Warisan Budaya Ritual Muwon Namo Dihadirkan di Festival Suku Batin IX
Selasa, 23 Juli 2024 - 12:49 WIB
Sang istri menemukan dua telur ular yang dibawa ke rumah dan tak sengaja dikonsumsi oleh suaminya. Seketika sang suami merasakan panas pada tubuhnya dan terus menerus meminum air hingga aliran air sekitar habis.
Atas dasar itu, sang istri mengambil kuwali dapur (wadah memasak telur) sebagai media melaksanakan ritual memanggil hujan. Ritual inilah yang diyakini Datuk Sulaiman sebagai ritual yang dilakukan Raden Ontar. “Raden Ontar ini anak dari Raden Nagosari yang merupakan keturunan Kerajaan Majapahit,” jelasnya.
Adapun Raden Ontar punya sembilan anak bernama Singo Jayo, Singo Jago, Singo Pati, Singo Arum, Singo Besak, Singo Laut, Singo Delago, Singo Mangolok, dan Singo Ano. Ke-9 sungai yang dikenal dalam cerita mereka antara lain Sungai di Jebak, Sungai di Desa Muaro Singoan, Sungai di Bahar, Sungai Serisak, Sungai Cikadas, Sungai Pemusiran, Sungai Burung Hantu, Sungai Muara Bulian, dan Sungai Muaro Singoan.
Anak bungsu, Raden Singo Ano, bertugas menjaga Sungai Muaro Singoan dan tinggal di Dusun Sialang Pungguk, dikenal sebagai Raja Singo Ano. “Pada suatu ketika, musim kemarau panjang melanda Dusun Sialang Pungguk (Seberang Desa Muaro Singoan), menyebabkan kekeringan yang parah. Aliran Sungai Singoan mengering, tumbuhan mati, dan sumber makanan dari sungai hilang. Masyarakat menganggap kekeringan ini sebagai kutukan dari dewa hujan," imbuhnya.
Untuk mengatasi situasi ini, lanjut dia, masyarakat memutuskan melakukan ritual Muwon Namo untuk meminta hujan. Ritual dimulai dengan melepaskan ayam jantan sebagai persembahan di makam Rajo Singo Ano. “Jadi jika Raden Ontar tak melaksanakan Muwon Namo, mungkin generasi hari ini tidak mengenal tradisi itu,” ujar Datuk Sulaiman.
Pada Festival Suku Batin IX, pemimpin ritual Muwon Namo, pemimpin doa, dan anggota ritual menyirami dan melarungkan relief naga yang terbuat dari tanah ke sungai Batanghari. Para peserta ritual membaca mantra yang kemudian akan disibah air sungai ke relief tersebut sampai luntur dan kakinya jatuh ke air sungai.
“Respons masyarakat sangat antusias, karena sudah lama tidak dilaksanakan. Orang-orang ingin tahu bagaimana nenek moyang kita meminta turun hujan. Ini adalah proses melihat kebudayaan yang perlu dijaga,” tegasnya.
Selain itu, dilakukan juga penebaran benih ikan ke Sungai Batanghari. Hal ini dilakukan sebagai upaya menjaga kelestarian sungai yang telah berperan penting dalam peradaban dan kehidupan masyarakat setempat. Meskipun Desa Muaro Singoan dan desa sekitar yang merupakan rumah bagi Suku Batin IX telah menjadi tempat tinggal dari berbagai suku, berbagai tradisi, dan nilai identitas budaya masih dilestarikan.
Berbagai acara menarik lainnya ditampilkan dalam Festival Suku Batin IX seperti lomba masak Brengkes Ikan, arak-arakan dengan pakaian tradisional, lomba musik dan permainan tradisional, pameran objek diduga cagar budaya (ODCB), serta pameran UMKM lokal. "Festival ini (Festival Suku Batin IX) harapannya menjadi momentum yang baik untuk melestarikan seni dan budaya lokal,” ujar Kurator Lokal Wilayah Kabupaten Batanghari Irma Tambunan.
Irma menjelaskan, penyelenggaraan festival budaya perlu keterlibatan masyarakat lokal sebagai pemilik warisan budaya yang diangkat. Seluruh panitia penyelenggara festival ini merupakan masyarakat lokal, yang bekerja sama dengan para tokoh adat se-Kabupaten Batanghari.
Atas dasar itu, sang istri mengambil kuwali dapur (wadah memasak telur) sebagai media melaksanakan ritual memanggil hujan. Ritual inilah yang diyakini Datuk Sulaiman sebagai ritual yang dilakukan Raden Ontar. “Raden Ontar ini anak dari Raden Nagosari yang merupakan keturunan Kerajaan Majapahit,” jelasnya.
Adapun Raden Ontar punya sembilan anak bernama Singo Jayo, Singo Jago, Singo Pati, Singo Arum, Singo Besak, Singo Laut, Singo Delago, Singo Mangolok, dan Singo Ano. Ke-9 sungai yang dikenal dalam cerita mereka antara lain Sungai di Jebak, Sungai di Desa Muaro Singoan, Sungai di Bahar, Sungai Serisak, Sungai Cikadas, Sungai Pemusiran, Sungai Burung Hantu, Sungai Muara Bulian, dan Sungai Muaro Singoan.
Anak bungsu, Raden Singo Ano, bertugas menjaga Sungai Muaro Singoan dan tinggal di Dusun Sialang Pungguk, dikenal sebagai Raja Singo Ano. “Pada suatu ketika, musim kemarau panjang melanda Dusun Sialang Pungguk (Seberang Desa Muaro Singoan), menyebabkan kekeringan yang parah. Aliran Sungai Singoan mengering, tumbuhan mati, dan sumber makanan dari sungai hilang. Masyarakat menganggap kekeringan ini sebagai kutukan dari dewa hujan," imbuhnya.
Untuk mengatasi situasi ini, lanjut dia, masyarakat memutuskan melakukan ritual Muwon Namo untuk meminta hujan. Ritual dimulai dengan melepaskan ayam jantan sebagai persembahan di makam Rajo Singo Ano. “Jadi jika Raden Ontar tak melaksanakan Muwon Namo, mungkin generasi hari ini tidak mengenal tradisi itu,” ujar Datuk Sulaiman.
Pada Festival Suku Batin IX, pemimpin ritual Muwon Namo, pemimpin doa, dan anggota ritual menyirami dan melarungkan relief naga yang terbuat dari tanah ke sungai Batanghari. Para peserta ritual membaca mantra yang kemudian akan disibah air sungai ke relief tersebut sampai luntur dan kakinya jatuh ke air sungai.
“Respons masyarakat sangat antusias, karena sudah lama tidak dilaksanakan. Orang-orang ingin tahu bagaimana nenek moyang kita meminta turun hujan. Ini adalah proses melihat kebudayaan yang perlu dijaga,” tegasnya.
Selain itu, dilakukan juga penebaran benih ikan ke Sungai Batanghari. Hal ini dilakukan sebagai upaya menjaga kelestarian sungai yang telah berperan penting dalam peradaban dan kehidupan masyarakat setempat. Meskipun Desa Muaro Singoan dan desa sekitar yang merupakan rumah bagi Suku Batin IX telah menjadi tempat tinggal dari berbagai suku, berbagai tradisi, dan nilai identitas budaya masih dilestarikan.
Berbagai acara menarik lainnya ditampilkan dalam Festival Suku Batin IX seperti lomba masak Brengkes Ikan, arak-arakan dengan pakaian tradisional, lomba musik dan permainan tradisional, pameran objek diduga cagar budaya (ODCB), serta pameran UMKM lokal. "Festival ini (Festival Suku Batin IX) harapannya menjadi momentum yang baik untuk melestarikan seni dan budaya lokal,” ujar Kurator Lokal Wilayah Kabupaten Batanghari Irma Tambunan.
Irma menjelaskan, penyelenggaraan festival budaya perlu keterlibatan masyarakat lokal sebagai pemilik warisan budaya yang diangkat. Seluruh panitia penyelenggara festival ini merupakan masyarakat lokal, yang bekerja sama dengan para tokoh adat se-Kabupaten Batanghari.
tulis komentar anda