Mereformasi Parpol, Memperbaiki Kinerja Parlemen

Jum'at, 20 November 2020 - 05:12 WIB
Jamaludin Ghafur
Jamaludin Ghafur

Dosen Hukum Tata Negara FH UII Yogyakarta dan Kandidat Doktor FH UI Jakarta

SALAH satu pilar utama demokrasi perwakilan adalah parlemen. Karena itu menurut Dwipayana (2014), indikator utama bahwa demokrasi perwakilan telah bekerja dengan baik adalah bila yang “mewakili” bukan hanya mendapatkan kepercayaan dari “yang diwakili”, tetapi juga berfungsi mengartikulasikan dan mengagregasikan aspirasi mereka dalam proses kebijakan publik. Ketika terjadi kesenjangan antara “yang mewakili” dan “yang diwakili”, parlemen akan menjadi institusi yang “mengambang” dan tidak memiliki akar yang kokoh di tengah civil society.

Celakanya justru parlemen yang “tak berkaki” itulah yang hari ini kita saksikan di Indonesia. DPR adalah lembaga yang selalu konsisten mendapatkan rapor merah dari publik. Hampir semua kewenangan yang dimiliki parlemen seperti fungsi legislasi, fungsi keuangan, pengawasan dan fungsi kontrol tidak pernah mendapatkan apresiasi yang memadai. Di masa pandemi ini kekecewaan publik terhadap kinerja lembaga parlemen tampaknya sudah mencapai titik kulminasi sehingga sekalipun rentan tertular virus Covid-19, tidak menyurutkan massa untuk menggelar demonstrasi besar-besaran dengan satu tujuan, yaitu menolak sejumlah undang-undang yang dianggap tidak prorakyat, terutama atas disahkannya RUU Cipta Kerja yang dianggap tidak memihak pada pekerja dan masyarakat lemah.

Dengan menyoroti performa kinerja mereka, DPR sebagai pilar utama demokrasi tampaknya baru hadir secara fisik, tetapi tidak secara substansi. Indikatornya sederhana, demokrasi perwakilan di Indonesia saat ini mengalami masalah disconnected electoral,yaitu adanya keterputusan relasi antara wakil dan yang diwakili sehingga sering kali tindakan yang dilakukan para wakil tidak linier dengan apa yang menjadi aspirasi dan keinginan dari orang-orang yang diwakili (publik). Kepentingan nilai, aspirasi, dan pendapat rakyat yang diwakili sering kali diabaikan dan tidak secara sungguh-sungguh diperjuangkan untuk menjadi bagian dari kebijakan publik.



Banyak pihak telah memberikan saran perbaikan bagi DPR, khususnya di bidang legislasi. Salah satunya adalah dengan memperkuat kewenangan DPD sehingga tercipta double check dalam setiap pengambilan keputusan. Secara teori dan praktik, keterlibatan DPD memang bisa mengatrol kualitas parlemen karena hal ini dapat menciptakan mekanisme check and balances antar-kamar-kamar dalam satu badan perwakilan. Namun langkah ini tidak mudah diambil karena harus melalui amendemen konstitusi yang membutuhkan waktu yang tidak sebentar.

Untuk jangka panjang, publik tentu harus terus mendorong dilakukannya amendemen konstitusi guna menata mekanisme legislasi yang lebih baik lagi agar tercipta produk perundang-undangan yang ideal. Namun untuk jangka pendek, satu hal yang kiranya dapat dilakukan untuk memperbaiki kinerja DPR adalah dengan mereformasi partai politik (parpol).

Akar Persoalan

Harus diakui bahwa buruknya kinerja parlemen tidak terlepas dari peran parpol yang sangat menghegemoni anggotanya yang duduk di parlemen. Parpol sepenuhnya mengontrol aktivitas anggotanya sedemikian rupa sehingga nyaris tidak ada kebebasan bagi anggota DPR untuk bersikap berbeda dengan kebijakan partainya. Hierarki kepartaian yang masih kuat kepada elite partai pada tingkat nasional mengikat anggota DPR untuk sejalan dengan haluan partai dan tidak bertentangan dengan kebijakan presiden dari barisan partai yang sama.
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
Halaman :
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More