Marak Demonstrasi Soal Omnibus Law, Fahri Hamzah Beri Saran Ini kepada Pemerintah dan DPR
Jum'at, 09 Oktober 2020 - 18:34 WIB
JAKARTA - Maraknya demonstrasi menolak Omnibus Law Cipta Kerja atau UU Cipta Kerja membuat Wakil Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Fahri Hamzah angkat bicara. Menurut Fahri Hamzah, pemerintah bisa mengambil pelajaran besar dari demonstrasi itu.
"Saya kira ada pelajaran besar yang harus dipetik hari-hari ini, karena maksud baik kadang dikotori oleh adanya maksud-maksudnya yang tidak baik. Maksud baik akhirnya bercampur dengan maksud yang tidak baik, sehingga menjadi keruh dan akhirnya rakyat menolak," ujar Fahri Hamzah dalam keterangannya, Jumat (9/10/2020).
Fahri berpendapat, Omnibus Law adalah UU yang unik, termasuk penamaannya dalam Bahasa Indonesia disebut sebagai UU Cipta Kerja. Kata Fahri, UU Cipta Kerja mengatur semua kegiatan perekonomian dan lapangan pekerjaan.
( ).
"Siapa yang tidak mau lapangan kerja tercipta, siapa yang tidak mau bekerja, siapa yang tidak mau punya penghasilan, ngasih makan keluarga dan anak-anak. Siapa sih yang tidak mau, semuanya ingin kerja. Lalu, kenapa undang-undang yang maksudnya baik ditolak semua orang?" ujar Fahri.
(Lihat Juga Foto: Ratusan Mahasiswa Unindra Gelar Aksi Tolak UU Omnibus Law ).
Dia menilai banyaknya aksi penolakan terhadap pengesahan UU Cipta Kerja, karena pemerintah sejak awal menutup-nutupi isi yang tercantum dalam UU Omnibus Law tersebut, dan tidak mengomunikasikan kepada publik hingga disahkan pada Senin 5 Oktober 2020 lalu.
"Kalau pemerintah menyatakan ini semua baik, maka sejak awal akan dikomunikasikan. Orang harus diberi tahu hal-hal yang tercatum dalam UU ini, dan pasti semua akan menerima. Karena sekali lagi tidak ada orang yang tidak mau kerja, tidak ada orang yang tidak ingin kehidupannya menjadi baik dengan bekerja dan terlibat dalam kegiatan perekonomian," ujar Fahri.
Mantan wakil ketua DPR RI ini mengatakan, sejak awal pemerintah tidak terbuka soal UU Omnibus Law Cipta Kerja, sehingga publik mengesankan UU ini tidak berpihak kepada rakyat, tetapi berpihak kepada pengusaha, kelompok dan golongan tertentu saja yang ingin mengusai perekonomian Indonesia.
"Saya kira ada pelajaran besar yang harus dipetik hari-hari ini, karena maksud baik kadang dikotori oleh adanya maksud-maksudnya yang tidak baik. Maksud baik akhirnya bercampur dengan maksud yang tidak baik, sehingga menjadi keruh dan akhirnya rakyat menolak," ujar Fahri Hamzah dalam keterangannya, Jumat (9/10/2020).
Fahri berpendapat, Omnibus Law adalah UU yang unik, termasuk penamaannya dalam Bahasa Indonesia disebut sebagai UU Cipta Kerja. Kata Fahri, UU Cipta Kerja mengatur semua kegiatan perekonomian dan lapangan pekerjaan.
( ).
"Siapa yang tidak mau lapangan kerja tercipta, siapa yang tidak mau bekerja, siapa yang tidak mau punya penghasilan, ngasih makan keluarga dan anak-anak. Siapa sih yang tidak mau, semuanya ingin kerja. Lalu, kenapa undang-undang yang maksudnya baik ditolak semua orang?" ujar Fahri.
(Lihat Juga Foto: Ratusan Mahasiswa Unindra Gelar Aksi Tolak UU Omnibus Law ).
Dia menilai banyaknya aksi penolakan terhadap pengesahan UU Cipta Kerja, karena pemerintah sejak awal menutup-nutupi isi yang tercantum dalam UU Omnibus Law tersebut, dan tidak mengomunikasikan kepada publik hingga disahkan pada Senin 5 Oktober 2020 lalu.
"Kalau pemerintah menyatakan ini semua baik, maka sejak awal akan dikomunikasikan. Orang harus diberi tahu hal-hal yang tercatum dalam UU ini, dan pasti semua akan menerima. Karena sekali lagi tidak ada orang yang tidak mau kerja, tidak ada orang yang tidak ingin kehidupannya menjadi baik dengan bekerja dan terlibat dalam kegiatan perekonomian," ujar Fahri.
Mantan wakil ketua DPR RI ini mengatakan, sejak awal pemerintah tidak terbuka soal UU Omnibus Law Cipta Kerja, sehingga publik mengesankan UU ini tidak berpihak kepada rakyat, tetapi berpihak kepada pengusaha, kelompok dan golongan tertentu saja yang ingin mengusai perekonomian Indonesia.
tulis komentar anda