Cyber Bullying Marak, Kementerian PPPA: 70% Orang Tua Tak Batasi Anak Gunakan Gawai
Minggu, 19 Mei 2024 - 17:33 WIB
JAKARTA - Anak-anak menjadi kelompok paling rentan terhadap perundungan di dunia maya. Berdasarkan data UNICEF pada 2018, setiap hari terdapat 175.000 anak yang baru pertama kali mengakses internet.
Sedangkan, Badan Kesehatan Dunia atau WHO mengungkap, pada 2024, sedikitnya 1 dari 6 anak mengalami perundungan di dunia. Sementara UNICEF mencatat, sepertiga anak muda di 32 negara melaporkan alami perundungan di dunia maya atau cyber bullying.
Meski terjadi di dunia maya, namun dampak perundungan nyata adanya, bahkan hingga menyakiti psikis anak, seperti enggan pergi ke sekolah. Bahkan 1 dari 10 remaja pernah terlibat perkelahian fisik akibat perundungan di dunia maya.
Data tersebut terungkap dalam kegiatan Obral Obrol liTerasi Digital dengan topik "Cyber Bullying, Behind The Screen" yang diselenggarakan Kementerian Kominfo pada Jumat, 17 Mei 2024.
Cyber bullying dapat dicegah dengan peran aktif orang tua dan literasi digital yang mumpuni. Meski efeknya nyata namun masih banyak masyarakat yang belum menyadari secara utuh perundungan anak di dunia digital.
”Cyber bullying tak hanya berupa komentar negatif. Tanpa kita sadari, menyebarluaskan konten yang mempermalukan dan menekan orang lain di jejaring sosial juga merupakan bentuk perundungan. Karena itu, orang tua memiliki peran penting menyampaikan pada anak apa saja konteks dari perundungan di dunia maya,” kata praktisi komunitas, Tata Yunita, Minggu (19/5/2024).
Tata menyampaikan orang dewasa harus peka terhadap perubahan perilaku terhadap anak, seperti merasa cemas, tak memiliki gairah pergi ke sekolah, bahkan mengalami penurunan prestasi yang drastis. Tak hanya itu, tanda-tanda adanya perundungan pada anak juga harus dilihat dari kacamata anak sebagai pelaku perundungan yang sering luput disadari.
"Misalnya mungkin anak jadi lebih agresif, mudah memukul, hingga berkata kasar bisa menjadi kecenderungan anak sebagai pelaku cyber bullying,” ujar Tata.
Sedangkan, Badan Kesehatan Dunia atau WHO mengungkap, pada 2024, sedikitnya 1 dari 6 anak mengalami perundungan di dunia. Sementara UNICEF mencatat, sepertiga anak muda di 32 negara melaporkan alami perundungan di dunia maya atau cyber bullying.
Meski terjadi di dunia maya, namun dampak perundungan nyata adanya, bahkan hingga menyakiti psikis anak, seperti enggan pergi ke sekolah. Bahkan 1 dari 10 remaja pernah terlibat perkelahian fisik akibat perundungan di dunia maya.
Data tersebut terungkap dalam kegiatan Obral Obrol liTerasi Digital dengan topik "Cyber Bullying, Behind The Screen" yang diselenggarakan Kementerian Kominfo pada Jumat, 17 Mei 2024.
Cyber bullying dapat dicegah dengan peran aktif orang tua dan literasi digital yang mumpuni. Meski efeknya nyata namun masih banyak masyarakat yang belum menyadari secara utuh perundungan anak di dunia digital.
Baca Juga
”Cyber bullying tak hanya berupa komentar negatif. Tanpa kita sadari, menyebarluaskan konten yang mempermalukan dan menekan orang lain di jejaring sosial juga merupakan bentuk perundungan. Karena itu, orang tua memiliki peran penting menyampaikan pada anak apa saja konteks dari perundungan di dunia maya,” kata praktisi komunitas, Tata Yunita, Minggu (19/5/2024).
Tata menyampaikan orang dewasa harus peka terhadap perubahan perilaku terhadap anak, seperti merasa cemas, tak memiliki gairah pergi ke sekolah, bahkan mengalami penurunan prestasi yang drastis. Tak hanya itu, tanda-tanda adanya perundungan pada anak juga harus dilihat dari kacamata anak sebagai pelaku perundungan yang sering luput disadari.
"Misalnya mungkin anak jadi lebih agresif, mudah memukul, hingga berkata kasar bisa menjadi kecenderungan anak sebagai pelaku cyber bullying,” ujar Tata.
Lihat Juga :
tulis komentar anda