Perempuan di Desa Jadi Perhatian Penting Pembangunan Bangsa
Rabu, 11 November 2020 - 16:46 WIB
JAKARTA - Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transgmigrasi telah menetapkan arah pembangunan desa hingga tahun 2030 mendatang yang disebut dengan SDGs Desa dengan merujuk pada Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan.
SDGs Desa adalah pembangunan total atas desa. Seluruh aspek pembangunan harus dirasakan manfaatnya oleh warga desa tanpa ada yang terlewat (no one left behind) yang mengarah pada 18 tujuan pembangunan berkelanjutan.
Salah satu segmen dari SDGs Desa ini adalah Desa Ramah Perempuan. "Ini jadi perhatian karena Perempuan termasuk menentukan arah pembangunan bangsa," kata Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi dalam pernyataan pers virtual, Rabu (11/11/2020).
Sejumlah data dan fakta disajikan Gus Menteri, sapaan akrabnya, seperti proporsi perempuan yang biasa menggunakan telepon genggam cenderung lebih rendah daripada laki-laki yang artinya, jaringan komunikasi dan peluang memperoleh pengetahuan secara mandiri bagi perempuan lebih rendah daripada laki-laki.
Meskipun cenderung meningkat, proporsi jabatan manager untuk perempuan cenderung jauh lebih rendah daripada laki-laki, artinya, memang ada peningkatan posisi pekerjaan kelas menengah bagi perempuan, namun proporsinya masih jauh lebih rendah daripada laki-laki. Ini menandakan belum terwujud kesetaraan gender untuk mendapatkan pekerjaan yang layak.
"Belum ada kesetaraan di ruang publik ini bisa dilihat kursi parlemen yang diduduki perempuan cenderung jauh lebih rendah daripada laki-laki. Perempuan yang duduki kursi parlemen didaerah lebih tinggi dibanding di pusat. Ini artinya posisi perempuan dalam ruang publik dan penentuan arah pembangunan masyarakat masih rendah," kata Doktor Honoris Causa dari UNY ini.
Hal lain, kekerasan seksual yang dialami perempuan di kota lebih tinggi daripada di desa. Namun, kekerasan di desa cenderung pada pemerkosaan (seksual kontak) sementara di kota cenderung pada pelecehan (tanpa kontak seksual). Olehnya, dibutuhkan kebijakan represif bagi pelaku dan kebijakan rehabilitatif bagi korban (perempuan muda).
Gus Menteri mengatakan, masih terjadi ketidaksetaraan gender yang masih terjadi lebih bersifat struktural, sehingga membutuhkan kebijakan yang memihak perempuan. Perlunya arah kebijakan utnuk meningkatkan partisipasi perempuan, melindungi perempuang dan meningkatkan akses dalam ranah publik.
"Olehnya, Desa Ramah Perempuan dalam SDGs Desa harus diwujudkan. Untuk bisa mengukur, kami pun menyusun sejumlah indikator-indikator untuk menilai Desa Ramah Perempuan," kata Mantan Ketua DPRD Jawa Timur ini.
SDGs Desa adalah pembangunan total atas desa. Seluruh aspek pembangunan harus dirasakan manfaatnya oleh warga desa tanpa ada yang terlewat (no one left behind) yang mengarah pada 18 tujuan pembangunan berkelanjutan.
Salah satu segmen dari SDGs Desa ini adalah Desa Ramah Perempuan. "Ini jadi perhatian karena Perempuan termasuk menentukan arah pembangunan bangsa," kata Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi dalam pernyataan pers virtual, Rabu (11/11/2020).
Sejumlah data dan fakta disajikan Gus Menteri, sapaan akrabnya, seperti proporsi perempuan yang biasa menggunakan telepon genggam cenderung lebih rendah daripada laki-laki yang artinya, jaringan komunikasi dan peluang memperoleh pengetahuan secara mandiri bagi perempuan lebih rendah daripada laki-laki.
Meskipun cenderung meningkat, proporsi jabatan manager untuk perempuan cenderung jauh lebih rendah daripada laki-laki, artinya, memang ada peningkatan posisi pekerjaan kelas menengah bagi perempuan, namun proporsinya masih jauh lebih rendah daripada laki-laki. Ini menandakan belum terwujud kesetaraan gender untuk mendapatkan pekerjaan yang layak.
"Belum ada kesetaraan di ruang publik ini bisa dilihat kursi parlemen yang diduduki perempuan cenderung jauh lebih rendah daripada laki-laki. Perempuan yang duduki kursi parlemen didaerah lebih tinggi dibanding di pusat. Ini artinya posisi perempuan dalam ruang publik dan penentuan arah pembangunan masyarakat masih rendah," kata Doktor Honoris Causa dari UNY ini.
Hal lain, kekerasan seksual yang dialami perempuan di kota lebih tinggi daripada di desa. Namun, kekerasan di desa cenderung pada pemerkosaan (seksual kontak) sementara di kota cenderung pada pelecehan (tanpa kontak seksual). Olehnya, dibutuhkan kebijakan represif bagi pelaku dan kebijakan rehabilitatif bagi korban (perempuan muda).
Gus Menteri mengatakan, masih terjadi ketidaksetaraan gender yang masih terjadi lebih bersifat struktural, sehingga membutuhkan kebijakan yang memihak perempuan. Perlunya arah kebijakan utnuk meningkatkan partisipasi perempuan, melindungi perempuang dan meningkatkan akses dalam ranah publik.
"Olehnya, Desa Ramah Perempuan dalam SDGs Desa harus diwujudkan. Untuk bisa mengukur, kami pun menyusun sejumlah indikator-indikator untuk menilai Desa Ramah Perempuan," kata Mantan Ketua DPRD Jawa Timur ini.
Lihat Juga :
tulis komentar anda