Menguak Jalur Tikus Perbatasan RI-Malaysia
Rabu, 14 Oktober 2020 - 08:02 WIB
JAKARTA - Jalur tikus di perbatasan negara berpotensi besar menimbulkan kegiatan ilegal. Melalui perbatasan yang tak diawasi, potensi penyelundupan narkotika, barang kimia berbahaya, detonator bom, bom ikan, perdagangan manusia, penyelundupan senjata, hingga aksi terorisme akan mengancam keamanan negara.
Tak hanya itu, lalu lintas barang yang tidak terkontrol otomatis akan mengurangi pendapatan negara dari bea masuk dan bea keluar. Hal itu kemudian menghilangkan biaya yang seharusnya masuk ke kas negara dan menambah anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN). (Baca: Hukum Bercakap-cakap Ketika Melkukan Jimak)
Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) bersama Imigrasi dan TNI belum lama ini meninjau langsung 29 titik lintas batas tidak resmi pada garis perbatasan Indonesia – Malaysia di Kabupaten Sambas dan Bengkayang, Provinsi Kalimantan Barat. Tim menelusuri dan mengidentifikasi satu per satu jalur lintas tersebut untuk ditata selanjutnya dilakukan penanganan yang tepat agar tidak menjadi masalah dan ancaman besar di kemudian hari.
Sebaran titik lintas batas tidak resmi itu berada di Kabupaten Sambas, tepatnya di Kecamatan Paloh (Desa Temajuk 2 titik) dan Kecamatan Sajingan Besar (Desa Sei Bening 1 titik, dan Desa Sebunga 2 titik). Sementara di Kabupaten Bengkayang berada pada Kecamatan Jagoi Babang (Desa Pareh 2 titik dan Desa Semunying 7 titik, Desa Semunying Jaya 1 titik, Desa Sekida 4 titik, Desa Jagoi Babang 6 titik, dan Desa Siding 4 titik).
Seperti diketahui, perbatasan darat RI–Malaysia di Kalimantan Barat dengan Sarawak Malaysia berada di lima kabupaten, yakni Sambas, Bengkayang, Sanggau, Sintang, dan Kapuas Hulu dengan panjang garis batas 966 kilometer, melintasi 98 desa dan 14 kecamatan. Sepanjang garis batas darat tersebut, kedua negara sudah menyepakati titik perlintasan resmi terdiri atas 12 titik gerbang berupa pos lintas batas (PLB) tradisional dan tiga titik gerbang berupa pos lintas batas negara (PLBN).
PLB tradisional dikelola Direktorat Jenderal Imigrasi dan Kementerian Hukum dan HAM RI dengan pelayanan yang diberikan untuk perlintasan orang sesuai border cross agreement, menggunakan pas lintas batas. Sementara tiga PLBN dikelola oleh BNPP sebagai pintu gerbang atau beranda negara untuk melayani perlintasan orang dan barang dengan dokumen perjalanan yang berlaku berupa paspor dan pas lintas batas. (Baca juga: Kenali Bahaya Virus Rotavirus yang Bisa Mematikan)
“Berdasarkan data Satgas Pengamanan Perbatasan (Pamtas) TNI ke-29, titik lintas batas tidak resmi itu tersebar di 9 desa dan 3 kecamatan di Kabupaten Sambas dan Bengkayang,” ujar Deputi Bidang Pengelolaan Batas Wilayah Negara BNPP Robert Simbolon.
Menurut dia, BNPP akan menambahkan PLBN sebagai upaya menertibkan lalu lintas orang dan barang. Jika tidak, lalu lintas perbatasan tidak akan terkontrol sehingga menimbulkan lalu lintas orang maupun barang secara ilegal. Robert mencontohkan dengan adanya jalur tikus itu menimbulkan berbagai kegiatan ilegal mulai dari perlintasan orang, sembako, hingga hal-hal yang berbahaya. “Melalui perbatasan yang tak diawasi, potensi penyelundupan akan mengancam keamanan negara,” ungkapnya.
Tim survei juga mendata kebutuhan mendesak salah satu desa yang berada di ujung Kabupaten Sambas, yakni Desa Temajuk. Menurut Robert, Desa Temajuk yang berbatasan dengan wilayah negara Malaysia mempunyai beberapa kebutuhan mendesak antara lain penguatan signal karena meskipun di Desa Temajuk sudah menggunakan sistem 4G, itu tidak fungsional karena tidak adanya bandwidth.
Tak hanya itu, lalu lintas barang yang tidak terkontrol otomatis akan mengurangi pendapatan negara dari bea masuk dan bea keluar. Hal itu kemudian menghilangkan biaya yang seharusnya masuk ke kas negara dan menambah anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN). (Baca: Hukum Bercakap-cakap Ketika Melkukan Jimak)
Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) bersama Imigrasi dan TNI belum lama ini meninjau langsung 29 titik lintas batas tidak resmi pada garis perbatasan Indonesia – Malaysia di Kabupaten Sambas dan Bengkayang, Provinsi Kalimantan Barat. Tim menelusuri dan mengidentifikasi satu per satu jalur lintas tersebut untuk ditata selanjutnya dilakukan penanganan yang tepat agar tidak menjadi masalah dan ancaman besar di kemudian hari.
Sebaran titik lintas batas tidak resmi itu berada di Kabupaten Sambas, tepatnya di Kecamatan Paloh (Desa Temajuk 2 titik) dan Kecamatan Sajingan Besar (Desa Sei Bening 1 titik, dan Desa Sebunga 2 titik). Sementara di Kabupaten Bengkayang berada pada Kecamatan Jagoi Babang (Desa Pareh 2 titik dan Desa Semunying 7 titik, Desa Semunying Jaya 1 titik, Desa Sekida 4 titik, Desa Jagoi Babang 6 titik, dan Desa Siding 4 titik).
Seperti diketahui, perbatasan darat RI–Malaysia di Kalimantan Barat dengan Sarawak Malaysia berada di lima kabupaten, yakni Sambas, Bengkayang, Sanggau, Sintang, dan Kapuas Hulu dengan panjang garis batas 966 kilometer, melintasi 98 desa dan 14 kecamatan. Sepanjang garis batas darat tersebut, kedua negara sudah menyepakati titik perlintasan resmi terdiri atas 12 titik gerbang berupa pos lintas batas (PLB) tradisional dan tiga titik gerbang berupa pos lintas batas negara (PLBN).
PLB tradisional dikelola Direktorat Jenderal Imigrasi dan Kementerian Hukum dan HAM RI dengan pelayanan yang diberikan untuk perlintasan orang sesuai border cross agreement, menggunakan pas lintas batas. Sementara tiga PLBN dikelola oleh BNPP sebagai pintu gerbang atau beranda negara untuk melayani perlintasan orang dan barang dengan dokumen perjalanan yang berlaku berupa paspor dan pas lintas batas. (Baca juga: Kenali Bahaya Virus Rotavirus yang Bisa Mematikan)
“Berdasarkan data Satgas Pengamanan Perbatasan (Pamtas) TNI ke-29, titik lintas batas tidak resmi itu tersebar di 9 desa dan 3 kecamatan di Kabupaten Sambas dan Bengkayang,” ujar Deputi Bidang Pengelolaan Batas Wilayah Negara BNPP Robert Simbolon.
Menurut dia, BNPP akan menambahkan PLBN sebagai upaya menertibkan lalu lintas orang dan barang. Jika tidak, lalu lintas perbatasan tidak akan terkontrol sehingga menimbulkan lalu lintas orang maupun barang secara ilegal. Robert mencontohkan dengan adanya jalur tikus itu menimbulkan berbagai kegiatan ilegal mulai dari perlintasan orang, sembako, hingga hal-hal yang berbahaya. “Melalui perbatasan yang tak diawasi, potensi penyelundupan akan mengancam keamanan negara,” ungkapnya.
Tim survei juga mendata kebutuhan mendesak salah satu desa yang berada di ujung Kabupaten Sambas, yakni Desa Temajuk. Menurut Robert, Desa Temajuk yang berbatasan dengan wilayah negara Malaysia mempunyai beberapa kebutuhan mendesak antara lain penguatan signal karena meskipun di Desa Temajuk sudah menggunakan sistem 4G, itu tidak fungsional karena tidak adanya bandwidth.
tulis komentar anda