Peringati Hari Kartini, Sivitas Akademika Perempuan UGM Keluarkan Sikap atas Rusaknya Demokrasi
Minggu, 21 April 2024 - 13:55 WIB
YOGYAKARTA - Sejumlah sivitas akademika perempuan Universitas Gadjah Mada ( UGM ) menggelar peringatan Hari Kartini di Balairung Kampus UGM, Minggu (21/4/2024). Dalam acara tersebut, para sivitas akademia mengeluarkan pernyataan sikap atas rusaknya demokrasi dan politik nasional yang terjadi saat ini.
Sejumlah akademisi yang hadir adalah Guru Besar Fakultas Teknik UGM Prof Wiendu Nuryanti, dosen Fakultas Hukum UGM Sri Wiyanti Eddyono, dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis UGM Wuri Handayani, dua dosen Fisipol UGM Suci Lestari Yuana dan Nur Azizah, perwakilan alumni UGM Okky Madasari, serta satu perwakilan mahasiswa dari Fakultas Hukum UGM Antonella.
Dalam orasinya, Prof Wiendu Nuryanti mengatakan, sivitas akademika tak boleh berhenti menyuarakan dan menggerakkan lintas generasi akan pentingnya menegakkan moral dan etika. "Oleh karena itu di akhir orasi saya, saya ingin memohon kepada seluruh bangsa Indonesia yang masih memiliki hati nurani yang jernih bersih untuk kita semua bersama-sama menyalakan lilin-lilin kecil di sudut-sudut nurani kita," katanya.
"Termasuk yang ada di MK, penting untuk menyalakan lentera-lentera hati nurani kita untuk mendengarkan bisikan nurani yang paling murni, bersih, jernih," katanya.
Wiendu berharap hal ini bisa dilakukan oleh seluruh masyarakat di penjuru Indonesia secara serentak. "Kalau serentak di seluruh Nusantara, saya yakin seyakin-yakinnya habis gelap terbitlah terang," katanya.
Sementara, menurut Suci Lestari Yuana, Indonesia sedang disorot sebagai salah satu negara yang mengalami penurunan kebebasan ekspresi paling buruk bagi perempuan. Hal itu menunjukkan pengekangan langsung hak-hak yang diperjuangkan Kartini di masa lampau.
Dia mengatakan, banyaknya pelanggaran etika dan aturan yang menurunkan kepercayaan rakyat pada proses demokrasi bukan hanya merusak legitimasi hasil pemilu itu sendiri, melainkan juga menjadi sinyal jelas mundurnya demokrasi di Indonesia.
"Kasus kecurangan pemilu adalah peringatan keras bagi kita bahwa demokrasi bukanlah sesuatu yang diberikan begitu saja, tetapi sesuatu yang harus terus kita perjuangkan dan jaga. Jika proses pemilihan umum tidak adil dan transparan, maka demokrasi kita akan hampa makna, dan kepercayaan rakyat akan runtuh," katanya.
Karena itu, kata dia, proses sengketa Pilpres 2024 yang sedang bergulir di Mahkamah Konstitusi (MK) memiliki peran penting dalam menyelamatkan demokrasi. MK sendiri akan membacakan PHPU atau sengketa Pilpres 2024 pada Senin (22/4/2024) besok.
Sejumlah akademisi yang hadir adalah Guru Besar Fakultas Teknik UGM Prof Wiendu Nuryanti, dosen Fakultas Hukum UGM Sri Wiyanti Eddyono, dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis UGM Wuri Handayani, dua dosen Fisipol UGM Suci Lestari Yuana dan Nur Azizah, perwakilan alumni UGM Okky Madasari, serta satu perwakilan mahasiswa dari Fakultas Hukum UGM Antonella.
Dalam orasinya, Prof Wiendu Nuryanti mengatakan, sivitas akademika tak boleh berhenti menyuarakan dan menggerakkan lintas generasi akan pentingnya menegakkan moral dan etika. "Oleh karena itu di akhir orasi saya, saya ingin memohon kepada seluruh bangsa Indonesia yang masih memiliki hati nurani yang jernih bersih untuk kita semua bersama-sama menyalakan lilin-lilin kecil di sudut-sudut nurani kita," katanya.
"Termasuk yang ada di MK, penting untuk menyalakan lentera-lentera hati nurani kita untuk mendengarkan bisikan nurani yang paling murni, bersih, jernih," katanya.
Wiendu berharap hal ini bisa dilakukan oleh seluruh masyarakat di penjuru Indonesia secara serentak. "Kalau serentak di seluruh Nusantara, saya yakin seyakin-yakinnya habis gelap terbitlah terang," katanya.
Sementara, menurut Suci Lestari Yuana, Indonesia sedang disorot sebagai salah satu negara yang mengalami penurunan kebebasan ekspresi paling buruk bagi perempuan. Hal itu menunjukkan pengekangan langsung hak-hak yang diperjuangkan Kartini di masa lampau.
Dia mengatakan, banyaknya pelanggaran etika dan aturan yang menurunkan kepercayaan rakyat pada proses demokrasi bukan hanya merusak legitimasi hasil pemilu itu sendiri, melainkan juga menjadi sinyal jelas mundurnya demokrasi di Indonesia.
"Kasus kecurangan pemilu adalah peringatan keras bagi kita bahwa demokrasi bukanlah sesuatu yang diberikan begitu saja, tetapi sesuatu yang harus terus kita perjuangkan dan jaga. Jika proses pemilihan umum tidak adil dan transparan, maka demokrasi kita akan hampa makna, dan kepercayaan rakyat akan runtuh," katanya.
Karena itu, kata dia, proses sengketa Pilpres 2024 yang sedang bergulir di Mahkamah Konstitusi (MK) memiliki peran penting dalam menyelamatkan demokrasi. MK sendiri akan membacakan PHPU atau sengketa Pilpres 2024 pada Senin (22/4/2024) besok.
(abd)
tulis komentar anda