Dana Otsus Aceh Dipotong, Anggota DPR Ini Surati Jokowi
Sabtu, 09 Mei 2020 - 09:10 WIB
JAKARTA - Anggota DPR RI asal Aceh, Rafli, menyurati Presiden Joko Widodo (Jokowi) lantaran Dana Otonomi Khusus Aceh (DOKA) terpangkas. Surat yang ditandatangani Rafli pada Jumat 8 Mei 2020 itu ditembuskan kepada Menteri Keuangan RI, Menteri Dalam Negeri RI, Kepala Bappenas, Gubernur Aceh, dan Ketua DPRA.
Isi surat Rafli tersebut di antaranya terkait bahwa Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2020 tentang Perubahan Postur dan Rincian APBN Tahun anggaran 2020. Kemudian, bahwa Keputusan Presiden Nomor 12 tahun 2020 tentang Penetapan Bencana non–alam Penyebaran Covid-19 sebagai Bencana Nasional.
"Bahwa Keputusan Bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Keuangan Nomor Nomor 119/2813/SJ dan Nomor 117/KMK.07/2020 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun 2020 dalam rangka penanganan Covid-19 serta pengamanan daya beli masyarakat dan perekonomian nasional," ujar Rafli dalam keterangan tertulisnya kepada SINDOnews, Sabtu (9/5/2020).
Dia melanjutkan bahwa dengan dikeluarkannya Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2020 yang telah mengurangi penerimaan Dana Otonomi Khusus Bagi Aceh (DOKA) yang semula berjumlah Rp8,374 triliun menjadi Rp7,555 triliun, dengan demikian telah terjadi pemangkasan terhadap DOKA sejumlah 9,78 % atau dalam angka Rp819 miliar. (Baca Juga: Kemiskinan Masih Tinggi, Jokowi Pertanyakan Dana Otsus Aceh Rp8 Triliun).
"Sebagaimana dengan dinamika tersebut maka untuk itu kami atas nama anggota Legislator DPR RI Perwakilan Aceh, dapat kiranya menyampaikan paradigma konstruktif sebagai berikut ini," ujar Rafli.
Dia mengatakan, Pasal 183 ayat (1) Undang-undang Nomor 11 tahun 2006 Pemerintahan Aceh yaitu Dana Otonomi Khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 179 ayat (2) huruf c, merupakan penerimaan Pemerintah Aceh yang ditujukan untuk membiayai pembangunan terutama pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur, pemberdayaan ekonomi rakyat, pengentasan kemiskinan, serta pendanaan pendidikan, sosial, dan kesehatan.
Dia menambahkan, Pasal 183 ayat (2) Undang-undang Nomor 11 tahun 2006 Pemerintahan Aceh yaitu Dana Otonomi Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku untuk jangka waktu 20 (dua puluh) tahun, dengan rincian untuk tahun pertama sampai dengan tahun kelima belas yang besarnya setara dengan 2% (dua persen) plafon Dana Alokasi Umum Nasional dan untuk tahun keenam belas sampai dengan tahun kedua puluh yang besarnya setara dengan 1% (satu persen) plafon Dana Alokasi Umum Nasional.
Dia menuturkan, pada tahun 2019 Badan Pusat Statistik (BPS) Aceh menyatakan provinsi paling barat Indonesia tersebut masih menempati urutan pertama daerah termiskin di Sumatera, dan berada di posisi ke enam provinsi termiskin secara nasional yaitu pada September 2019, jumlah penduduk miskin di Aceh mencapai 810 ribu orang atau 15,01 persen, atau berkurang 9 ribu orang dibandingkan pada Maret 2019 yang mencapai 819 ribu orang atau 15,32 persen.
Pada tanggal 22 Februari 2020, dalam Acara Kenduri Kebangsaan di Bireun, Presiden Jokowi menyatakan bahwa Provinsi Aceh harus focus pada pengentasan kemiskinan karena Dana Otonomi Khusus belum menjawab persoalan kemiskinan di Aceh sejumlah 15 %. (Baca Juga: IDI Minta Kebijakan Pelonggaran Moda Transportasi di Tengah Pandemi Ditinjau Ulang).
Isi surat Rafli tersebut di antaranya terkait bahwa Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2020 tentang Perubahan Postur dan Rincian APBN Tahun anggaran 2020. Kemudian, bahwa Keputusan Presiden Nomor 12 tahun 2020 tentang Penetapan Bencana non–alam Penyebaran Covid-19 sebagai Bencana Nasional.
"Bahwa Keputusan Bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Keuangan Nomor Nomor 119/2813/SJ dan Nomor 117/KMK.07/2020 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun 2020 dalam rangka penanganan Covid-19 serta pengamanan daya beli masyarakat dan perekonomian nasional," ujar Rafli dalam keterangan tertulisnya kepada SINDOnews, Sabtu (9/5/2020).
Dia melanjutkan bahwa dengan dikeluarkannya Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2020 yang telah mengurangi penerimaan Dana Otonomi Khusus Bagi Aceh (DOKA) yang semula berjumlah Rp8,374 triliun menjadi Rp7,555 triliun, dengan demikian telah terjadi pemangkasan terhadap DOKA sejumlah 9,78 % atau dalam angka Rp819 miliar. (Baca Juga: Kemiskinan Masih Tinggi, Jokowi Pertanyakan Dana Otsus Aceh Rp8 Triliun).
"Sebagaimana dengan dinamika tersebut maka untuk itu kami atas nama anggota Legislator DPR RI Perwakilan Aceh, dapat kiranya menyampaikan paradigma konstruktif sebagai berikut ini," ujar Rafli.
Dia mengatakan, Pasal 183 ayat (1) Undang-undang Nomor 11 tahun 2006 Pemerintahan Aceh yaitu Dana Otonomi Khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 179 ayat (2) huruf c, merupakan penerimaan Pemerintah Aceh yang ditujukan untuk membiayai pembangunan terutama pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur, pemberdayaan ekonomi rakyat, pengentasan kemiskinan, serta pendanaan pendidikan, sosial, dan kesehatan.
Dia menambahkan, Pasal 183 ayat (2) Undang-undang Nomor 11 tahun 2006 Pemerintahan Aceh yaitu Dana Otonomi Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku untuk jangka waktu 20 (dua puluh) tahun, dengan rincian untuk tahun pertama sampai dengan tahun kelima belas yang besarnya setara dengan 2% (dua persen) plafon Dana Alokasi Umum Nasional dan untuk tahun keenam belas sampai dengan tahun kedua puluh yang besarnya setara dengan 1% (satu persen) plafon Dana Alokasi Umum Nasional.
Dia menuturkan, pada tahun 2019 Badan Pusat Statistik (BPS) Aceh menyatakan provinsi paling barat Indonesia tersebut masih menempati urutan pertama daerah termiskin di Sumatera, dan berada di posisi ke enam provinsi termiskin secara nasional yaitu pada September 2019, jumlah penduduk miskin di Aceh mencapai 810 ribu orang atau 15,01 persen, atau berkurang 9 ribu orang dibandingkan pada Maret 2019 yang mencapai 819 ribu orang atau 15,32 persen.
Pada tanggal 22 Februari 2020, dalam Acara Kenduri Kebangsaan di Bireun, Presiden Jokowi menyatakan bahwa Provinsi Aceh harus focus pada pengentasan kemiskinan karena Dana Otonomi Khusus belum menjawab persoalan kemiskinan di Aceh sejumlah 15 %. (Baca Juga: IDI Minta Kebijakan Pelonggaran Moda Transportasi di Tengah Pandemi Ditinjau Ulang).
tulis komentar anda