Refleksi Akhir 2024 Maritim Indonesia: Tantangan dan Peluang di Laut Natuna Utara

Senin, 16 Desember 2024 - 21:11 WIB
Pengamat maritim dari Ikatan Alumni Lemhannas Strategic Center (IKAL SC) Dr Capt Marcellus Hakeng Jayawibawa. Foto: Ist
JAKARTA - Tahun 2024 menjadi tahun penuh tantangan bagi sektor maritim Indonesia ditandai oleh berbagai dinamika geopolitik, tantangan keamanan, serta peluang strategis yang menuntut respons cepat dan tegas.

Insiden paling menonjol tercatat terjadi pada 21 Oktober 2024 ketika kapal China Coast Guard 5402 diusir oleh Badan Keamanan Laut (Bakamla) RI di Laut Natuna Utara karena mengganggu aktivitas survei dan pengolahan data seismik 3D yang dilakukan PT Pertamina dengan menggunakan kapal MV Geo Coral dan hal tersebut menjadi sorotan internasional.

Menurut Dr Capt Marcellus Hakeng Jayawibawa, pengamat maritim dari Ikatan Alumni Lemhannas Strategic Center (IKAL SC), insiden ini bukan hanya mempertegas posisi strategis Indonesia, tetapi juga menunjukkan komitmen negara dalam menjaga kedaulatan wilayah.

"Kejadian ini bukti nyata bahwa Indonesia tidak akan mundur menghadapi klaim sepihak yang bertentangan dengan hukum internasional. Dalam catatan saya, Laut Natuna Utara memiliki luas 83.000 km2. Ketegasan Indonesia dalam menolak klaim China di Laut Natuna Utara memperlihatkan pentingnya diplomasi dan kekuatan pertahanan maritim kita," ujar Capt Hakeng.



Diplomasi Indonesia melalui ASEAN dan PBB menjadi langkah strategis yang menegaskan komitmen terhadap UNCLOS 1982 terutama sebagaimana tertuang dalam pasal 56 UNCLOS 1982 tentang hak berdaulat dan yurisdiksi negara pantai di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE).

Melalui pendekatan ini, Indonesia tidak hanya menjaga kedaulatan wilayahnya tetapi juga menunjukkan kepemimpinan di kawasan Asia Tenggara.

Dinamika Keamanan Maritim 2024: Dari Natuna ke Laut Merah

Refleksi tahun 2024 tidak berhenti pada Laut Natuna Utara. Capt Hakeng menyoroti juga konflik yang sedang terjadi di Laut Merah dan Teluk Aden yang melibatkan kelompok Houthi, menambah tekanan pada jalur pelayaran internasional.

Jalur strategis ini yang merupakan penghubung utama bagi perdagangan global, menghadapi ancaman serius berupa lonjakan tarif pengiriman, keterlambatan logistik, dan risiko terhadap suplai energi.

"Konflik ini berdampak langsung pada ekonomi global, termasuk Indonesia, sebagai negara yang sangat bergantung perekonomiannya pada stabilitas jalur pelayaran strategis seperti Selat Malaka," jelasnya.
Halaman :
Lihat Juga :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More