Politikus PDIP Sebut Aksi 1310 Tak Fokus dan Bukan Soal Omnibus Law Saja

Rabu, 14 Oktober 2020 - 15:29 WIB
Politikus PDIP Kapitra Ampera menilai, bahwa Aksi 1310 tidak murni menolak Undang-Undang (UU) Cipta Kerja yang telah disetujui DPR bersama Pemerintah. Foto/SINDOnews
JAKARTA - Politikus PDI Perjuangan (PDIP) Kapitra Ampera menilai, demo yang digelar pada Selasa (13/10/2020) atau disebut Aksi 1310 tidak murni menolak Undang-Undang (UU) Cipta Kerja yang telah disetujui DPR bersama Pemerintah.

(Baca juga: Kembali Usut Kasus Korupsi e-KTP, KPK Periksa Eks PNS BPPT)

Kapitra menyebut demo tersebut justru bertujuan ingin menggulingkan Presiden Joko Widodo alias Jokowi. Kapitra mengatakan hal itu karena melihat isu yang dibawa dalam aksi kali ini tidak satu.



(Baca juga: Kontrak Selesai, 36 Pelaut WNI Dipulangkan dari Afrika Selatan)

Ada sejumlah tuntutan lain yang menurutnya disuarakan pengunjuk rasa. Diketahui, Aksi 1310 dilakukan oleh Front Pembela Islam (FPI), Persaudaraan Alumni (PA) 212, GNPF Ulama dan beberapa elemen lain yang tergabung dalam Anak NKRI

"Saya melihat demo ini demo yang tidak fokus, demo yang tidak kontekstual, melebar kemana-mana dan nampak sekali demo ini tidak berkaitan dengan UU. Demo ini sebagai pintu masuk aja bagaimana ingin menjatuhkan pak Jokowi sebagai Presiden,” kata Kapitra, Rabu (14/10/2020).

Politikus yang berlatar pengacara ini melihat massa yang merupakan gabungan dari beberapa ormas Islam itu sengaja membentuk framing kebencian kepada Presiden Jokowi. Pasalnya massa aksi masih menuntut UU Haluan Ideologi Pancasila dalam aksi mereka, padahal UU tersebut telah ditunda pembahasannya.

"Enggak ada fokusnya mereka, enggak bisa bedakan mana UU Omnibus Law, mana UU Cipta Kerja, terus merambah lagi ke UU HIP. Segala pandangan dan argumentasi disampaikan demi membuat framing, pemerintah telah salah dalam mengambil kebijakan," tukasnya.

Menurut dia, demonstrasi bukanlah pilihan yang bijak dalam mengemukakan aspirasi karena berpotensi dilakukan secara anarkis, menimbulkan korban dan merusak berbagai fasilitas umum, namun tidak akan tertuju terhadap tercapainya keinginan peserta aksi.

"Jika benar dugaan adanya agenda tersembunyi Aksi untuk menjatuhkan pemerintah dengan cara-cara yang tidak konstitusional, maka hal tersebut merupakan tindakan Makar sebagaimana yang diatur di dalam ketentuan 107 KUHP," ujarnya.

Dia menyebutkan, seruan-seruan ketidakpercayaan dan ajakan menjatuhkan pemerintah dilakukan meraka selama ini sudah masuk dalam makar politik, bukan lagi sekadar kritikan terhadap pemerintah.

"Intinya mereka ingin ganti presiden, bukan lagi koreksi konstruksi terhadap kinerja presiden atau pemrintah tapi sudah masuk kepada makar politik," tutupnya.
(maf)
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More