Literasi dan Generasi Unggul
Kamis, 19 November 2020 - 05:20 WIB
M Syafi’ie
Pegiat Literasi dan Pendiri Lembaga Aku Belajar
TULISAN ini ingin menghadirkan kesadaran bahwa kaum terdidik saat ini merupakan generasi yang diharapkan untuk masa depan Indonesia. Pada 2018 Badan Pusat Statistik (BPS) merilis data bahwa jumlah penduduk dengan rentang usia 15-39 tahun telah mencapai 39,96% dari total keseluruhan penduduk Indonesia. Data ini menjelaskan perihal eksistensi generasi milenial dalam struktur jumlah penduduk usia produktif dan akan menjadi bonus demografi untuk Indonesia.
Bonus demografi bermakna kondisi struktur kependudukan Indonesia yang didominasi oleh kalangan usia produktif, yang dalam hal itu diperkirakan dimulai pada 2020 dan diprediksi BPS akan berakhir pada 2036. Dalam rentang tahun tersebut penduduk produktif usia 15-68 tahun diprediksi berada di kisaran 70%, sedangkan usia nonproduktif yang umurnya kurang dari 14 tahun dan lebih dari 65 tahun berada di kisaran 30%. Bonus demografi merupakan peristiwa langka dan karena itu dinilai menjadi berkah untuk Indonesia. Sebagian kalangan menyebutnya dengan Indonesia emas. Benarkah Indonesia emas itu akan terjadi?
Indonesia emas merupakan impian di mana Indonesia akan berada di puncak kejayaannya, yaitu sebuah negara yang katanya akan dapat bersaing dengan negara-negara maju di dunia dan dinilai akan dapat menyelesaikan persoalan-persoalan sosial dan kenegaraan seperti kemiskinan, ketimpangan sosial, ketidakadilan, dan persoalan korupsi yang menggerus tata kelola layanan publik.
Tantangan
Di tengah bonus demografi, penduduk produktif saat ini dihadapkan pada beberapa tantangan, antara lain soal teknologi. Kita tahu kemajuan teknologi saat ini berkembang pesat, bahkan tidak terbendung. Beberapa kalangan telah menikmati dan mendesain teknologi sehingga memberi makna kemanfaatan buat sesama manusia. Pada sisi lain, banyak kalangan, utamanya anak-anak muda, tidak mampu menyaring akses informasi yang sangat terbuka dan bahkan cenderung liar. Misal di banyak media sosial berkembang penyebaran informasi hoaks, pornografi, hate speach, dan beberapa tindakan lain di dunia maya yang mengarah pada pelanggaran hukum.
Tantangan lainnya ialah pengangguran. Pada 2019, BPS melansir data bahwa pengangguran menurun. Tetapi lulusan diploma dan universitas banyak yang tidak bekerja. Kondisi ini memperlihatkan bahwa generasi muda terdidik membutuhkan penguatan kapasitas dan keterampilan untuk berwirausaha.
Kedua tantangan di atas sebenarnya menjadi penyemangat untuk memperbaiki keadaan. Di tengah problem yang ada, ada beberapa anak bangsa yang mengukir prestasi dengan memanfaatkan pengetahuan teknologi dan mandiri dalam berwirausaha.
Pegiat Literasi dan Pendiri Lembaga Aku Belajar
TULISAN ini ingin menghadirkan kesadaran bahwa kaum terdidik saat ini merupakan generasi yang diharapkan untuk masa depan Indonesia. Pada 2018 Badan Pusat Statistik (BPS) merilis data bahwa jumlah penduduk dengan rentang usia 15-39 tahun telah mencapai 39,96% dari total keseluruhan penduduk Indonesia. Data ini menjelaskan perihal eksistensi generasi milenial dalam struktur jumlah penduduk usia produktif dan akan menjadi bonus demografi untuk Indonesia.
Bonus demografi bermakna kondisi struktur kependudukan Indonesia yang didominasi oleh kalangan usia produktif, yang dalam hal itu diperkirakan dimulai pada 2020 dan diprediksi BPS akan berakhir pada 2036. Dalam rentang tahun tersebut penduduk produktif usia 15-68 tahun diprediksi berada di kisaran 70%, sedangkan usia nonproduktif yang umurnya kurang dari 14 tahun dan lebih dari 65 tahun berada di kisaran 30%. Bonus demografi merupakan peristiwa langka dan karena itu dinilai menjadi berkah untuk Indonesia. Sebagian kalangan menyebutnya dengan Indonesia emas. Benarkah Indonesia emas itu akan terjadi?
Indonesia emas merupakan impian di mana Indonesia akan berada di puncak kejayaannya, yaitu sebuah negara yang katanya akan dapat bersaing dengan negara-negara maju di dunia dan dinilai akan dapat menyelesaikan persoalan-persoalan sosial dan kenegaraan seperti kemiskinan, ketimpangan sosial, ketidakadilan, dan persoalan korupsi yang menggerus tata kelola layanan publik.
Tantangan
Di tengah bonus demografi, penduduk produktif saat ini dihadapkan pada beberapa tantangan, antara lain soal teknologi. Kita tahu kemajuan teknologi saat ini berkembang pesat, bahkan tidak terbendung. Beberapa kalangan telah menikmati dan mendesain teknologi sehingga memberi makna kemanfaatan buat sesama manusia. Pada sisi lain, banyak kalangan, utamanya anak-anak muda, tidak mampu menyaring akses informasi yang sangat terbuka dan bahkan cenderung liar. Misal di banyak media sosial berkembang penyebaran informasi hoaks, pornografi, hate speach, dan beberapa tindakan lain di dunia maya yang mengarah pada pelanggaran hukum.
Tantangan lainnya ialah pengangguran. Pada 2019, BPS melansir data bahwa pengangguran menurun. Tetapi lulusan diploma dan universitas banyak yang tidak bekerja. Kondisi ini memperlihatkan bahwa generasi muda terdidik membutuhkan penguatan kapasitas dan keterampilan untuk berwirausaha.
Kedua tantangan di atas sebenarnya menjadi penyemangat untuk memperbaiki keadaan. Di tengah problem yang ada, ada beberapa anak bangsa yang mengukir prestasi dengan memanfaatkan pengetahuan teknologi dan mandiri dalam berwirausaha.
Lihat Juga :
tulis komentar anda