Pemerintah Terbitkan PP 28/2024 Direspons Asosiasi Petani Tembakau
Rabu, 11 September 2024 - 20:10 WIB
JAKARTA - Pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) 28/2024 dan adanya Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) sebagai aturan turunan. Hal ini pun direspons Dewan Pimpinan Nasional Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (DPN APTI).
Menurut Ketua Umum DPN APTI, Agus Parmuji, pihaknya keberatan dengan adanya PP dan aturan turunan tersebut. Dia mengklaim, seluruh pelaku usaha industri hasil tembakau menolak keras ketentuan dalam RPMK terkait penerapan penyeragaman kemasan/kemasan polos.
Padahal kata Agus Parmuji, ketentuan penyeragaman kemasan/kemasan polos pada dasarnya tidak dimandatkan oleh PP 28/2024.
"Beberapa negara yang menerapkan penyeragaman kemasan/kemasan polos terbukti tidak secara drastis menurunkan angka perokok aktif. Yang terjadi justru peredaran rokok illegal makin meningkat. Dampak lain, penerimaan cukai negara turun, serta melahirkan kemiskinan baru," ucap Agus Parmuji, Rabu (11/9/2024).
DPN APTI memberi catatan terkait RPMK ini, yakni jangka waktu penerapan ketentuan standardisasi Kemasan yang tidak sesuai amanat PP 28/2024. Ketentuan Pasal 1157 pada PP 28/2024 mengatur bahwa pelaku usaha wajib mematuhi ketentuan pencantuman peringatan kesehatan dalam waktu 2 tahun sejak PP diundangkan, yaitu di bulan Juli 2026.
"Namun, ketentuan pada RPMK tidak sesuai dengan amanat PP 28/2024, yang mengatur bahwa pelaku usaha wajib mematuhi aturan mengenai standardisasi kemasan termasuk desain dan tulisan, dan peringatan kesehatan, dalam waktu 1 tahun sejak PP 28/2024 diundangkan, yaitu Juli 2025," terangnya.
Catatan lain, aturan seluruh bentuk produk tembakau dan rokok elektronik (RE) kecuali Rokok Elektronik Padat patut diduga diskriminatif. Pasalnya, akan menguntungkan pihak tertentu.
"Ada disharmoni antara Pasal 3 dan Pasal 7," tegasnya.
Pasal 3 Ayat (1) RPMK menyebutkan bahwa ruang lingkup Permenkes mencakup Standardisasi Kemasan Produk Tembakau dan Rokok Elektronik. Pasal 3 Ayat (3) mengatur bahwa Rokok Elektronik meliputi: (i) sistem terbuka atau isi ulang cairan nikotin; (ii) sistem tertutup atau cartridge sekali pakai; dan (iii) padat.
Menurut Ketua Umum DPN APTI, Agus Parmuji, pihaknya keberatan dengan adanya PP dan aturan turunan tersebut. Dia mengklaim, seluruh pelaku usaha industri hasil tembakau menolak keras ketentuan dalam RPMK terkait penerapan penyeragaman kemasan/kemasan polos.
Padahal kata Agus Parmuji, ketentuan penyeragaman kemasan/kemasan polos pada dasarnya tidak dimandatkan oleh PP 28/2024.
"Beberapa negara yang menerapkan penyeragaman kemasan/kemasan polos terbukti tidak secara drastis menurunkan angka perokok aktif. Yang terjadi justru peredaran rokok illegal makin meningkat. Dampak lain, penerimaan cukai negara turun, serta melahirkan kemiskinan baru," ucap Agus Parmuji, Rabu (11/9/2024).
DPN APTI memberi catatan terkait RPMK ini, yakni jangka waktu penerapan ketentuan standardisasi Kemasan yang tidak sesuai amanat PP 28/2024. Ketentuan Pasal 1157 pada PP 28/2024 mengatur bahwa pelaku usaha wajib mematuhi ketentuan pencantuman peringatan kesehatan dalam waktu 2 tahun sejak PP diundangkan, yaitu di bulan Juli 2026.
"Namun, ketentuan pada RPMK tidak sesuai dengan amanat PP 28/2024, yang mengatur bahwa pelaku usaha wajib mematuhi aturan mengenai standardisasi kemasan termasuk desain dan tulisan, dan peringatan kesehatan, dalam waktu 1 tahun sejak PP 28/2024 diundangkan, yaitu Juli 2025," terangnya.
Catatan lain, aturan seluruh bentuk produk tembakau dan rokok elektronik (RE) kecuali Rokok Elektronik Padat patut diduga diskriminatif. Pasalnya, akan menguntungkan pihak tertentu.
"Ada disharmoni antara Pasal 3 dan Pasal 7," tegasnya.
Pasal 3 Ayat (1) RPMK menyebutkan bahwa ruang lingkup Permenkes mencakup Standardisasi Kemasan Produk Tembakau dan Rokok Elektronik. Pasal 3 Ayat (3) mengatur bahwa Rokok Elektronik meliputi: (i) sistem terbuka atau isi ulang cairan nikotin; (ii) sistem tertutup atau cartridge sekali pakai; dan (iii) padat.
tulis komentar anda