Langkah Kapolri Tunjuk Boy Rafli Jadi Kepala BNPT Dinilai Tepat
Minggu, 03 Mei 2020 - 17:08 WIB
JAKARTA - Penunjukkan Inspektur Jenderal Polisi Boy Rafli Amar menjadi Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menjadi polemik.
Salah satunya pendapat Indonesia Police Watch (IPW) yang menilai penunjukkan Boy melalui telegram Kapolri menjadi perdebatan karena dianggap melampaui kewenangannya. Sebab pengangkatan kepala BNPT adalah kewenangan Presiden.
Menanggapi polemik tersebut, Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Abdul Rachman Thaha menilai tidak ada pelanggaran dalam penunjukkan Boy sebagai Kepala BNPT.
Menurut dia, Kapolri sudah tepat menunjuk Boy sebagai Kepala BNPT. "Saya melihat dari secara adminstrasi memang Komjen Suhardi Alius masuk masa purna bhakti/pensiun, bisa saja diperpanjang sepanjang ada usulan atau permintaan dari seorang Presiden karena user-nya adalah Presiden, siapa yang beliau inginkan dan dianggap cakap dalam memimpin institusi BNPT ini," tutur AbdulRachman melalui keterangan tertulisnya, Minggu (3/5/2020). (Baca juga: Mutasi Polri: Boy Rafli Amar Kepala BNPT, Argo Yuwono Kadiv Humas )
Dia menilai proses dari pada pengangkatan Irjen Boy Rafli Amar itu usulan dari Kapolri Ke Presiden. Proses Dewan Jabatan Kepangkatan (Wanjak) juga berada di Istana, bukan di Polri.
"Walaupun Kapolri mengusulkan saudara Irjen Boy Rafli untuk menjadi kepala BNPT jika Presiden menolak itu kan hak Prerogatif seorang Presiden, ternyata dalam Proses pengusulan untuk menjadi kepala BNPT Irjen Boy Rafli diterima," tutur anggota DPD dari Sulawesi Tengah itu.
Mengenai telegram Kapolri, dia menjelaskan secara administrasi Boy Rafli mendapatkan posisi atau jabatan menjadi kepala BNPT.
"jadi telegram itu yang dikeluarkan oleh institusi Polri hanya menunjukkan bahwa jabatan baru seorang Boy Rafli adalah Kepala BNPT. Yang mengangkat dan memberhentikan seorang Kepala BNPT adalah Presiden sesuai dengan PP Nomor 46 Tahun 2010 Tentang BNPT. Jadi yang mengeluarkan surat keputusan seorang Kepala BNPT itu adalah Presiden bukan Kapolri," tuturnya.
Dia meminta IPW jangan selalu meganggap sesuatu itu selalu salah. Sosial control itu memang perlu, mengkritisi sesuatu itu harus yang punya nilai. Hal yang tidak masalah jangan di permasalahkan.
Salah satunya pendapat Indonesia Police Watch (IPW) yang menilai penunjukkan Boy melalui telegram Kapolri menjadi perdebatan karena dianggap melampaui kewenangannya. Sebab pengangkatan kepala BNPT adalah kewenangan Presiden.
Menanggapi polemik tersebut, Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Abdul Rachman Thaha menilai tidak ada pelanggaran dalam penunjukkan Boy sebagai Kepala BNPT.
Menurut dia, Kapolri sudah tepat menunjuk Boy sebagai Kepala BNPT. "Saya melihat dari secara adminstrasi memang Komjen Suhardi Alius masuk masa purna bhakti/pensiun, bisa saja diperpanjang sepanjang ada usulan atau permintaan dari seorang Presiden karena user-nya adalah Presiden, siapa yang beliau inginkan dan dianggap cakap dalam memimpin institusi BNPT ini," tutur AbdulRachman melalui keterangan tertulisnya, Minggu (3/5/2020). (Baca juga: Mutasi Polri: Boy Rafli Amar Kepala BNPT, Argo Yuwono Kadiv Humas )
Dia menilai proses dari pada pengangkatan Irjen Boy Rafli Amar itu usulan dari Kapolri Ke Presiden. Proses Dewan Jabatan Kepangkatan (Wanjak) juga berada di Istana, bukan di Polri.
"Walaupun Kapolri mengusulkan saudara Irjen Boy Rafli untuk menjadi kepala BNPT jika Presiden menolak itu kan hak Prerogatif seorang Presiden, ternyata dalam Proses pengusulan untuk menjadi kepala BNPT Irjen Boy Rafli diterima," tutur anggota DPD dari Sulawesi Tengah itu.
Mengenai telegram Kapolri, dia menjelaskan secara administrasi Boy Rafli mendapatkan posisi atau jabatan menjadi kepala BNPT.
"jadi telegram itu yang dikeluarkan oleh institusi Polri hanya menunjukkan bahwa jabatan baru seorang Boy Rafli adalah Kepala BNPT. Yang mengangkat dan memberhentikan seorang Kepala BNPT adalah Presiden sesuai dengan PP Nomor 46 Tahun 2010 Tentang BNPT. Jadi yang mengeluarkan surat keputusan seorang Kepala BNPT itu adalah Presiden bukan Kapolri," tuturnya.
Dia meminta IPW jangan selalu meganggap sesuatu itu selalu salah. Sosial control itu memang perlu, mengkritisi sesuatu itu harus yang punya nilai. Hal yang tidak masalah jangan di permasalahkan.
(dam)
tulis komentar anda