Pengamat: Keppres Pengangkatan Arman Depari Bisa Picu Turbulensi di BNN
Selasa, 15 September 2020 - 21:11 WIB
JAKARTA - Keputusan Presiden (Keppres) 116/2020 yang dikeluarkan pada Juli 2020 mendapat sorotan sejumlah kalangan. Salah satunya dari RIDMA Foundation, pasalnya Keppres tersebut memuat tentang Pemberhentian dan Pengangkatan Pejabat Pimpinan Tinggi Madya di Lingkungan Badan Narkotika Nasional (BNN) , dimana Irjen Pol Arman Depari akan dilantik kembali sebagai Deputi Pemberantasan.
Sedangkan dalam Telegram Kapolri dengan Nomor ST/2557/IX/KEP./2020 menyebutkan bahwa Irjen Pol Arman Depari dimutasi dari posisi Deputi Pemberantasan di BNN dan kembali ke Polri.
Ketua RIDMA Foundation, Budi Raharjo menyayangkan situasi ini. Sebab tak lazim perwira tinggi polisi yang memasuki masa pensiun diangkat kembali melalui Keppres untuk menempati posisi yang sama. "Tak sekedar membingungkan, tapi keterlaluan. Kapan kesempatan buat junior dan ASN," katanya di Jakarta, Selasa (15/9/2020). (Baca juga: Jelang Pensiun Irjen Pol Arman Depari Dimutasi ke Bareskrim Polri)
Dia mengritisi kebijakan pimpinan BNN atau Mabes Polri, termasuk admin Keppres itu. Pasalnya ketidakjelasan ini dapat menyebabkan kegaduhan internal sehingga menimbulkan turbulensi di tubuh BNN. "Karena dalam pergantian itu tidak mungkin belum disiapkan pengganti. Pasti ada tiga nama yang diusulkan," ujarnya.
Bahkan, Budi mengungkapkan, baru kali ini jabatan Deputi Pemberantasan akan diisi sosok polisi yang memasuki masa pensiun. "Setiap zaman ada orangnya, setiap orang ada zamannya," tutupnya. (Baca juga: Pengamat Nilai Keppres Pengangkatan Kembali Arman Depari Tidak Lazim)
Sebelumnya, pandangan serupa juga disampaikan Direktur Indonesia Government and Parliament Watch, M. Huda Prayoga. Dia menjelaskan, Deputi Pemberantasan seharusnya diisi oleh perwira aktif. "Seorang yang sudah memasuki usia pensiun sebaiknya tidak diangkat kembali untuk menduduki posisi penting setingkat deputi pemberantasan di BNN, selayaknya posisi itu dijabat perwira aktif," katanya, Sabtu (12/9).
Dia mengungkapkan, ada dua preseden Keppres dibatalkan terkait perwira tinggi yang diangkat kembali menduduki posisi penting di BNN. Pertama, SBY (Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono) waktu itu mengeluarkan Keppres mengenai pengangkatan Komjen Pol Oegroseno sebagai Kepala BNN, Keppres itu lalu dianulir karena menabrak Pasal 69 (f) UU No.35/2009 tentang Narkotika. Di pasal tersebut diatur batas usia Kepala BNN adalah 56 tahun. Sementara Pak Oegroseno sudah memasuki 56 tahun saat itu," ujarnya. (Baca juga: Deputi Pemberantasan BNN Dijabat Pensiunan Akan Lemahkan Penanganan Narkoba)
Preseden kedua terjadi di masa Pak Jokowi (Presiden Joko Widodo). ”Saat itu komisi III DPR mewacanakan perpanjangan masa jabatan Pak Budi Waseso sebagai Kepala BNN, namun tidak dikabulkan oleh Pak Jokowi karena Pak Buwas juga sudah memasuki usia 56 tahun saat itu," tambah Huda.
Huda menegaskan, Keppres yang mengangkat kembali Arman Depari sebagai Deputi Pemberantasan BNN tidak lazim. "Berpotensi menabrak UU Narkotika, apalagi telah terbit telegram Kapolri mengenai mutasi Arman Depari kembali ke kesatuan untuk persiapan pensiun. Saya rasa Pak Jokowi harus membatalkan Keppres tersebut," tutup Huda
Sedangkan dalam Telegram Kapolri dengan Nomor ST/2557/IX/KEP./2020 menyebutkan bahwa Irjen Pol Arman Depari dimutasi dari posisi Deputi Pemberantasan di BNN dan kembali ke Polri.
Ketua RIDMA Foundation, Budi Raharjo menyayangkan situasi ini. Sebab tak lazim perwira tinggi polisi yang memasuki masa pensiun diangkat kembali melalui Keppres untuk menempati posisi yang sama. "Tak sekedar membingungkan, tapi keterlaluan. Kapan kesempatan buat junior dan ASN," katanya di Jakarta, Selasa (15/9/2020). (Baca juga: Jelang Pensiun Irjen Pol Arman Depari Dimutasi ke Bareskrim Polri)
Dia mengritisi kebijakan pimpinan BNN atau Mabes Polri, termasuk admin Keppres itu. Pasalnya ketidakjelasan ini dapat menyebabkan kegaduhan internal sehingga menimbulkan turbulensi di tubuh BNN. "Karena dalam pergantian itu tidak mungkin belum disiapkan pengganti. Pasti ada tiga nama yang diusulkan," ujarnya.
Bahkan, Budi mengungkapkan, baru kali ini jabatan Deputi Pemberantasan akan diisi sosok polisi yang memasuki masa pensiun. "Setiap zaman ada orangnya, setiap orang ada zamannya," tutupnya. (Baca juga: Pengamat Nilai Keppres Pengangkatan Kembali Arman Depari Tidak Lazim)
Sebelumnya, pandangan serupa juga disampaikan Direktur Indonesia Government and Parliament Watch, M. Huda Prayoga. Dia menjelaskan, Deputi Pemberantasan seharusnya diisi oleh perwira aktif. "Seorang yang sudah memasuki usia pensiun sebaiknya tidak diangkat kembali untuk menduduki posisi penting setingkat deputi pemberantasan di BNN, selayaknya posisi itu dijabat perwira aktif," katanya, Sabtu (12/9).
Dia mengungkapkan, ada dua preseden Keppres dibatalkan terkait perwira tinggi yang diangkat kembali menduduki posisi penting di BNN. Pertama, SBY (Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono) waktu itu mengeluarkan Keppres mengenai pengangkatan Komjen Pol Oegroseno sebagai Kepala BNN, Keppres itu lalu dianulir karena menabrak Pasal 69 (f) UU No.35/2009 tentang Narkotika. Di pasal tersebut diatur batas usia Kepala BNN adalah 56 tahun. Sementara Pak Oegroseno sudah memasuki 56 tahun saat itu," ujarnya. (Baca juga: Deputi Pemberantasan BNN Dijabat Pensiunan Akan Lemahkan Penanganan Narkoba)
Preseden kedua terjadi di masa Pak Jokowi (Presiden Joko Widodo). ”Saat itu komisi III DPR mewacanakan perpanjangan masa jabatan Pak Budi Waseso sebagai Kepala BNN, namun tidak dikabulkan oleh Pak Jokowi karena Pak Buwas juga sudah memasuki usia 56 tahun saat itu," tambah Huda.
Huda menegaskan, Keppres yang mengangkat kembali Arman Depari sebagai Deputi Pemberantasan BNN tidak lazim. "Berpotensi menabrak UU Narkotika, apalagi telah terbit telegram Kapolri mengenai mutasi Arman Depari kembali ke kesatuan untuk persiapan pensiun. Saya rasa Pak Jokowi harus membatalkan Keppres tersebut," tutup Huda
(cip)
tulis komentar anda