Faisal Basri, Ekonom yang Pernah Menjadi Sekjen PAN
Kamis, 05 September 2024 - 06:14 WIB
JAKARTA - Dalam sejarah perjalanan Partai Amanat Nasional (PAN), sosok ekonom Faisal Basri tercatat menjadi orang yang pertama kali menjadi sekjen PAN. Faisal Basri menyebut banyak kisah indah selama di PAN.
Pernyataan itu disampaikan Faisal saat diwawancarai Helmy Yahya, yang tayangannya ada di channel YouTube Helmy Yahya Bicara, 2 September 2020.
Dalam tayangan yang diberi judul 'Faisal Basri, Pribadi Sangat Sedehana, Tetapi Hasilkan Pemikiran tidak Sederhana Tentang Indonesia' tersebut, Helmy Yahya bertanya tentang Faisal yang pernah menjadi sekjen sebuah partai. Partai yang dimaksud adalah PAN.
"Kecelakaan juga...," ujar Faisal disambut tawa Helmy Yahya.
Pria kelahiran Bandung, Jawa Barat, 6 November 1959 lalu menceritakan kronologi hingga dia menjadi sekjen dan keluar dari PAN. Menurutnya, dahulu dia masuk MARA (Majelis Amanat Rakyat) yang mengusung Amien Rais sebagai calon alternatif pemimpin bangsa.
"Nah, untuk menjadi pemimpin bangsa kan harus ada partai politik, tidak bisa ikut demo di jalan terus, maka kita ikut membidani partai itu. Setelah platform selesai, ya udah saya selesai, saya sudah memilih hidup sebagai dosen di Depok , UI, tempat tinggal saya dekat Depok, Cijantung, selesai sudah," jelasnya.
Namun, kata Fasial, ketika pembentukan pengurus, sulit menemukan figur sekjen. "Tidak ketemu-ketemu figur sekjen. Pak Amien sudah pasti ketua umum, sekjennya itu pada awalnya Pak Amin Azis yang dicalonkan, tapi Pak Amin Azis kan lebih tua dari Pak Amien Rais, tidak ideal, ada lagi Ismid Hadad, tapi setahu saya dia tidak mau tinggalkan dapur," ujarnya.
Lalu, kata Faisal, ada teman-temannya yang meneleponnya untuk bersedia menjadi sekjen. "Bismillah aja, Sal. Ya udah jadi itu aja," kata pria yang pernah bertarung di Pilkada DKI Jakarta 2012 melalui jalur perseorangan ini.
Faisal juga ditanya kenapa keluar dari PAN. Menurutnya, waktu mendirikan PAN itu, asasnya inklusif, modern, terbuka. "Nah, setelah Kongres Yogya diubah menjadi asasnya iman dan takwa. Menurut saya, asas itu menjadi sesuatu yang bisa diukur, iman dan takwa nggak ada ukurannya, jadi tidak ada indikatornya. Jadi apa ini? Kecenderungannya kan PAN itu awalnya partai tengah, partai buat semua, kalau iman dan takwa kan monopolinya umant Islam, partai Islam kan sudah ada, buat apa lagi kita bikin partai Islam," jelas Faisal seraya menyebut banyak kisah indah selama di PAN.
Pernyataan itu disampaikan Faisal saat diwawancarai Helmy Yahya, yang tayangannya ada di channel YouTube Helmy Yahya Bicara, 2 September 2020.
Dalam tayangan yang diberi judul 'Faisal Basri, Pribadi Sangat Sedehana, Tetapi Hasilkan Pemikiran tidak Sederhana Tentang Indonesia' tersebut, Helmy Yahya bertanya tentang Faisal yang pernah menjadi sekjen sebuah partai. Partai yang dimaksud adalah PAN.
"Kecelakaan juga...," ujar Faisal disambut tawa Helmy Yahya.
Pria kelahiran Bandung, Jawa Barat, 6 November 1959 lalu menceritakan kronologi hingga dia menjadi sekjen dan keluar dari PAN. Menurutnya, dahulu dia masuk MARA (Majelis Amanat Rakyat) yang mengusung Amien Rais sebagai calon alternatif pemimpin bangsa.
"Nah, untuk menjadi pemimpin bangsa kan harus ada partai politik, tidak bisa ikut demo di jalan terus, maka kita ikut membidani partai itu. Setelah platform selesai, ya udah saya selesai, saya sudah memilih hidup sebagai dosen di Depok , UI, tempat tinggal saya dekat Depok, Cijantung, selesai sudah," jelasnya.
Namun, kata Fasial, ketika pembentukan pengurus, sulit menemukan figur sekjen. "Tidak ketemu-ketemu figur sekjen. Pak Amien sudah pasti ketua umum, sekjennya itu pada awalnya Pak Amin Azis yang dicalonkan, tapi Pak Amin Azis kan lebih tua dari Pak Amien Rais, tidak ideal, ada lagi Ismid Hadad, tapi setahu saya dia tidak mau tinggalkan dapur," ujarnya.
Lalu, kata Faisal, ada teman-temannya yang meneleponnya untuk bersedia menjadi sekjen. "Bismillah aja, Sal. Ya udah jadi itu aja," kata pria yang pernah bertarung di Pilkada DKI Jakarta 2012 melalui jalur perseorangan ini.
Faisal juga ditanya kenapa keluar dari PAN. Menurutnya, waktu mendirikan PAN itu, asasnya inklusif, modern, terbuka. "Nah, setelah Kongres Yogya diubah menjadi asasnya iman dan takwa. Menurut saya, asas itu menjadi sesuatu yang bisa diukur, iman dan takwa nggak ada ukurannya, jadi tidak ada indikatornya. Jadi apa ini? Kecenderungannya kan PAN itu awalnya partai tengah, partai buat semua, kalau iman dan takwa kan monopolinya umant Islam, partai Islam kan sudah ada, buat apa lagi kita bikin partai Islam," jelas Faisal seraya menyebut banyak kisah indah selama di PAN.
(zik)
Lihat Juga :
tulis komentar anda