Prabowo dan Tantangan Mewujudkan Ekonomi Berkeadilan di Indonesia
Selasa, 24 September 2024 - 07:07 WIB
Kusfiardi
Analis Ekonomi Politik FINE Institute
DALAM pidatonya yang disampaikan pada perayaan ulang tahun Partai Buruh, Presiden terpilih Prabowo Subianto dengan tegas menyatakan komitmennya untuk memperjuangkan ekonomi yang berlandaskan keadilan, kekeluargaan, dan nilai-nilai Pancasila. Ia menekankan bahwa kapitalisme neoliberal sering kali tidak sesuai dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, karena model ekonomi tersebut cenderung memperparah ketimpangan dan mengabaikan keadilan sosial. Sebagai presiden yang akan dilantik, Prabowo menegaskan dirinya akan mengedepankan model ekonomi yang lebih adil dan inklusif, dengan berfokus pada kesejahteraan kaum buruh, petani, nelayan, dan masyarakat lemah lainnya.
Di balik retorika keadilan ekonomi yang disampaikan Prabowo , terdapat ekspektasi besar dari masyarakat mengenai arah kebijakan ekonomi yang akan ia jalankan. Dalam konteks Indonesia, wacana ini sangat relevan, mengingat tingginya tingkat ketimpangan ekonomi yang telah lama menjadi permasalahan struktural. Namun, janji untuk mewujudkan ekonomi keadilan bukanlah perkara mudah. Tantangan yang dihadapi bukan hanya bersifat teknis, tetapi juga ideologis, karena sistem ekonomi global saat ini cenderung mendukung kapitalisme dan liberalisasi pasar.
Banyak pihak mungkin bertanya-tanya, apakah Prabowo akan benar-benar mampu menjauhkan Indonesia dari pengaruh kapitalisme neoliberal dan memimpin negara menuju model ekonomi yang lebih berpihak pada rakyat kecil? Janji-janji keadilan ekonomi selalu menjadi daya tarik politik, terutama dalam kampanye pemilu, tetapi implementasinya sering kali terbentur oleh realitas kompleks sistem ekonomi global. Dalam hal ini, tantangan utama Prabowo adalah bagaimana ia akan memposisikan Indonesia di tengah arus globalisasi yang terus mendesak negara-negara berkembang untuk membuka pasar mereka, menarik investasi asing, dan mengurangi intervensi negara dalam ekonomi .
Kritik terhadap kapitalisme neoliberal, yang oleh Prabowo disebut tidak sesuai dengan Pancasila, sebenarnya bukan hal baru di Indonesia. Sejak reformasi, banyak kritik yang dilontarkan terhadap kebijakan ekonomi yang dianggap hanya menguntungkan segelintir elite dan meninggalkan mayoritas masyarakat. Neoliberalisme, dengan prinsip deregulasi, privatisasi, dan perdagangan bebas, sering kali menghasilkan kesenjangan ekonomi yang makin melebar. Kondisi ini, menurut Prabowo, harus diubah dengan mengedepankan prinsip ekonomi kekeluargaan dan keadilan sosial yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.
Namun, menjanjikan perubahan dari sistem ekonomi kapitalisme menuju sistem yang lebih "berkeadilan" juga memerlukan strategi yang konkret. Prabowo tidak hanya harus berhadapan dengan dinamika ekonomi global, tetapi juga harus menyelesaikan permasalahan domestik yang sudah mengakar. Korupsi, birokrasi yang lamban, serta rendahnya daya saing tenaga kerja menjadi tantangan besar dalam upaya memperbaiki struktur ekonomi Indonesia. Selain itu, sektor-sektor seperti pertanian dan perikanan, yang disebut Prabowo sebagai sektor yang akan ia perjuangkan, juga membutuhkan reformasi mendalam agar lebih produktif dan berkelanjutan.
Di sisi lain, retorika tentang ekonomi kekeluargaan dan keadilan sosial juga harus diuji dalam implementasi kebijakan. Apakah Prabowo mampu mengakomodasi kepentingan berbagai pihak yang sering kali saling bertentangan? Kaum buruh, petani, dan nelayan, yang ia sebut sebagai prioritas, memiliki kepentingan berbeda dengan pelaku industri besar atau investor asing. Mengelola ekonomi yang inklusif membutuhkan kebijakan yang bisa mengharmonisasikan kepentingan berbagai kelompok tanpa menimbulkan gesekan yang justru menghambat pertumbuhan ekonomi.
Analis Ekonomi Politik FINE Institute
DALAM pidatonya yang disampaikan pada perayaan ulang tahun Partai Buruh, Presiden terpilih Prabowo Subianto dengan tegas menyatakan komitmennya untuk memperjuangkan ekonomi yang berlandaskan keadilan, kekeluargaan, dan nilai-nilai Pancasila. Ia menekankan bahwa kapitalisme neoliberal sering kali tidak sesuai dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, karena model ekonomi tersebut cenderung memperparah ketimpangan dan mengabaikan keadilan sosial. Sebagai presiden yang akan dilantik, Prabowo menegaskan dirinya akan mengedepankan model ekonomi yang lebih adil dan inklusif, dengan berfokus pada kesejahteraan kaum buruh, petani, nelayan, dan masyarakat lemah lainnya.
Di balik retorika keadilan ekonomi yang disampaikan Prabowo , terdapat ekspektasi besar dari masyarakat mengenai arah kebijakan ekonomi yang akan ia jalankan. Dalam konteks Indonesia, wacana ini sangat relevan, mengingat tingginya tingkat ketimpangan ekonomi yang telah lama menjadi permasalahan struktural. Namun, janji untuk mewujudkan ekonomi keadilan bukanlah perkara mudah. Tantangan yang dihadapi bukan hanya bersifat teknis, tetapi juga ideologis, karena sistem ekonomi global saat ini cenderung mendukung kapitalisme dan liberalisasi pasar.
Banyak pihak mungkin bertanya-tanya, apakah Prabowo akan benar-benar mampu menjauhkan Indonesia dari pengaruh kapitalisme neoliberal dan memimpin negara menuju model ekonomi yang lebih berpihak pada rakyat kecil? Janji-janji keadilan ekonomi selalu menjadi daya tarik politik, terutama dalam kampanye pemilu, tetapi implementasinya sering kali terbentur oleh realitas kompleks sistem ekonomi global. Dalam hal ini, tantangan utama Prabowo adalah bagaimana ia akan memposisikan Indonesia di tengah arus globalisasi yang terus mendesak negara-negara berkembang untuk membuka pasar mereka, menarik investasi asing, dan mengurangi intervensi negara dalam ekonomi .
Kritik terhadap kapitalisme neoliberal, yang oleh Prabowo disebut tidak sesuai dengan Pancasila, sebenarnya bukan hal baru di Indonesia. Sejak reformasi, banyak kritik yang dilontarkan terhadap kebijakan ekonomi yang dianggap hanya menguntungkan segelintir elite dan meninggalkan mayoritas masyarakat. Neoliberalisme, dengan prinsip deregulasi, privatisasi, dan perdagangan bebas, sering kali menghasilkan kesenjangan ekonomi yang makin melebar. Kondisi ini, menurut Prabowo, harus diubah dengan mengedepankan prinsip ekonomi kekeluargaan dan keadilan sosial yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.
Namun, menjanjikan perubahan dari sistem ekonomi kapitalisme menuju sistem yang lebih "berkeadilan" juga memerlukan strategi yang konkret. Prabowo tidak hanya harus berhadapan dengan dinamika ekonomi global, tetapi juga harus menyelesaikan permasalahan domestik yang sudah mengakar. Korupsi, birokrasi yang lamban, serta rendahnya daya saing tenaga kerja menjadi tantangan besar dalam upaya memperbaiki struktur ekonomi Indonesia. Selain itu, sektor-sektor seperti pertanian dan perikanan, yang disebut Prabowo sebagai sektor yang akan ia perjuangkan, juga membutuhkan reformasi mendalam agar lebih produktif dan berkelanjutan.
Di sisi lain, retorika tentang ekonomi kekeluargaan dan keadilan sosial juga harus diuji dalam implementasi kebijakan. Apakah Prabowo mampu mengakomodasi kepentingan berbagai pihak yang sering kali saling bertentangan? Kaum buruh, petani, dan nelayan, yang ia sebut sebagai prioritas, memiliki kepentingan berbeda dengan pelaku industri besar atau investor asing. Mengelola ekonomi yang inklusif membutuhkan kebijakan yang bisa mengharmonisasikan kepentingan berbagai kelompok tanpa menimbulkan gesekan yang justru menghambat pertumbuhan ekonomi.
tulis komentar anda