Kepemimpinan: Amanah yang Harus Ditanggung dengan Hati Lapang

Kamis, 28 November 2024 - 12:10 WIB
Muhammad Irfanudin Kuniawan - Dosen Universitas Darunnajah. Foto/Dok pribadi
Muhammad Irfanudin Kuniawan

Dosen Universitas Darunnajah

Dalam sejarah panjang peradaban manusia, kepemimpinan selalu menjadi fondasi utama untuk membangun sebuah masyarakat yang beradab. Di Indonesia, konsep kepemimpinan memiliki dimensi yang sangat filosofis. Bung Karno, dalam pidatonya yang menggetarkan, sering kali menekankan bahwa pemimpin adalah "penyambung lidah rakyat." Namun, dalam praktiknya, kita kerap mendapati pemimpin yang lebih sibuk dengan urusan kekuasaan dibandingkan dengan menjalankan amanah rakyat.

Sebagaimana disampaikan dalam kutipan, “Kepemimpinan sejati bukan soal jabatan, tapi tentang keberanian menanggung amanah dengan hati yang lapang dan jiwa yang penuh syukur,” kita diingatkan pada hakikat utama dari kepemimpinan: tanggung jawab. Jabatan hanyalah alat, bukan tujuan. Dalam konteks kehidupan bernegara di Indonesia hari ini, pesan ini menjadi sangat relevan.



Indonesia adalah negeri yang kaya, baik dari segi sumber daya alam maupun budaya. Namun, ironisnya, kekayaan tersebut sering kali tidak tercermin dalam kualitas hidup masyarakatnya. Salah satu akar permasalahannya adalah krisis kepemimpinan. Jabatan publik yang semestinya menjadi ruang untuk melayani, sering kali justru diperlakukan sebagai jalan menuju kekuasaan dan kemewahan.

Kita tidak kekurangan pemimpin, tetapi kerap kekurangan pemimpin yang lapang hati dan bersyukur atas amanah yang diberikan. Banyak dari mereka yang terjebak dalam euforia kekuasaan hingga melupakan bahwa di balik jabatan itu ada tanggung jawab besar yang harus dipikul. Akibatnya, pelayanan publik menjadi terabaikan, ketimpangan sosial semakin melebar, dan kepercayaan rakyat terhadap institusi pemerintahan terus menurun.

Krisis ini tidak hanya terjadi pada tingkat nasional, tetapi juga merambah hingga ke tingkat daerah. Kasus-kasus korupsi yang melibatkan kepala daerah hingga pejabat tinggi negara menunjukkan bahwa amanah kerap diabaikan demi kepentingan pribadi. Padahal, sebagaimana disampaikan dalam kutipan tadi, keberanian dalam memimpin tidak hanya soal mengambil keputusan besar, tetapi juga tentang menjaga integritas di tengah godaan kekuasaan.

Dalam tradisi Indonesia, kepemimpinan tidak bisa dilepaskan dari nilai-nilai religius. Hampir semua agama yang dianut di negeri ini mengajarkan bahwa pemimpin adalah pelayan umat. Dalam Islam, misalnya, ada konsep khalifah, yang menempatkan manusia sebagai pemimpin bumi dengan tugas untuk menjaga harmoni dan keseimbangan. Pemimpin sejati adalah mereka yang memahami bahwa kekuasaan adalah titipan, bukan hak milik.

Hati yang lapang dan jiwa yang penuh syukur menjadi kunci dalam menjalankan amanah ini. Pemimpin yang bersyukur tidak akan melihat jabatan sebagai peluang untuk memperkaya diri, melainkan sebagai sarana untuk berbuat kebaikan. Dengan hati yang lapang, mereka mampu mendengar keluh kesah rakyat dan merangkul semua golongan tanpa diskriminasi.
Halaman :
Lihat Juga :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More