MA Diharapkan Cegah Kerugian Keuangan Negara di Kasus Emas Antam
Rabu, 30 Oktober 2024 - 21:51 WIB
JAKARTA - PT Aneka Tambang Tbk ( Antam ) sudah mengajukan upaya hukum Peninjauan Kembali (PK) untuk yang kedua terkait dengan sengketa perdata dengan Budi Said. Dalam perkara ini Budi Said meminta Antam membayar kekurangan emas sebanyak 1,1 ton atau lebih dari Rp1 triliun.
Mantan Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Yudi Purnomo mengatakan saat ini hanya berharap pada Mahkamah Agung (MA) mengenai putusan yang akan diketok berkaitan dengan PK kedua tersebut.
Menurutnya, MA kini memegang bola panas apakah nantinya memutuskan menolak PK kedua dan meminta Antam memberikan kekurangan emas pada Budi Said atau mengabulkan PK yang diajukan perusahaan BUMN ini.
"Betul (harapannya kini ada di MA), bahwa hal penting dari kasus ini bukan sekadar pemidanaan, tetapi juga pengembalian aset atau aset recovery," ujar Yudi, Rabu (30/10/2024).
Jika memang MA mengabulkan PK kedua yang diajukan Antam, maka menurut Yudi hal ini bisa mencegah kerugian keuangan negara. Terlebih, putusan MA di tahan PK kali ini sedianya harus selaras dengan proses pidana rekayasa transaksi jual-beli yang membuat negara merugi seberat 1,3 ton emas, atau setara Rp1,1 triliun yang menjadikan Budi Said sebagai tersangka.
"Tentu putusan perdata MA harus selaras juga dengan pidananya, sehingga MA tentu harus mengabulkan, sehingga bisa dieksekusi emas tersebut atau makin memperkuat putusan pidana," jelas dia.
Saat ini, MA memang menjadi sorotan perihal ditangkapnya tiga hakim berkaitan dengan dugaan suap perkara Ronald Tannur di PN Surabaya oleh Kejaksaan Agung (Kejagung). Selain itu, Kejagung juga menangkap mantan petinggi MA Zarof Ricar dan saat penggeledahan menemukan uang hampir Rp1 triliun di kediamannya.
Adapun saat ini sedang berlangsung perkara pidana di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat dengan Tersangka Budi Said yang diduga mengakibatkan kerugian negara. Perkembangan perkara tersebut menjadi menarik karena keterangan saksi-saksi yang ada pada persidangan mengindikasikan bahwa terdapat surat keterangan yang dijadikan dasar Budi Said untuk menggugat Antam di persidangan perdata ternyata terindikasi palsu.
Mantan Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Yudi Purnomo mengatakan saat ini hanya berharap pada Mahkamah Agung (MA) mengenai putusan yang akan diketok berkaitan dengan PK kedua tersebut.
Menurutnya, MA kini memegang bola panas apakah nantinya memutuskan menolak PK kedua dan meminta Antam memberikan kekurangan emas pada Budi Said atau mengabulkan PK yang diajukan perusahaan BUMN ini.
Baca Juga
"Betul (harapannya kini ada di MA), bahwa hal penting dari kasus ini bukan sekadar pemidanaan, tetapi juga pengembalian aset atau aset recovery," ujar Yudi, Rabu (30/10/2024).
Jika memang MA mengabulkan PK kedua yang diajukan Antam, maka menurut Yudi hal ini bisa mencegah kerugian keuangan negara. Terlebih, putusan MA di tahan PK kali ini sedianya harus selaras dengan proses pidana rekayasa transaksi jual-beli yang membuat negara merugi seberat 1,3 ton emas, atau setara Rp1,1 triliun yang menjadikan Budi Said sebagai tersangka.
Baca Juga
"Tentu putusan perdata MA harus selaras juga dengan pidananya, sehingga MA tentu harus mengabulkan, sehingga bisa dieksekusi emas tersebut atau makin memperkuat putusan pidana," jelas dia.
Saat ini, MA memang menjadi sorotan perihal ditangkapnya tiga hakim berkaitan dengan dugaan suap perkara Ronald Tannur di PN Surabaya oleh Kejaksaan Agung (Kejagung). Selain itu, Kejagung juga menangkap mantan petinggi MA Zarof Ricar dan saat penggeledahan menemukan uang hampir Rp1 triliun di kediamannya.
Adapun saat ini sedang berlangsung perkara pidana di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat dengan Tersangka Budi Said yang diduga mengakibatkan kerugian negara. Perkembangan perkara tersebut menjadi menarik karena keterangan saksi-saksi yang ada pada persidangan mengindikasikan bahwa terdapat surat keterangan yang dijadikan dasar Budi Said untuk menggugat Antam di persidangan perdata ternyata terindikasi palsu.
(cip)
tulis komentar anda