Gibran, He is the Man

Senin, 18 November 2024 - 00:06 WIB
Ahmad Sihabudin. Foto/Istimewa
Ahmad Sihabudin

BERBAGAI kalangan menyayangkan dan menyesalkan pernyataan dan tindakan Menteri Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Maruarar Sirait (Ara), menyatakan hanya memasang foto Presiden Prabowo Subianto dalam presentasinya saat Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Penyelenggaraan Pemerntah Daerah Tahun 2024 di Sentul, 7 November lalu. Saya menyimak lewat media sosial komentar-komentar yang menyayangkan hal tersebut dilakukan oleh pejabat negara sekelas menteri yang baru saja dilantik.

Alasan sang menteri hanya menampilkan foto Presiden karena merasa satu komando. Ini menurut saya tidak pas, sebab Presiden dan Wakil Presiden dalam bahasa saya itu satu paket, sebagai satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, satu kesatuan tidak terpisahkan.

Saya menyimak pernyataan sang menteri, sekaligus pernyataan keprihatinan atas tindakan tersebut dari seorang politikus, Irma Suryani. Beliau mengatakan sang menteri ini tidak memiliki etika politik, etika bernegara. Seperti kacang lupa kulitnya. Siapa sih Ara? Kalau melihat latar belakangnya ketika ingin bergabung dengan Koalisi Merah Putih, Dia "politisi" yang tidak diperhatikan oleh partainya, kemudian hengkang, minta bergabung dengan barisan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Prabowo. Padahal, menurut Irma, bisa jadi Pak Jokowi ikut membantu mempromosikan Bung Ara, mungkin juga Mas Gibran turut mempromosikannya pada Pak Prabowo.



Saya pribadi menyesalkan pernyataan Maruarar Sirait soal izin menampilkan foto hanya Prabowo, tidak ada Gibran dengan alasan satu komando, karena berdasarkan konstitusi kita Presiden dan Wakil Presiden satu kesatuan.

Terlepas bung menteri suka atau tidak suka pada Wakil Presiden kita, pernyataan itu saya maknai baik langsung maupun tidak langsung itu telah "melecehkan" Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka .

Tindakan dan pernyataan Menteri Maruarar Sirait, dalam sudut pandang Teori Interaksi Simbolik, akan menimbulkan berbagai reaksi pemaknaan ”makna”, banyak tafsir, khalayak umumnya menafsirkan apa maksudnya ini? ”tidak sukakah sang menteri pada sosok Gibran?”, ”tidak ada rasa hormatkah”, ”cari mukakah sang menteri ini pada Pak Prabowo?”, ”atau ingin membenturkan Presiden dan Wakil Presiden?”.

Masyarakat dapat menafsirkan apa saja atas peristiwa dan tindakan sang menteri. Seperti dalam satu proposisi interaksi simbolik, yang dikemukakan Goerge Herbert Mead, bahwa "Orang tergerak untuk bertindak berdasarkan makna yang diberikannya pada orang, benda, dan peristiwa."

"Makna-makna ini diciptakan dalam bahasa yang digunakan orang baik untuk berkomunikasi dengan orang lain maupun dengan diri sendiri atau pikiran pribadinya. Bahasa memungkinkan orang untuk mengembangkan perasaan mengenai diri dan untuk berinteraksi dengan orang lain dalam sebuah komunitas. Makna diciptakan dalam interaksi antar manusia, makna dimodifikasi melalui proses interpretif.”
Halaman :
Lihat Juga :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More