Sektor Batubara Dalam UU Cipta Kerja
Selasa, 17 November 2020 - 05:30 WIB
Komaidi Notonegoro
Direktur Eksekutif ReforMiner Institute, Pengajar Program Magister Ilmu Ekonomi Universitas Trisakti
DALAM Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, sektor batubara tercatat diberi perhatian khusus. Terhadap UU Mineral dan Batubara Nomor 4/2009 jo UU Nomor 3/2020, UU Cipta Kerja hanya menyisipkan satu pasal, yaitu Pasal 128A di antara Pasal 128 dan Pasal 129, serta mengubah ketentuan Pasal 162.
Substansi dari Pasal 128A adalah memberikan insentif bagi pengusahaan batubara. Dalam hal ini kegiatan usaha batubara diberikan perlakuan khusus terhadap kewajiban penerimaan negara. Untuk pelaku usaha di sektor batubara yang melakukan peningkatan nilai tambah batubara akan dibebaskan dari kewajiban membayar royalti. Adapun substansi dari Pasal 162 adalah mengatur sanksi bagi pihak-pihak yang mengganggu kegiatan usaha pertambangan dari pemegang izin usaha pertambangan (IUP), izin usaha pertambangan khusus (IUPK), izin pertambangan rakyat (IPR), atau surat izin penambangan batuan (SIPB).
Substansi Perubahan
Secara keseluruhan saya menilai perubahan, penghapusan, dan penambahan ketentuan UU Mineral dan Batubara di dalam UU Cipta Kerja relatif tidak begitu banyak karena substansi dari UU Nomor 3/2020 tersebut telah sesuai dengan roh dan prinsip dari UU Cipta Kerja itu sendiri. Jika melihat tata waktu pengundangannya, menjadi cukup logis jika UU Nomor 3/2020 yang diundangkan pada 10 Juni 2020 telah memiliki kesesuaian dengan UU Nomor 11/2020 yang diundangkan pada 2 November 2020.
Dalam perspektif makroekonomi dan keuangan negara, pemberian perlakuan khusus kepada sektor batubara melalui UU Cipta Kerja tersebut relatif dapat dipahami. Berdasarkan perkembangan yang ada, kontribusi sektor batubara terhadap penerimaan negara, perolehan devisa, penyerapan tenaga kerja, dan pembentukan PDB nasional mengalami peningkatan. Hal tersebut kemungkinan yang menjadi basis pemerintah untuk memberikan perhatian khusus terhadap sektor batubara.
Berdasarkan kondisi yang ada, peran sektor batubara terhadap perekonomian nasional untuk beberapa tahun ke depan kemungkinan semakin meningkat. Struktur perekonomian Indonesia yang saat ini lebih banyak dikontribusikan oleh sektor-sektor ekonomi yang padat energi—khususnya listrik—kemungkinan akan mengalami penurunan produktivitas dan daya saing jika kegiatan sektor batubara terganggu.
Pada tingkatan tertentu kemudahan dalam akses tenaga listrik, termasuk biaya pemanfaatannya, akan menjadi penentu tingkat produktivitas dan daya saing perekonomian nasional. Hal tersebut karena porsi biaya listrik dalam struktur biaya produksi sektor industri manufaktur dan jasa-jasa yang notabene sebagai kontributor utama pembentuk PDB Indonesia cukup signifikan. Karena itu, jika biaya produksi listrik dapat lebih murah maka potensi peningkatan daya saing dan produktivitas perekonomian nasional juga semakin besar. Kondisi yang ada tersebut kemungkinan yang menyebabkan mengapa sebagian besar pembangkit listrik nasional saat ini menggunakan batubara. Hal itu karena jika dibandingkan dengan sumber energi fosil yang lain, batubara tercatat sebagai sumber energi primer pembangkit yang paling murah.
Direktur Eksekutif ReforMiner Institute, Pengajar Program Magister Ilmu Ekonomi Universitas Trisakti
DALAM Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, sektor batubara tercatat diberi perhatian khusus. Terhadap UU Mineral dan Batubara Nomor 4/2009 jo UU Nomor 3/2020, UU Cipta Kerja hanya menyisipkan satu pasal, yaitu Pasal 128A di antara Pasal 128 dan Pasal 129, serta mengubah ketentuan Pasal 162.
Substansi dari Pasal 128A adalah memberikan insentif bagi pengusahaan batubara. Dalam hal ini kegiatan usaha batubara diberikan perlakuan khusus terhadap kewajiban penerimaan negara. Untuk pelaku usaha di sektor batubara yang melakukan peningkatan nilai tambah batubara akan dibebaskan dari kewajiban membayar royalti. Adapun substansi dari Pasal 162 adalah mengatur sanksi bagi pihak-pihak yang mengganggu kegiatan usaha pertambangan dari pemegang izin usaha pertambangan (IUP), izin usaha pertambangan khusus (IUPK), izin pertambangan rakyat (IPR), atau surat izin penambangan batuan (SIPB).
Substansi Perubahan
Secara keseluruhan saya menilai perubahan, penghapusan, dan penambahan ketentuan UU Mineral dan Batubara di dalam UU Cipta Kerja relatif tidak begitu banyak karena substansi dari UU Nomor 3/2020 tersebut telah sesuai dengan roh dan prinsip dari UU Cipta Kerja itu sendiri. Jika melihat tata waktu pengundangannya, menjadi cukup logis jika UU Nomor 3/2020 yang diundangkan pada 10 Juni 2020 telah memiliki kesesuaian dengan UU Nomor 11/2020 yang diundangkan pada 2 November 2020.
Dalam perspektif makroekonomi dan keuangan negara, pemberian perlakuan khusus kepada sektor batubara melalui UU Cipta Kerja tersebut relatif dapat dipahami. Berdasarkan perkembangan yang ada, kontribusi sektor batubara terhadap penerimaan negara, perolehan devisa, penyerapan tenaga kerja, dan pembentukan PDB nasional mengalami peningkatan. Hal tersebut kemungkinan yang menjadi basis pemerintah untuk memberikan perhatian khusus terhadap sektor batubara.
Berdasarkan kondisi yang ada, peran sektor batubara terhadap perekonomian nasional untuk beberapa tahun ke depan kemungkinan semakin meningkat. Struktur perekonomian Indonesia yang saat ini lebih banyak dikontribusikan oleh sektor-sektor ekonomi yang padat energi—khususnya listrik—kemungkinan akan mengalami penurunan produktivitas dan daya saing jika kegiatan sektor batubara terganggu.
Pada tingkatan tertentu kemudahan dalam akses tenaga listrik, termasuk biaya pemanfaatannya, akan menjadi penentu tingkat produktivitas dan daya saing perekonomian nasional. Hal tersebut karena porsi biaya listrik dalam struktur biaya produksi sektor industri manufaktur dan jasa-jasa yang notabene sebagai kontributor utama pembentuk PDB Indonesia cukup signifikan. Karena itu, jika biaya produksi listrik dapat lebih murah maka potensi peningkatan daya saing dan produktivitas perekonomian nasional juga semakin besar. Kondisi yang ada tersebut kemungkinan yang menyebabkan mengapa sebagian besar pembangkit listrik nasional saat ini menggunakan batubara. Hal itu karena jika dibandingkan dengan sumber energi fosil yang lain, batubara tercatat sebagai sumber energi primer pembangkit yang paling murah.
tulis komentar anda