BRIN Perkuat Riset dan Inovasi untuk Dibawa ke World Water Forum 2024
Rabu, 13 Maret 2024 - 16:33 WIB
“Intinya memang mitigasi dan adaptasi dampak perubahan iklim terhadap sumber daya air menjadi sangat penting dan harus dikuatkan,” ujar Mego.
Langkah tersebut akan mampu menginventarisasi tempat pengambilan air baku untuk air minum di sungai (intake) dan daerah irigasi yang terkena dampak kenaikan muka air laut dan upaya-upaya penanganannya. Kemudian secara berkesinambungan akan memperbaiki jaringan hidrologi di tiap wilayah sungai sebagai pendeteksi perubahan ketersediaan air maupun sebagai perangkat pengelolaan air dan sumber air.
“Dengan mitigasi dan adaptasi akan menginventarisasi daerah aliran sungai (DAS) yang mengalami pencemaran namun tingkat penggunaan airnya sangat tinggi untuk ditentukan prioritas penanganannya. Yang paling penting adalah melanjutkan gerakan hemat air untuk segala keperluan air minum, domestik, pertanian, industri, pembangkit listrik, dan sebagainya,” ujar Mego.
Mego juga berharap daerah di Indonesia bahkan dunia bisa melihat pengelolaan SDA berbasis masyarakat yang dilakukan di Bali dengan sistem Subak. Sistem pengairan dengan Subak berkembang dalam pengaruh nilai agama Hindu dan suatu kearifan lokal.
Petani dapat hidup serasi dengan alam agar memperoleh hasil panen optimal. Pola pertanian sesuai lanskap Bali, terutama dalam penciptaan sawah berundak-undak. Masyarakat mengelola pengairan lahan pertanian sesuai kondisi kontur daerah, dengan cara membuat terasering di lereng bukit dan menggali kanal untuk mengairi lahan, sehingga memungkinkan mereka untuk menanam padi.
“Sistem ini dapat diterapkan di daerah manapun dengan penyesuaian kearifan lokal yang ada, dan bisa diperkuat dengan pemanfaatan teknologi tepat guna yang sesuai dengan kemampuan dan budaya masyarakatnya,” ujar Mego.
Maka itu, Mego mengungkapkan BRIN telah membuat skema-skema untuk mengajak kolaborasi dan kerja sama negara-negara maju dan berkembang dalam agenda Word Water Forum bagaimana menangani perubahan iklim terkait pengelolaan sumber daya air melalui progrem riset skala internasional.
Langkah tersebut akan mampu menginventarisasi tempat pengambilan air baku untuk air minum di sungai (intake) dan daerah irigasi yang terkena dampak kenaikan muka air laut dan upaya-upaya penanganannya. Kemudian secara berkesinambungan akan memperbaiki jaringan hidrologi di tiap wilayah sungai sebagai pendeteksi perubahan ketersediaan air maupun sebagai perangkat pengelolaan air dan sumber air.
“Dengan mitigasi dan adaptasi akan menginventarisasi daerah aliran sungai (DAS) yang mengalami pencemaran namun tingkat penggunaan airnya sangat tinggi untuk ditentukan prioritas penanganannya. Yang paling penting adalah melanjutkan gerakan hemat air untuk segala keperluan air minum, domestik, pertanian, industri, pembangkit listrik, dan sebagainya,” ujar Mego.
Mego juga berharap daerah di Indonesia bahkan dunia bisa melihat pengelolaan SDA berbasis masyarakat yang dilakukan di Bali dengan sistem Subak. Sistem pengairan dengan Subak berkembang dalam pengaruh nilai agama Hindu dan suatu kearifan lokal.
Petani dapat hidup serasi dengan alam agar memperoleh hasil panen optimal. Pola pertanian sesuai lanskap Bali, terutama dalam penciptaan sawah berundak-undak. Masyarakat mengelola pengairan lahan pertanian sesuai kondisi kontur daerah, dengan cara membuat terasering di lereng bukit dan menggali kanal untuk mengairi lahan, sehingga memungkinkan mereka untuk menanam padi.
“Sistem ini dapat diterapkan di daerah manapun dengan penyesuaian kearifan lokal yang ada, dan bisa diperkuat dengan pemanfaatan teknologi tepat guna yang sesuai dengan kemampuan dan budaya masyarakatnya,” ujar Mego.
Maka itu, Mego mengungkapkan BRIN telah membuat skema-skema untuk mengajak kolaborasi dan kerja sama negara-negara maju dan berkembang dalam agenda Word Water Forum bagaimana menangani perubahan iklim terkait pengelolaan sumber daya air melalui progrem riset skala internasional.
(rca)
Lihat Juga :
tulis komentar anda