Sylviana Murni Khawatir Terjadi Dualisme Kekuasaan jika Wapres Pimpin Kawasan Aglomerasi

Rabu, 13 Maret 2024 - 12:38 WIB
Rapat Pleno RUU DKJ yang digelar Badan Legislasi (Baleg) DPR bersama Mendagri Tito Karnavian, serta perwakilan DPD, Kemenkeu, hingga Bappenas, Rabu (13/3/2024). Foto/Achmad Al Fiqri
JAKARTA - Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Sylviana Murni mengkritik keberadaan Pasal 55 ayat 3 Rancangan Undang-Undang (RUU) Daerah Khusus Jakarta (DJK) bahwa wakil presiden (wapres) bakal memimpin Dewan Kawasan Aglomerasi yang terdiri dari Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi (Jabodetabek), dan Cianjur. Pasalnya, dia menilai dualisme kekuasaan bakal terjadi.

Maka itu, menurut dia, pemberian kewenangan wapres sebagai Dewan Kawasan Aglomerasi di RUU DKJ harus dipertimbangkan. Hal itu diungkapkan Sylviana dalam Rapat Pleno RUU DKJ yang digelar Badan Legislasi (Baleg) DPR bersama Mendagri Tito Karnavian, serta perwakilan DPD, Kemenkeu, hingga Bappenas, Rabu (13/3/2024).

"DPD RI berpandangan bahwa atribusi kewenangan secara langsung kepada wapres sebagai Dewan Kawasan Aglomerasi dalam RUU ini harus dipertimbangkan sedemikian rupa," kata Sylviana dalam forum rapat.





Ia menjelaskan, pertimbangan pemberian Dewan Kawasan Aglomerasi DKJ agar tak terjadi dualisme kekuasaan antara presiden dengan wapres. Ia menilai, pemberian wewenangan itu berpotensi timbulkan pecah kongsi antara presiden dengan wapres.

"Agar tidak terjadi dualisme kekuasaan antara presiden dan wakil presiden yang dapat berpotensi timbulkan pecah kongsi antara keduanya di kemudian hari," kata Sylviana.

Pada dasarnya, kata Sylviana, penugasan kepada wapres harus berdasarkan kewenangan mandat dari presiden sebagai penanggung jawab tertinggi negara. "Dan saya yakin ini sudah diperhitungkan dengan matang sebagai penanggung jawab tertinggi," ucap Sylviana.

"Saya yakin ini sudah diperhitungkan dan dipertimbangkan baik oleh Baleg DPR RI dan juga Kemendagri," tandasnya. Sebelumnya, Mendagri Tito Karnavian membeberkan urgensi pembentukan Dewan Aglomerasi yang meliputi Jakarta dan kota sekitarnya.

Terkait urgensinya, Tito mencontohkan persoalan banjir yang memerlukan sinkronisasi kebijakan antara pemerintah yang berada di dataran tinggi dengan yang berada di dataran lebih rendah. Begitu pula dengan persoalan transportasi, karena Jakarta dan kota sekitarnya tidak memiliki pembatas alam.

"Kenapa dipimpin wapres? Karena ini melibatkan empat kementerian koordinator. Kalau hanya dua kementerian saja pasti akan terkunci. Dan saya tegaskan, Dewan Aglomerasi bukan eksekutor. Dia hanya sinkronisasi, perencanaan, dan evaluasi. Eksekutornya adalah pemerintah daerah masing-masing," ucap Tito dalam diskusi di Media Center Indonesia Maju, Rabu (20/12/2023).

Dengan kehadiran Dewan Aglomerasi, Tito optimistis Jakarta bisa menjadi kota ekonomi global, seperti New York di Amerika Serikat atau Sydney di Australia. Artinya, nilai lebih dari Jakarta tidak akan hilang walaupun sentra politiknya telah hijrah ke Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara.

“Jadi wewenang khusus yang diberikan Jakarta dalam draf RUU DKJ yang diajukan pemerintah adalah untuk mendukung Jakarta menjadi postur kota global, pusat ekonomi dan jasa keuangan,” tegas Tito.
(rca)
Lihat Juga :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More