terjebak dalam problem itu sendiri," kata Fadhli saat dihubungi SINDOnews, Sabtu (5/12/2020). ( )
Menurut analis sosial politik asal UIN Jakarta itu, demokrasi Pancasila yang menjadi dasar negara RI merupakan sintesa dari berbagai ideologi dunia yang pernah ada. Pancasila dirasa paling cocok diterapkan di Indonesia dengan latar belakang keberagaman yang cukup kompleks. Pancasila mampu mengakomodasi berbagai perbedaan yang ada menjadi satu kesatuan yang utuh tanpa meninggalkan agama.
"Aku pikir Pancasila itu masa kini dan masa depan bangsa ini. Tinggal bagaimana menjadikan pancasila sebagai dasar negara yang mampu diserap secara aplikatif oleh seleruh elemen bangsa," katanya.
Lebih lanjut Fadhli menjelaskan, munculnya persoalan yang mencederai proses demokrasi tentunya menjadi tanggung jawab bersama untuk membenahi persoalan. ( )
"Secara subtansi demokrasi Pancasila telah mengambil posisi yang ideal sebagai sebuah sistem negara. Tidak perlu lagi ada yang memunculkan ideologi usang yang kemudian memunculkan perdebatan. Aku pikir menghabiskan energi," katanya.
Menanggapi hal itu, Direktur Eksekutif Sudut Demokrasi Research and Analysis (SUDRA) Fadhli Harahab menilai Habib Rizieq belum move on karena masih terbelenggu masa lalu yang juga masih problematis. Menurutnya, sikap seperti ini cenderung fatalistik karena tidak mampu bangkit dari keterburukan sehingga menganggap masa lalu adalah solusi. Padahal tidak demikian.
"Negara berbasis tauhid atau agama itu problem masa lalu. Kemudian ada yang ingin membangkitkan lagi, artinya dia terjebak dalam problem itu sendiri," kata Fadhli saat dihubungi SINDOnews, Sabtu (5/12/2020). ( )
Menurut analis sosial politik asal UIN Jakarta itu, demokrasi Pancasila yang menjadi dasar negara RI merupakan sintesa dari berbagai ideologi dunia yang pernah ada. Pancasila dirasa paling cocok diterapkan di Indonesia dengan latar belakang keberagaman yang cukup kompleks. Pancasila mampu mengakomodasi berbagai perbedaan yang ada menjadi satu kesatuan yang utuh tanpa meninggalkan agama.
"Aku pikir Pancasila itu masa kini dan masa depan bangsa ini. Tinggal bagaimana menjadikan pancasila sebagai dasar negara yang mampu diserap secara aplikatif oleh seleruh elemen bangsa," katanya.
Lebih lanjut Fadhli menjelaskan, munculnya persoalan yang mencederai proses demokrasi tentunya menjadi tanggung jawab bersama untuk membenahi persoalan. ( )
"Secara subtansi demokrasi Pancasila telah mengambil posisi yang ideal sebagai sebuah sistem negara. Tidak perlu lagi ada yang memunculkan ideologi usang yang kemudian memunculkan perdebatan. Aku pikir menghabiskan energi," katanya.
(abd)
Lihat Juga :
tulis komentar anda