Pemberian Jenderal Kehormatan Prabowo Dinilai Kontraproduktif dan Error in Persona
Rabu, 28 Februari 2024 - 19:55 WIB
JAKARTA - Banyak pihak terkejut ujug-ujug Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan Tanda Kehormatan Bintang Empat dengan pangkat Jenderal Kehormatan kepada Prabowo Subianto, Menteri Pertahanan yang juga Capres 2024.
Pemberian pangkat istimewa ini sesuai Keppres No 13/TNI/2024 tanggal 21 Februari 2024. Penyematan Jenderal Kehormatan ini membuahkan protes di mana-mana mengingat persoalan masa lalu Prabowo terkait peristiwa kekerasan yang memilukan hati rakyat Indonesia karena berkategori melanggar HAM berat sejak tahun 1997 dan kerusuhan Mei 1998.
Masalah pelanggaran etik tersebut berproses di DKP yaitu pemberhentian Prabowo dari Dinas Keprajuritan TNI, sementara proses pidananya jalan di tempat.
DKP dibentuk dengan SK Pangab No SKEP/533/P/ VII/1998 tanggal 24 Juli 1998, kemudian DKP melaksanakan tugas pemeriksaan terhadap Prabowo dan saksi-saksi lalu mengeluarkan Keputusan DKP No KEP/03/ VIII/1998/DKP tanggal 21 Agustus 1998 yang dalam konsiderans bagian kesimpulan mengungkap berbagai perilaku buruk Prabowo.
Sejumlah perilaku Prabowo dimaksud yaitu Prabowo cenderung memiliki kebiasaan mengabaikan sistem operasi, hierarki, disiplin dan hukum berlaku, serta tidak mencerminkan etika profesionalisme dalam pengambilan keputusan.
“Sehingga, pemberian tanda kehormatan bintang empat dengan pangkat Jenderal Kehormatan kepada Prabowo merupakan kebijakan kontraproduktif, error in persona, dan sewenang-wenang dengan mengabaikan standar tanda kehormatan itu,” ujar Koordinator TPDI dan Advokat Perekat Nusantara Petrus Selestinus dalam keterangan yang diterima SINDOnews, Rabu (28/2/2024).
Presiden juga mengabaikan, tidak mempertimbangkan beberapa aspek penting seperti asas-asas, tujuan dan syarat-syarat pemberian Tanda Kehormatan sebagaimana diatur dalam UU No 20 Tahun 2009 Tentang Pemberian Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan.
Pemberian pangkat istimewa ini sesuai Keppres No 13/TNI/2024 tanggal 21 Februari 2024. Penyematan Jenderal Kehormatan ini membuahkan protes di mana-mana mengingat persoalan masa lalu Prabowo terkait peristiwa kekerasan yang memilukan hati rakyat Indonesia karena berkategori melanggar HAM berat sejak tahun 1997 dan kerusuhan Mei 1998.
Masalah pelanggaran etik tersebut berproses di DKP yaitu pemberhentian Prabowo dari Dinas Keprajuritan TNI, sementara proses pidananya jalan di tempat.
Baca Juga
DKP dibentuk dengan SK Pangab No SKEP/533/P/ VII/1998 tanggal 24 Juli 1998, kemudian DKP melaksanakan tugas pemeriksaan terhadap Prabowo dan saksi-saksi lalu mengeluarkan Keputusan DKP No KEP/03/ VIII/1998/DKP tanggal 21 Agustus 1998 yang dalam konsiderans bagian kesimpulan mengungkap berbagai perilaku buruk Prabowo.
Sejumlah perilaku Prabowo dimaksud yaitu Prabowo cenderung memiliki kebiasaan mengabaikan sistem operasi, hierarki, disiplin dan hukum berlaku, serta tidak mencerminkan etika profesionalisme dalam pengambilan keputusan.
“Sehingga, pemberian tanda kehormatan bintang empat dengan pangkat Jenderal Kehormatan kepada Prabowo merupakan kebijakan kontraproduktif, error in persona, dan sewenang-wenang dengan mengabaikan standar tanda kehormatan itu,” ujar Koordinator TPDI dan Advokat Perekat Nusantara Petrus Selestinus dalam keterangan yang diterima SINDOnews, Rabu (28/2/2024).
Sikap Jokowi Disesalkan
Patut disesalkan sikap Presiden Jokowi sama sekali tidak mempertimbangkan rasa keadilan para korban kerusuhan Mei 1998 yang setiap Kamisan demo di depan Istana dan rasa keadilan publik yang setiap tahun menuntut hak-hak mereka.Presiden juga mengabaikan, tidak mempertimbangkan beberapa aspek penting seperti asas-asas, tujuan dan syarat-syarat pemberian Tanda Kehormatan sebagaimana diatur dalam UU No 20 Tahun 2009 Tentang Pemberian Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan.
tulis komentar anda