Cegah Eksekutif BUMN Dikriminalisasi, Pakar Hukum UI Minta Business Judgment Rule Diperkuat
Rabu, 13 November 2024 - 05:52 WIB
JAKARTA - Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI) Hikmahanto Juwana mengimbau kepada pemerintah untuk menyelaraskan sejumlah aturan tentang proses merger dan akuisisi bagi perusahaan yang dimiliki negara.
“Pemerintah perlu memperhatikan Business Judgment Rule (BJR) agar BUMN bisa lebih aman dalam menjalankan merger dan akuisisi,” ujarnya dalam sebuah diskusi yang diselenggarakan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), pekan lalu.
Menurut dia, BJR adalah doktrin yang melindungi kepentingan direksi korporasi dalam mengambil keputusan dengan iktikad baik dan bertanggung jawab.
“Business Judgment Rule itu membantu, namun tidak selalu karena dalam praktiknya BJR suka tidak diperhatikan. Maka penting untuk membuat adanya keselarasan antar Undang-Undang di Indonesia,” katanya.
Dengan demikian, untuk melindungi eksekutif BUMN dari kriminalisasi yang tidak semestinya diperlukan kerangka BJR yang kuat.
BJR di negara seperti Australia memberikan perlindungan hukum bagi eksekutif yang mengambil keputusan bisnis berdasarkan niat baik dan kewajaran, membantu mengurangi ketakutan mereka terhadap tuntutan pidana.
“Bahkan, di Jerman BJR membantu mengurangi bias retrospektif yang kerap memicu tanggung jawab pidana bagi eksekutif ketika hasil keputusan bisnis menjadi tidak menguntungkan,” ucap Hikmahanto.
Hal itu untuk memberikan perlindungan bagi direksi. “Dalam hal ini, diperlukan pembeda yang jelas antara kesalahan dalam keputusan bisnis dan tanggung jawab pidana,” tambahnya.
Penerapan BJR yang konsisten akan memperkuat budaya pengambilan risiko yang terukur, sehingga BUMN Indonesia dapat lebih kompetitif di pasar global.
“Pemerintah perlu memperhatikan Business Judgment Rule (BJR) agar BUMN bisa lebih aman dalam menjalankan merger dan akuisisi,” ujarnya dalam sebuah diskusi yang diselenggarakan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), pekan lalu.
Menurut dia, BJR adalah doktrin yang melindungi kepentingan direksi korporasi dalam mengambil keputusan dengan iktikad baik dan bertanggung jawab.
“Business Judgment Rule itu membantu, namun tidak selalu karena dalam praktiknya BJR suka tidak diperhatikan. Maka penting untuk membuat adanya keselarasan antar Undang-Undang di Indonesia,” katanya.
Dengan demikian, untuk melindungi eksekutif BUMN dari kriminalisasi yang tidak semestinya diperlukan kerangka BJR yang kuat.
BJR di negara seperti Australia memberikan perlindungan hukum bagi eksekutif yang mengambil keputusan bisnis berdasarkan niat baik dan kewajaran, membantu mengurangi ketakutan mereka terhadap tuntutan pidana.
“Bahkan, di Jerman BJR membantu mengurangi bias retrospektif yang kerap memicu tanggung jawab pidana bagi eksekutif ketika hasil keputusan bisnis menjadi tidak menguntungkan,” ucap Hikmahanto.
Hal itu untuk memberikan perlindungan bagi direksi. “Dalam hal ini, diperlukan pembeda yang jelas antara kesalahan dalam keputusan bisnis dan tanggung jawab pidana,” tambahnya.
Penerapan BJR yang konsisten akan memperkuat budaya pengambilan risiko yang terukur, sehingga BUMN Indonesia dapat lebih kompetitif di pasar global.
(jon)
Lihat Juga :
tulis komentar anda