Manfaatkan Kearifan Lokal, Warga Ganesha Mukti Mampu Menjaga Ketahanan Pangan
Senin, 26 Oktober 2020 - 15:59 WIB
PALEMBANG - Bertepatan dengan Hari Ketahanan Pangan Dunia dan masih maraknya pandemi Covid-19 , isu ketahanan pangan menjadi penting. Tidak hanya bagi pemerintah juga bagi masyarakat.
Isu ini menyeruak karena adanya kebutuhan masyarakat terhadap pangan yang bermutu dan asupan gizi yang dapat menunjang daya tahan tubuh.Banyak program yang dikembangkan untuk mengentaskan isu ketahanan pangan ini. Lahan gambut tipis yang memiliki fungsi budidaya juga ikut dilirik. (Baca juga: Pengembangan Ekonomi Hijau Butuh Terobosan Sains)
Kabar baik dari lahan gambut datang dari Desa Ganesha Mukti, Kecamatan Muara Sugihan, Sumatera Selatan. Warga yang juga berprofesi sebagai petani telah menerapkan pertanian alami tanpa membakar lahan dan juga telah berhasil menyediakan cadangan pangan rumah tangganya.
Kepala Desa Ganesha Mukti, Tuwon mengatakan, pertanian alami yang diterapkan adalah sistem tabur benih langsung. Sistem ini muncul karena warga tidak menginginkan terjadi kebakaran lagi di desanya. "Kami tidak mau terulang lagi kebakaran lahan, juga sudah ada larangan membakar," katanya.
Sistem ini juga bersinergi dengan konsep Pengelolaan Lahan Tanpa Bakar (PLTB) yang digagas oleh Badan Restorasi Gambut (BRG) . Saat ini, warga telah mampu menghasilkan 4.800 ton beras putih, ratusan ton beras merah, dan berton-ton beras hitam dari areal pertanian seluas 1.200 hektare. "Itu dihasilkan sekali panen. Ini baru satu kali," ujarnya.
Menurut Tuwon, PLTB membawa dampak positif karena mampu menjaga lahan gambut dari kebakaran, memenuhi kebutuhan pangan warga, dan menambah penghasilan. (Baca juga: Ketahanan Pangan, BRG Gelar Pelatihan Kelola Lahan Tanpa Bakar di Merauke)
Simpan Gabah Kering
Tuwon mengatakan, di masa pandemi ini warga desa tak begitu terpengaruh. Terutama mengenai pasokan pangan. Klaim ini bukan tanpa alasan. Dia menyebut, sejak dahulu warga selalu menyimpan gabah kering di rumah masing-masing. "Jadi ada budaya sejak saya kecil, stok makan keluarga harus dicukupi. Sisanya baru dijual," ucap dia.
Sistem ini dapat memastikan terpenuhinya kebutuhan pangan warga. Setiap kepala keluarga minimal punya cadangan 20 karung gabah kering. "Kalau kita giling, 1 karung itu kisaran 45 kg," ujar Ketua Kelompok Wanita Tani Srikandi Ganesha Mukti, Siti Sari.
Isu ini menyeruak karena adanya kebutuhan masyarakat terhadap pangan yang bermutu dan asupan gizi yang dapat menunjang daya tahan tubuh.Banyak program yang dikembangkan untuk mengentaskan isu ketahanan pangan ini. Lahan gambut tipis yang memiliki fungsi budidaya juga ikut dilirik. (Baca juga: Pengembangan Ekonomi Hijau Butuh Terobosan Sains)
Kabar baik dari lahan gambut datang dari Desa Ganesha Mukti, Kecamatan Muara Sugihan, Sumatera Selatan. Warga yang juga berprofesi sebagai petani telah menerapkan pertanian alami tanpa membakar lahan dan juga telah berhasil menyediakan cadangan pangan rumah tangganya.
Kepala Desa Ganesha Mukti, Tuwon mengatakan, pertanian alami yang diterapkan adalah sistem tabur benih langsung. Sistem ini muncul karena warga tidak menginginkan terjadi kebakaran lagi di desanya. "Kami tidak mau terulang lagi kebakaran lahan, juga sudah ada larangan membakar," katanya.
Sistem ini juga bersinergi dengan konsep Pengelolaan Lahan Tanpa Bakar (PLTB) yang digagas oleh Badan Restorasi Gambut (BRG) . Saat ini, warga telah mampu menghasilkan 4.800 ton beras putih, ratusan ton beras merah, dan berton-ton beras hitam dari areal pertanian seluas 1.200 hektare. "Itu dihasilkan sekali panen. Ini baru satu kali," ujarnya.
Menurut Tuwon, PLTB membawa dampak positif karena mampu menjaga lahan gambut dari kebakaran, memenuhi kebutuhan pangan warga, dan menambah penghasilan. (Baca juga: Ketahanan Pangan, BRG Gelar Pelatihan Kelola Lahan Tanpa Bakar di Merauke)
Simpan Gabah Kering
Tuwon mengatakan, di masa pandemi ini warga desa tak begitu terpengaruh. Terutama mengenai pasokan pangan. Klaim ini bukan tanpa alasan. Dia menyebut, sejak dahulu warga selalu menyimpan gabah kering di rumah masing-masing. "Jadi ada budaya sejak saya kecil, stok makan keluarga harus dicukupi. Sisanya baru dijual," ucap dia.
Sistem ini dapat memastikan terpenuhinya kebutuhan pangan warga. Setiap kepala keluarga minimal punya cadangan 20 karung gabah kering. "Kalau kita giling, 1 karung itu kisaran 45 kg," ujar Ketua Kelompok Wanita Tani Srikandi Ganesha Mukti, Siti Sari.
tulis komentar anda