MK Tolak Gugatan Anggota Legislatif Harus Mundur Jika Maju Pilkada
Selasa, 20 Agustus 2024 - 20:40 WIB
JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan atau gugatan untuk seluruhnya terhadap Undang-Undang tentang Pilkada terkait dengan aturan anggota legislatif terpilih wajib mengundurkan diri jika ingin maju di Pilkada Serentak 2024 . Permohonan diajukan oleh Terence Cameron, Raihan Husnul Wafa, dan Wildan Nurmujaddid Erfan.
Sidang Pengucapan Putusan Nomor 91/PUU-XXII/2024 ini digelar di MK, Jakarta, Selasa (20/8/2024). Hakim Konstitusi M Guntur Hamzah yang membacakan pertimbangan hukum putusan menyebutkan konteks pengujian konstitusionalitas norma Pasal 7 ayat (2) huruf s UU Pilkada yang dimohonkan oleh para Pemohon.
Menurut Mahkamah, dalil para Pemohon yang pada pokoknya menyatakan anggota legislatif yang akan maju di pilkada diwajibkan untuk mengundurkan diri berpotensi akan merugikan rakyat di daerah pemilihan anggota tersebut. Karena jika seandainya anggota legislatif tersebut kalah di pilkada, maka rakyat akan kehilangan figur pemimpin berkualitas yang dapat memperjuangkan kesejahteraan mereka baik jika figur tersebut menjadi anggota legislatif maupun menjadi kepala daerah sebagaimana didalilkan oleh para Pemohon adalah tidak berdasar dan bahkan dapat dikatakan berlebihan.
"Karena di samping anggota legislatif dan kepala daerah memiliki tanggung jawab kepada konstituennya secara berbeda-beda, juga belum tentu anggota legislatif yang mencalonkan diri sebagai kepala daerah tersebut, akan digantikan oleh calon anggota legislatif yang tidak kredibel atau tidak kompeten dan tidak mempertanggungjawabkan jabatan yang diembannya kepada masyarakat yang berada di daerah pemilihan anggota legislatif yang mengundurkan diri tersebut, karena hal yang demikian kembali lagi kepada integritas dari wakil-wakil rakyat tersebut (individu dari para wakil rakyat) dalam melaksanakan amanah yang diembannya," ujar Guntur.
Lagipula, calon anggota legislatif yang akan menggantikan anggota legislatif yang mundur tersebut pasti sudah melalui pertimbangan dan seleksi dari pimpinan partainya. Sehingga dianggap layak untuk menggantikan anggota legislatif yang mengundurkan diri karena mencalonkan diri sebagai kepala daerah.
Di samping itu, kinerja anggota legislatif yang bersangkutan belum dapat dinilai sebelum yang bersangkutan sudah benar-benar melaksanakan tugasnya. Berkenaan dengan pilihan pemilih untuk menentukan hak pilihnya terhadap calon anggota legislatif atau calon kepala daerah, Guntur mengatakan bahwa kedua pilihan tersebut tidak dapat dilepaskan dari pemberian mandat agar calon legislatif atau kepala daerah yang menjadi pilihannya tidak mengingkari kepercayaan yang diberikan.
"Sehingga Mahkamah berpendapat penentuan pilihan bagi para pemilih dipengaruhi oleh di antaranya aspek kapabilitas, integritas, dan akseptabilitas. Dalam hal ini, pemilih memilih calon anggota legislatif karena dinilai mempunyai kapabilitas/kompetensi dan rekam jejak yang tepat dan cocok dengan jabatan yang akan diembannya," jelasnya.
Dengan demikian, jika calon anggota legislatif yang terpilih maupun yang incumbent tidak diwajibkan mengundurkan diri bagi yang mencalonkan diri sebagai kepala daerah di daerah pemilihannya, hal tersebut sama dengan mengingkari mandat yang diberikan oleh pemilih.
Sebab, pemberian mandat kepada calon anggota legislatif maupun kepala daerah tidak semata-mata hanya persoalan formalitas untuk menyalurkan aspirasi, tetapi bersifat substansial agar aspirasinya dapat diaktualisasikan melalui calon anggota legislatif yang dipilih atau pernah dipilih yang memiliki rekam jejak, sehingga pemilih menentukan pilihannya kepada calon anggota legislatif untuk menjadi anggota legislatif bukan untuk menjadi kepala daerah.
“Ketentuan norma Pasal 7 ayat (2) huruf s UU Nomor 10 Tahun 2016 telah memberikan jaminan, pengakuan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28D ayat (1) UUD NRI Tahun 1945. Dengan demikian dalil-dalil para Pemohon adalah tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya,” ucap Guntur.
Sidang Pengucapan Putusan Nomor 91/PUU-XXII/2024 ini digelar di MK, Jakarta, Selasa (20/8/2024). Hakim Konstitusi M Guntur Hamzah yang membacakan pertimbangan hukum putusan menyebutkan konteks pengujian konstitusionalitas norma Pasal 7 ayat (2) huruf s UU Pilkada yang dimohonkan oleh para Pemohon.
Menurut Mahkamah, dalil para Pemohon yang pada pokoknya menyatakan anggota legislatif yang akan maju di pilkada diwajibkan untuk mengundurkan diri berpotensi akan merugikan rakyat di daerah pemilihan anggota tersebut. Karena jika seandainya anggota legislatif tersebut kalah di pilkada, maka rakyat akan kehilangan figur pemimpin berkualitas yang dapat memperjuangkan kesejahteraan mereka baik jika figur tersebut menjadi anggota legislatif maupun menjadi kepala daerah sebagaimana didalilkan oleh para Pemohon adalah tidak berdasar dan bahkan dapat dikatakan berlebihan.
"Karena di samping anggota legislatif dan kepala daerah memiliki tanggung jawab kepada konstituennya secara berbeda-beda, juga belum tentu anggota legislatif yang mencalonkan diri sebagai kepala daerah tersebut, akan digantikan oleh calon anggota legislatif yang tidak kredibel atau tidak kompeten dan tidak mempertanggungjawabkan jabatan yang diembannya kepada masyarakat yang berada di daerah pemilihan anggota legislatif yang mengundurkan diri tersebut, karena hal yang demikian kembali lagi kepada integritas dari wakil-wakil rakyat tersebut (individu dari para wakil rakyat) dalam melaksanakan amanah yang diembannya," ujar Guntur.
Lagipula, calon anggota legislatif yang akan menggantikan anggota legislatif yang mundur tersebut pasti sudah melalui pertimbangan dan seleksi dari pimpinan partainya. Sehingga dianggap layak untuk menggantikan anggota legislatif yang mengundurkan diri karena mencalonkan diri sebagai kepala daerah.
Di samping itu, kinerja anggota legislatif yang bersangkutan belum dapat dinilai sebelum yang bersangkutan sudah benar-benar melaksanakan tugasnya. Berkenaan dengan pilihan pemilih untuk menentukan hak pilihnya terhadap calon anggota legislatif atau calon kepala daerah, Guntur mengatakan bahwa kedua pilihan tersebut tidak dapat dilepaskan dari pemberian mandat agar calon legislatif atau kepala daerah yang menjadi pilihannya tidak mengingkari kepercayaan yang diberikan.
"Sehingga Mahkamah berpendapat penentuan pilihan bagi para pemilih dipengaruhi oleh di antaranya aspek kapabilitas, integritas, dan akseptabilitas. Dalam hal ini, pemilih memilih calon anggota legislatif karena dinilai mempunyai kapabilitas/kompetensi dan rekam jejak yang tepat dan cocok dengan jabatan yang akan diembannya," jelasnya.
Dengan demikian, jika calon anggota legislatif yang terpilih maupun yang incumbent tidak diwajibkan mengundurkan diri bagi yang mencalonkan diri sebagai kepala daerah di daerah pemilihannya, hal tersebut sama dengan mengingkari mandat yang diberikan oleh pemilih.
Sebab, pemberian mandat kepada calon anggota legislatif maupun kepala daerah tidak semata-mata hanya persoalan formalitas untuk menyalurkan aspirasi, tetapi bersifat substansial agar aspirasinya dapat diaktualisasikan melalui calon anggota legislatif yang dipilih atau pernah dipilih yang memiliki rekam jejak, sehingga pemilih menentukan pilihannya kepada calon anggota legislatif untuk menjadi anggota legislatif bukan untuk menjadi kepala daerah.
“Ketentuan norma Pasal 7 ayat (2) huruf s UU Nomor 10 Tahun 2016 telah memberikan jaminan, pengakuan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28D ayat (1) UUD NRI Tahun 1945. Dengan demikian dalil-dalil para Pemohon adalah tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya,” ucap Guntur.
(kri)
Lihat Juga :
tulis komentar anda