Pemerintah Sebaiknya Terapkan PSBB di Daerah Transit dan Persinggahan
Rabu, 15 April 2020 - 14:15 WIB
JAKARTA - Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Fahira Idris menilai usaha pengajuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) oleh pemerintah daerah (pemda) sebagai upaya pencegahan penyebaran pandemi COVID-19 masih terkendala.
Faktanya, ada beberapa daerah yang pengajuannya ditolak oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Adapun daerah itu adalah Kota Sorong dan Palangkaraya, serta Kabupaten Rote Ndao. Penolakan yang dilakukan Menkes Terawan karena daerah tersebut dinilai belum memenuhi syarat dalam Permenkes Nomor 9 Tahun 2020 Tentang Pedoman PSBB.
Syarat itu, antara lain, jumlah kasus dan kematian karena COVID-19, serta kajian epidemiologis serupa dengan wilayah atau negara lain. “Walaupun masih ada yang belum disetujui, inisiatif mengajukan PSBB ini menandakan daerah begitu responsif untuk mencegah dan melindungi wilayah dan warganya dari paparan COVID-19,” kata Fahira dalam keterangan tertulis yang diterima SINDONews, Rabu (15/04/2020).
Putri politisi senior Fahmi Idris itu berharap Kemenkes mempertimbangkan kembali usulan PSBB dari sejumlah pemda yang ditangguhkan. Di sisi lain, kepala daerah dan jajarannya diminta untuk segera memperbaiki data dan menjabarkan secara jelas dan gamblang kenapa daerahnya harus berstatus PSBB.
“Status PSBB yang diajukan sejumlah daerah sebagai jalan untuk memperkuat penanggulangan pandemi COVID-19. Selama ini penanganannya hanya berpedoman pada protokol dan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pengajuan ini menunjukan daerah sudah mempertimbangkan dampak ekonomi dan sosial akibat penerapan PSBB,” tuturnya.
Senada, Komisioner Komnas HAM M Choirul Anam pun mempertanyakan penolakan PSBB oleh Kemenkes. Menurutnya, penerapan PSSB yang berdasarkan jumlah korban tentu akan kalah cepat dengan penyebaran virus Sars Cov-II.
Pengambil kebijakan, menurutnya, jangan menerapkan syarat yang ketat dan berbelit-belit. Ia menyarankan agar pemerintah mengizinkan PSBB bagi daerah yang menjadi wilayah transit. Itu tidak perlu menunggu endemi COVID-19 terlebih dahulu. “Janganlah birokrasi bertele-tele dalam penanganan COVID-19,” ucapnya.
Faktanya, ada beberapa daerah yang pengajuannya ditolak oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Adapun daerah itu adalah Kota Sorong dan Palangkaraya, serta Kabupaten Rote Ndao. Penolakan yang dilakukan Menkes Terawan karena daerah tersebut dinilai belum memenuhi syarat dalam Permenkes Nomor 9 Tahun 2020 Tentang Pedoman PSBB.
Syarat itu, antara lain, jumlah kasus dan kematian karena COVID-19, serta kajian epidemiologis serupa dengan wilayah atau negara lain. “Walaupun masih ada yang belum disetujui, inisiatif mengajukan PSBB ini menandakan daerah begitu responsif untuk mencegah dan melindungi wilayah dan warganya dari paparan COVID-19,” kata Fahira dalam keterangan tertulis yang diterima SINDONews, Rabu (15/04/2020).
Putri politisi senior Fahmi Idris itu berharap Kemenkes mempertimbangkan kembali usulan PSBB dari sejumlah pemda yang ditangguhkan. Di sisi lain, kepala daerah dan jajarannya diminta untuk segera memperbaiki data dan menjabarkan secara jelas dan gamblang kenapa daerahnya harus berstatus PSBB.
“Status PSBB yang diajukan sejumlah daerah sebagai jalan untuk memperkuat penanggulangan pandemi COVID-19. Selama ini penanganannya hanya berpedoman pada protokol dan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pengajuan ini menunjukan daerah sudah mempertimbangkan dampak ekonomi dan sosial akibat penerapan PSBB,” tuturnya.
Senada, Komisioner Komnas HAM M Choirul Anam pun mempertanyakan penolakan PSBB oleh Kemenkes. Menurutnya, penerapan PSSB yang berdasarkan jumlah korban tentu akan kalah cepat dengan penyebaran virus Sars Cov-II.
Pengambil kebijakan, menurutnya, jangan menerapkan syarat yang ketat dan berbelit-belit. Ia menyarankan agar pemerintah mengizinkan PSBB bagi daerah yang menjadi wilayah transit. Itu tidak perlu menunggu endemi COVID-19 terlebih dahulu. “Janganlah birokrasi bertele-tele dalam penanganan COVID-19,” ucapnya.
(cip)
tulis komentar anda