Gelar Bintang Mahaputra Bisa Jadi Pisau Bermata Dua, Gatot Disarankan Tiru Duo F
Rabu, 04 November 2020 - 08:32 WIB
JAKARTA - Kiprah mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo terus menuai sorotan publik. Setelah ramai dengan statmennya tentang isu kebangkitan PKI, pria yang saat ini aktif dan dapat dikatakan sebagai pentolan Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia ( KAMI ) kembali menjadi perbincangan publik.
(Baca juga : Indonesia Resmi Resesi, BPS: Pertumbuhan Ekonomi Kuartal III/2020 Minus 3,49% )
Tapi kali ini bukan sikap kritisnya kepada Pemerintahan Jokowi, melainkan justru rencana Presiden Jokowi yang akan memberikan gelar Bintang Mahaputra kepada Gatot pada 10 atau 11 November mendatang. Pemberian gelar ini dianggap hak yang harus diterima Gatot sebagaimana mantan Panglima TNI yang lain juga menerimanya. (Baca juga: Pemberian Bintang Mahaputra kepada Gatot Nurmantyo Bernilai Politis)
Menanggapi wacana pemberian gelar ini, Direktur Eksekutif Sudut Demokrasi Research and Analysis (Sudra), Fadhli Harahab mengumpamakan bak 'pisau bermata dua' baik untuk Gatot maupun pemerintah. "Bisa tumpul untuk Gatot dan tajam bagi pemerintah, begitu juga sebaliknya," ujar Fadhli saat dihubungi SINDOnews, Rabu (4/11/2020).
(Baca juga : Mau Ikutan Boikot Produk Prancis? Cek Dulu Meteran Listrik di Rumah, Bos! )
Artinya, menurut Fadhli, Gatot yang selama ini dikenal kritis kepada Pemerintahan Jokowi tengah diuji daya kritisnya apakah masih tetap sama atau justru mengendor. Sebaliknya, bagi pemerintah pemberian gelar kepada tokoh yang berseberangan secara politik juga akan memberikan dampak negatif terhadap perkembangan demokrasi.
(Baca juga : KPU AS Gunakan Teknologi Ini untuk Pemungutan Suara Pilpres Amerika )
Alumni UIN Jakarta itu mengaku khawatir daya kritis dari tokoh publik akan mengendor karena yang bersangkutan menyandang sebuah gelar dari pemerintah. "Tapi harus diapresiasi sikap kenegarawanan Pak Jokowi. Dia akan tercatat dalam sejarah sebagai presiden yang tidak sensitif terhadap perbedaan politik, termasuk kepada lawan-lawan politiknya," jelasnya.
Untuk itu, Fadhli menyarankan setelah menerima gelar tersebut, Gatot harus tetap konsisten di garis perjuangannya untuk mengkritisi kebijakan pemerintah. Fadhli pun mengingatkan pemberian gelar yang sama diterima mantan Pimpinan DPR yakni Fahri Hamzah dan Fadli Zon, keduanya tetap kritis meski diganjar gelar Bintang Mahaputra dari Presiden Jokowi. (Baca juga: Gatot Nurmantyo Dapat Penghargaan, Mahfud MD: Pasti Ada yang Menyoal)
"Sampai saat ini kita sering liat tuh 'duo F' Senayan (merujuk Fahri dan Fadli) masih membabi buta kritisi kebijakan pemerintah. Dia (Fadli Zon) seperti pura-pura lupa kalau partainya sekarang sudah di gerbong pemerintah," pungkas dia.
Lihat Juga: 6 Menteri Perdagangan Sedekade Terakhir, Nomor 2 Jadi Tersangka Dugaan Korupsi Importasi Gula
(Baca juga : Indonesia Resmi Resesi, BPS: Pertumbuhan Ekonomi Kuartal III/2020 Minus 3,49% )
Tapi kali ini bukan sikap kritisnya kepada Pemerintahan Jokowi, melainkan justru rencana Presiden Jokowi yang akan memberikan gelar Bintang Mahaputra kepada Gatot pada 10 atau 11 November mendatang. Pemberian gelar ini dianggap hak yang harus diterima Gatot sebagaimana mantan Panglima TNI yang lain juga menerimanya. (Baca juga: Pemberian Bintang Mahaputra kepada Gatot Nurmantyo Bernilai Politis)
Menanggapi wacana pemberian gelar ini, Direktur Eksekutif Sudut Demokrasi Research and Analysis (Sudra), Fadhli Harahab mengumpamakan bak 'pisau bermata dua' baik untuk Gatot maupun pemerintah. "Bisa tumpul untuk Gatot dan tajam bagi pemerintah, begitu juga sebaliknya," ujar Fadhli saat dihubungi SINDOnews, Rabu (4/11/2020).
(Baca juga : Mau Ikutan Boikot Produk Prancis? Cek Dulu Meteran Listrik di Rumah, Bos! )
Artinya, menurut Fadhli, Gatot yang selama ini dikenal kritis kepada Pemerintahan Jokowi tengah diuji daya kritisnya apakah masih tetap sama atau justru mengendor. Sebaliknya, bagi pemerintah pemberian gelar kepada tokoh yang berseberangan secara politik juga akan memberikan dampak negatif terhadap perkembangan demokrasi.
(Baca juga : KPU AS Gunakan Teknologi Ini untuk Pemungutan Suara Pilpres Amerika )
Alumni UIN Jakarta itu mengaku khawatir daya kritis dari tokoh publik akan mengendor karena yang bersangkutan menyandang sebuah gelar dari pemerintah. "Tapi harus diapresiasi sikap kenegarawanan Pak Jokowi. Dia akan tercatat dalam sejarah sebagai presiden yang tidak sensitif terhadap perbedaan politik, termasuk kepada lawan-lawan politiknya," jelasnya.
Untuk itu, Fadhli menyarankan setelah menerima gelar tersebut, Gatot harus tetap konsisten di garis perjuangannya untuk mengkritisi kebijakan pemerintah. Fadhli pun mengingatkan pemberian gelar yang sama diterima mantan Pimpinan DPR yakni Fahri Hamzah dan Fadli Zon, keduanya tetap kritis meski diganjar gelar Bintang Mahaputra dari Presiden Jokowi. (Baca juga: Gatot Nurmantyo Dapat Penghargaan, Mahfud MD: Pasti Ada yang Menyoal)
"Sampai saat ini kita sering liat tuh 'duo F' Senayan (merujuk Fahri dan Fadli) masih membabi buta kritisi kebijakan pemerintah. Dia (Fadli Zon) seperti pura-pura lupa kalau partainya sekarang sudah di gerbong pemerintah," pungkas dia.
Lihat Juga: 6 Menteri Perdagangan Sedekade Terakhir, Nomor 2 Jadi Tersangka Dugaan Korupsi Importasi Gula
(kri)
tulis komentar anda