MPR Sepakati Pelantikan Presiden-Wapres Terpilih Ditetapkan melalui Ketetapan MPR
Selasa, 24 September 2024 - 10:10 WIB
JAKARTA - Ketua MPR Bambang Soesatyo mengungkapkan pelantikan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka sebagai Presiden dan Wakil Presiden akan ditetapkan melalui ketetapan MPR. Hal ini juga akan berlaku pada Presiden dan Wakil Presiden terpilih di periode-periode selanjutnya.
Dengan begitu, pelantikan tidak seperti selama ini. Proses penetapan hingga pelantikan Presiden dan Wakil Presiden hanya dilakukan melalui Keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) serta Berita Acara Pelantikan di MPR.
Bamsoet menjelaskan keberadaan Ketetapan MPR tentang Pelantikan Presiden dan Wakil Presiden tertuang dalam Perubahan Tata Tertib MPR yakni Pasal 120 ayat 3 yang berbunyi Pelantikan Presiden dan Wakil Presiden ditetapkan dengan Ketetapan MPR.
"Ketetapan MPR ini bersifat penetapan atau beschikking serta bersifat administratif semata guna menindaklanjuti Keputusan KPU tentang Penetapan Calon Presiden dan Wakil Presiden yang memperoleh suara terbanyak pada Pemilihan Umum. Hal ini sesuai dengan wewenang MPR melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden sebagaimana diatur pada Pasal 3 ayat (2) UUD 1945," ujar Bamsoet yang dikutip Selasa (24/9/2024).
Rapat gabungan juga menegaskan bahwa MPR akan membentuk Mahkamah Kehormatan MPR yang bersifat Ad Hoc untuk menjaga dan menegakkan kehormatan serta keluhuran martabat MPR sebagai lembaga permusyawaratan rakyat.
Tugas Mahkamah Kehormatan MPR antara lain melakukan pemantapan nilai dan norma yang terkandung dalam Pancasila, peraturan perundang-undangan, dan kode etik MPR; serta melakukan pencegahan terjadinya pelanggaran kode etik MPR.
Tugas lainnya yakni melakukan pengawasan terhadap perilaku dan tindakan pimpinan dan/atau anggota MPR, melakukan penyelidikan perkara pelanggaran kode etik MPR; memeriksa dan mengadili perkara pelanggaran kode etik MPR; menyelenggarakan administrasi pelanggaran kode etik MPR; melakukan peninjauan kembali terhadap putusan perkara pelanggaran kode etik MPR; serta mengevaluasi pelaksanaan putusan perkara pelanggaran Kode Etik MPR.
Menurut Bamsoet, MPR perlu memiliki Mahkamah Kehormatan tersendiri. Karena sekali pun anggota MPR terdiri dari anggota DPR dan DPD, namun MPR memiliki kewenangan, fungsi dan tugas yang berbeda dengan DPR dan DPD.
"Saat ini DPR telah memiliki Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) dan DPD memiliki Badan Kehormatan. Sehingga, apabila ada pengaduan terkait dengan kewenangan, fungsi dan tugas sebagai anggota MPR, harus diselesaikan oleh Mahkamah Kehormatan MPR. Bukan oleh lembaga lain baik MKD DPR atau Badan Kehormatan DPR," ujarnya.
Di sisi lain, rapat gabungan juga mempersiapkan beberapa Rekomendasi MPR periode 2019-2024 yang akan diberikan kepada MPR periode 2024-2029. Beberapa poinnya terkait penuntasan pembahasan substansi dan bentuk hukum Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) agar bisa diselesaikan oleh MPR 2024-2029 sebelum Agustus 2025.
"Rekomendasi lainnya yakni mengevaluasi keberadaan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor I/MPR/2003 tentang Peninjauan Terhadap Materi dan Status Hukum Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Tahun 1960 sampai dengan Tahun 2002, khususnya pasal 2 dan 4; serta mengkaji penguatan kelembagaan MPR melalui Undang-Undang tentang MPR; dan berbagai rekomendasi lainnya yang nanti dibacakan dalam Sidang Paripurna MPR pada 25 September 2024," katanya.
Dengan begitu, pelantikan tidak seperti selama ini. Proses penetapan hingga pelantikan Presiden dan Wakil Presiden hanya dilakukan melalui Keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) serta Berita Acara Pelantikan di MPR.
Baca Juga
Bamsoet menjelaskan keberadaan Ketetapan MPR tentang Pelantikan Presiden dan Wakil Presiden tertuang dalam Perubahan Tata Tertib MPR yakni Pasal 120 ayat 3 yang berbunyi Pelantikan Presiden dan Wakil Presiden ditetapkan dengan Ketetapan MPR.
"Ketetapan MPR ini bersifat penetapan atau beschikking serta bersifat administratif semata guna menindaklanjuti Keputusan KPU tentang Penetapan Calon Presiden dan Wakil Presiden yang memperoleh suara terbanyak pada Pemilihan Umum. Hal ini sesuai dengan wewenang MPR melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden sebagaimana diatur pada Pasal 3 ayat (2) UUD 1945," ujar Bamsoet yang dikutip Selasa (24/9/2024).
Rapat gabungan juga menegaskan bahwa MPR akan membentuk Mahkamah Kehormatan MPR yang bersifat Ad Hoc untuk menjaga dan menegakkan kehormatan serta keluhuran martabat MPR sebagai lembaga permusyawaratan rakyat.
Tugas Mahkamah Kehormatan MPR antara lain melakukan pemantapan nilai dan norma yang terkandung dalam Pancasila, peraturan perundang-undangan, dan kode etik MPR; serta melakukan pencegahan terjadinya pelanggaran kode etik MPR.
Tugas lainnya yakni melakukan pengawasan terhadap perilaku dan tindakan pimpinan dan/atau anggota MPR, melakukan penyelidikan perkara pelanggaran kode etik MPR; memeriksa dan mengadili perkara pelanggaran kode etik MPR; menyelenggarakan administrasi pelanggaran kode etik MPR; melakukan peninjauan kembali terhadap putusan perkara pelanggaran kode etik MPR; serta mengevaluasi pelaksanaan putusan perkara pelanggaran Kode Etik MPR.
Menurut Bamsoet, MPR perlu memiliki Mahkamah Kehormatan tersendiri. Karena sekali pun anggota MPR terdiri dari anggota DPR dan DPD, namun MPR memiliki kewenangan, fungsi dan tugas yang berbeda dengan DPR dan DPD.
"Saat ini DPR telah memiliki Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) dan DPD memiliki Badan Kehormatan. Sehingga, apabila ada pengaduan terkait dengan kewenangan, fungsi dan tugas sebagai anggota MPR, harus diselesaikan oleh Mahkamah Kehormatan MPR. Bukan oleh lembaga lain baik MKD DPR atau Badan Kehormatan DPR," ujarnya.
Di sisi lain, rapat gabungan juga mempersiapkan beberapa Rekomendasi MPR periode 2019-2024 yang akan diberikan kepada MPR periode 2024-2029. Beberapa poinnya terkait penuntasan pembahasan substansi dan bentuk hukum Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) agar bisa diselesaikan oleh MPR 2024-2029 sebelum Agustus 2025.
"Rekomendasi lainnya yakni mengevaluasi keberadaan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor I/MPR/2003 tentang Peninjauan Terhadap Materi dan Status Hukum Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Tahun 1960 sampai dengan Tahun 2002, khususnya pasal 2 dan 4; serta mengkaji penguatan kelembagaan MPR melalui Undang-Undang tentang MPR; dan berbagai rekomendasi lainnya yang nanti dibacakan dalam Sidang Paripurna MPR pada 25 September 2024," katanya.
(jon)
tulis komentar anda