Gempa dan Tsunami di Zona Megathrust Tidak Bisa Diprediksi, BMKG Imbau Tingkatkan Kewaspadaan
Selasa, 20 Agustus 2024 - 22:02 WIB
JAKARTA - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menegaskan bahwa gempa dan tsunami di zona megathrust tidak bisa diprediksi, namun harus tetap meningkatkan kewaspadaan. Megathrust merupakan sumber gempa subduksi lempeng di mana terdapat bidang kontak antar dua lempeng tektonik di kedalaman dangkal kurang dari 50 km.
Megathrust dapat dianalogikan sebagai patahan dengan dorongan naik yang besar karena mampu mengakumulasi energi medan tegangan gempa sangat dan memicu gempa kuat yang menimbulkan rekahan panjang dan bidang pergeseran yang luas. selain itu, berpotensi destruktif dan tsunami.
Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati mengatakan bahwa pihaknya telah memonitor gempa-gempa di zona megathrust. Dia menegaskan gempa di zona megathrust tidak hanya berkekuatan besar namun ada gempa-gempa kecil.
“Nah, jadi gempa-gempa yang kami catat di megathrust itu ada yang gempanya itu juga kecil-kecil. Tapi di zona megathrust. Nah, yang harus dimonitor, kami BMKG memonitor gempa yang kecil-kecil ini kita bisa melihat trennya akankah semakin memuat, semakin memuat,” ujar Dwikorita dalam Webinar Waspada Gempa Megathrust, Selasa (20/8/2024).
Dia menegaskan bahwa gempa-gempa di zona megathrust tidak langsung tiba-tiba dengan kekuatan besar. Namun, ada gempa skala kecil dengan intensitas seringlah yang juga harus diwaspadai.
“Jadi biasanya tidak langsung ujuk-ujuk (tiba-tiba) jeder (besar) gitu enggak. Jadi ada awal-awal ya, tapi langsung-langsung lompat. Nah, di kala yang kecil-kecil ini semakin sering, semakin meningkat, kita harus segera siaga gitu kan,” jelasnya.
Dwikorita melanjutkan bahwa ada 13 segmen zona megathrust di Indonesia. Di mana, masih ada dua yang segmen yakni Megathrust Selat Sunda-Banten potensi M8,7 dan segmen Megathrust Mentawai-Siberut potensi M8,9 yang sudah lama tidak melepaskan energi besarnya.
“Dan kebetulan kan di antara segmen-segmen megathrust yang 13 itu, ada 2 segmen yang seharusnya sudah saatnya, periode ulangnya bergerak, sudah 200 tahun lebih. Yang lain sudah lepas menjadi gempa,” papar Dwikorita.
“Nah, ini ada banyak segmen. Segmen yang 11, ini sudah lepas. Dengan magnitudo beragam ya. Nah, ini yang ditonjolkan adalah magnitudo yang tinggi. Yang kecil-kecil itu enggak dibahas ya. Yang tinggi M8,4, M8,7, M8,5, sudah lepas. Nah, yang belum itu adalah segmen nomor 7 (Megathrust Selat Sunda-Banten potensi M8,7) dan segmen nomor 4 (Megathrust Mentawai-Siberut potensi M8,9),” papar Dwikorita sambil menunjukkan data.
Dari catatan-catatan itu, kata Dwikorita, BMKG menginisiasi terbentuknya Konsorsium Gempabumi dan Tsunami di Indonesia. “Menurut para pakar, para pakar gempa di Indonesia itu banyak. Makanya kami juga membentuk Konsorsium Gempabumi dan Tsunami nasional. BMKG sangat membutuhkan konsorsium itu karena di situlah sumber ilmu dan ilmunya sangat dibutuhkan untuk pengembangan inovasi teknologi yang ada di BMKG,” pungkas dia.
Megathrust dapat dianalogikan sebagai patahan dengan dorongan naik yang besar karena mampu mengakumulasi energi medan tegangan gempa sangat dan memicu gempa kuat yang menimbulkan rekahan panjang dan bidang pergeseran yang luas. selain itu, berpotensi destruktif dan tsunami.
Baca Juga
Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati mengatakan bahwa pihaknya telah memonitor gempa-gempa di zona megathrust. Dia menegaskan gempa di zona megathrust tidak hanya berkekuatan besar namun ada gempa-gempa kecil.
“Nah, jadi gempa-gempa yang kami catat di megathrust itu ada yang gempanya itu juga kecil-kecil. Tapi di zona megathrust. Nah, yang harus dimonitor, kami BMKG memonitor gempa yang kecil-kecil ini kita bisa melihat trennya akankah semakin memuat, semakin memuat,” ujar Dwikorita dalam Webinar Waspada Gempa Megathrust, Selasa (20/8/2024).
Dia menegaskan bahwa gempa-gempa di zona megathrust tidak langsung tiba-tiba dengan kekuatan besar. Namun, ada gempa skala kecil dengan intensitas seringlah yang juga harus diwaspadai.
“Jadi biasanya tidak langsung ujuk-ujuk (tiba-tiba) jeder (besar) gitu enggak. Jadi ada awal-awal ya, tapi langsung-langsung lompat. Nah, di kala yang kecil-kecil ini semakin sering, semakin meningkat, kita harus segera siaga gitu kan,” jelasnya.
Dwikorita melanjutkan bahwa ada 13 segmen zona megathrust di Indonesia. Di mana, masih ada dua yang segmen yakni Megathrust Selat Sunda-Banten potensi M8,7 dan segmen Megathrust Mentawai-Siberut potensi M8,9 yang sudah lama tidak melepaskan energi besarnya.
“Dan kebetulan kan di antara segmen-segmen megathrust yang 13 itu, ada 2 segmen yang seharusnya sudah saatnya, periode ulangnya bergerak, sudah 200 tahun lebih. Yang lain sudah lepas menjadi gempa,” papar Dwikorita.
“Nah, ini ada banyak segmen. Segmen yang 11, ini sudah lepas. Dengan magnitudo beragam ya. Nah, ini yang ditonjolkan adalah magnitudo yang tinggi. Yang kecil-kecil itu enggak dibahas ya. Yang tinggi M8,4, M8,7, M8,5, sudah lepas. Nah, yang belum itu adalah segmen nomor 7 (Megathrust Selat Sunda-Banten potensi M8,7) dan segmen nomor 4 (Megathrust Mentawai-Siberut potensi M8,9),” papar Dwikorita sambil menunjukkan data.
Dari catatan-catatan itu, kata Dwikorita, BMKG menginisiasi terbentuknya Konsorsium Gempabumi dan Tsunami di Indonesia. “Menurut para pakar, para pakar gempa di Indonesia itu banyak. Makanya kami juga membentuk Konsorsium Gempabumi dan Tsunami nasional. BMKG sangat membutuhkan konsorsium itu karena di situlah sumber ilmu dan ilmunya sangat dibutuhkan untuk pengembangan inovasi teknologi yang ada di BMKG,” pungkas dia.
(kri)
tulis komentar anda