Dewan Pengawas Diminta Objektif Sidangkan Ketua KPK Firli Bahuri
Senin, 24 Agustus 2020 - 11:45 WIB
JAKARTA - Koalisi Masyarakat Sipil Anti Korupsi meminta kepada Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk objektif dan transparan terkait sidang kode etik terhadap Ketua KPK Firli Bahuri .
Sebagaimana diketahui bahwa pada Selasa (25/8/2020) pekan ini, Dewan Pengawas akan menggelar sidang untuk memeriksa dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh Firli Bahuri.
"Sidang dugaan pelanggaran kode etik Ketua KPK dilakukan secara objektif, transparan, dan akuntabel," ujar Peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangan tertulisnya, Senin (24/8/2020).(Baca Juga: Sepi Penangkapan, Firli Bahuri Sebut OTT KPK Tetap Berjalan)
Kurnia menjelaskan, pemeriksaan tersebut didasarkan atas tindakan Firli saat menggunakan moda transportasi mewah berupa helikopter dengan jenis helimousine. Tindakan ini amat mencoreng kredibilitas kelembagaan dan semakin menciptakan situasi skeptisisme publik terhadap kerja pemberantasan korupsi yang dilakukan oleh KPK.
Dirinya menegaskan bahwa dugaan pelanggaran kode etik ini bukan kali pertama dilakukan oleh Firli Bahuri. Saat Firli menjabat sebagai Deputi Penindakan, yang bersangkutan diduga sempat bertemu dengan pihak yang sedang berperkara di KPK.
"Bahkan dalam sebuah kesempatan, ia juga diketahui sempat memberikan akses khusus terhadap salah seorang saksi yang akan diperiksa penyidik. Tak berhenti di situ, ratusan pegawai KPK diketahui pernah membuat petisi menyoal tindakan Deputi Penindakan yang terkesan kerap menghambat pengembangan perkara-perkara besar. Pada saat itu Firli Bahuri luput dari sanksi karena langsung ditarik oleh instansi asalnya yaitu Polri," katanya.
Secara konsisten sebagai Ketua KPK, kata Kurnia, Firli Bahuri mempertahankan pola kerja seperti saat menjadi Deputi Penindakan. Mulai dari minimnya penindakan, menghasilkan banyak buronan, juga tidak menuntaskan perkara-perkara besar.( )
"Menjadi hal wajar saat empat lembaga survei mengatakan bahwa terdapat penurunan tingkat kepercayaan publik kepada KPK," ujarnya.
Dalam konteks ini tentu tidak bisa dilepaskan dari berlakunya UU KPK baru dan kepemimpinan Komjen Pol Firli Bahuri sebagai Ketua KPK. Saat menjabat sebagai Ketua KPK, Firli Bahuri juga terindikasi melanggar kode etik.
Misalnya, Firli terkesan abai dalam melindungi pegawai yang saat itu diduga disekap di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK). Pengabaian ini serius karena apa yang menimpa pegawai KPK sebenarnya terindikasi sebagai upaya menghalang-halangi penyidikan sebagaimana diatur UU Tipikor.
"Artinya, pengabaian Ketua KPK itu patut diperiksa lebih lanjut apakah merupakan bagian dari penghalang-halangan penyidikan tersebut atau tidak. Apabila terbukti maka bukan hanya pelanggaran etik yang terjadi tetapi tindak pidana," katanya.
Sebagaimana diketahui bahwa pada Selasa (25/8/2020) pekan ini, Dewan Pengawas akan menggelar sidang untuk memeriksa dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh Firli Bahuri.
"Sidang dugaan pelanggaran kode etik Ketua KPK dilakukan secara objektif, transparan, dan akuntabel," ujar Peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangan tertulisnya, Senin (24/8/2020).(Baca Juga: Sepi Penangkapan, Firli Bahuri Sebut OTT KPK Tetap Berjalan)
Kurnia menjelaskan, pemeriksaan tersebut didasarkan atas tindakan Firli saat menggunakan moda transportasi mewah berupa helikopter dengan jenis helimousine. Tindakan ini amat mencoreng kredibilitas kelembagaan dan semakin menciptakan situasi skeptisisme publik terhadap kerja pemberantasan korupsi yang dilakukan oleh KPK.
Dirinya menegaskan bahwa dugaan pelanggaran kode etik ini bukan kali pertama dilakukan oleh Firli Bahuri. Saat Firli menjabat sebagai Deputi Penindakan, yang bersangkutan diduga sempat bertemu dengan pihak yang sedang berperkara di KPK.
"Bahkan dalam sebuah kesempatan, ia juga diketahui sempat memberikan akses khusus terhadap salah seorang saksi yang akan diperiksa penyidik. Tak berhenti di situ, ratusan pegawai KPK diketahui pernah membuat petisi menyoal tindakan Deputi Penindakan yang terkesan kerap menghambat pengembangan perkara-perkara besar. Pada saat itu Firli Bahuri luput dari sanksi karena langsung ditarik oleh instansi asalnya yaitu Polri," katanya.
Secara konsisten sebagai Ketua KPK, kata Kurnia, Firli Bahuri mempertahankan pola kerja seperti saat menjadi Deputi Penindakan. Mulai dari minimnya penindakan, menghasilkan banyak buronan, juga tidak menuntaskan perkara-perkara besar.( )
"Menjadi hal wajar saat empat lembaga survei mengatakan bahwa terdapat penurunan tingkat kepercayaan publik kepada KPK," ujarnya.
Dalam konteks ini tentu tidak bisa dilepaskan dari berlakunya UU KPK baru dan kepemimpinan Komjen Pol Firli Bahuri sebagai Ketua KPK. Saat menjabat sebagai Ketua KPK, Firli Bahuri juga terindikasi melanggar kode etik.
Misalnya, Firli terkesan abai dalam melindungi pegawai yang saat itu diduga disekap di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK). Pengabaian ini serius karena apa yang menimpa pegawai KPK sebenarnya terindikasi sebagai upaya menghalang-halangi penyidikan sebagaimana diatur UU Tipikor.
"Artinya, pengabaian Ketua KPK itu patut diperiksa lebih lanjut apakah merupakan bagian dari penghalang-halangan penyidikan tersebut atau tidak. Apabila terbukti maka bukan hanya pelanggaran etik yang terjadi tetapi tindak pidana," katanya.
(abd)
Lihat Juga :
tulis komentar anda