Pilpres 2024 Jauh dari Netralitas, Denny: Presiden Jadi Wasit, Bukan Dukung Anaknya
Minggu, 04 Februari 2024 - 14:13 WIB
JAKARTA - Pakar Hukum Tata Negara Denny Indrayana menyebut Pilpres 2024 sudah jauh dari netralitas. Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang seharusnya menjadi wasit justru mendukung anaknya yakni Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres yang mendampingi Prabowo Subianto.
Sebelumnya, Denny membeberkan sejumlah fakta bahwa Presiden tidak netral di Pilpres 2024. Salah satunya skandal Putusan Nomor 90 Mahkamah Agung tentang batas usia capres-cawapres. Apalagi mantan Ketua MK Anwar Usman yang memutuskan putusan ini adalah paman Gibran atau adik ipar Jokowi.
“Bagaimana kita melihat skandal mahkamah keluarga itu menunjukkan relasi antara Ketua MK dengan Presiden Jokowi dengan Gibran yang diuntungkan dengan Putusan 90 dengan pemohon Ketua Umum PSI adalah adik Gibran, Kaesang Pangarep. Begitu kasat mata bagaimana sebenarnya terjadi KKN,” ujar Denny dalam dialog virtual dengan tema “Pilpres Tanpa Etika dan Penegakan Hukum” oleh Forum Insan Cita, Minggu (4/2/2024).
Jika dikaitkan dengan pernyataan Jokowi mengatakan bahwa Presiden boleh berkampanye pada Rabu (24/1/2024), maka netralitas Presiden perlu dipertanyakan.
“Ketika semua itu disatukan dan kemudian beberapa waktu lalu Presiden Jokowi membacakan pasal bahwa Presiden boleh berkampanye, maka potongan kalimat itu saja memang selayaknya diletakkan pada konteks Presiden akan cawe-cawe. Presiden akan melanggengkan kekuasaan melalui 3 periode yang gagal, penundaan Pemilu yang gagal. Presiden kemudian ternyata memberikan kesempatan kepada anaknya melalui perubahan aturan oleh Paman Anwar Usman lalu Presiden juga menggunakan fasilitas APBN untuk kepentingan elektoral,” beber Denny.
Jika dibaca secara utuh tentang Undang-Undang Pemilu terkait pasal Presiden boleh kampanye, maka dengan berpikir konstitusional kontestasi Pilpres jauh dari netralitas.
“Bagaimana mungkin, seorang Presiden yang harusnya menjadi wasit utama kemudian berpihak kepada salah satu kontestan yang tidak lain dan tidak bukan anaknya sendiri yang menjadi kontestasi melalui perubahan aturan yang sebenarnya skandal besar,” ujarnya.
Karena itu, jalan atau solusi dari sistem hukum tata negara adalah Pilpres 2024 tanpa Jokowi. “Saya paham bahwa pemakzulan bukan hal mudah. Meskipun secara hukum dalam banyak kesempatan saya katakan ada isu korupsi terkait perbuatan tercela dan banyak sebenarnya tindakan-tindakan Presiden Jokowi yang diklasifikasikan melanggar impeachment arbitrase. Melanggar pasal-pasal yang bisa menjadi pintu masuk pemakzulan, dalam bahasanya adalah pemecatan,” ungkap Denny.
Sebelumnya, Denny membeberkan sejumlah fakta bahwa Presiden tidak netral di Pilpres 2024. Salah satunya skandal Putusan Nomor 90 Mahkamah Agung tentang batas usia capres-cawapres. Apalagi mantan Ketua MK Anwar Usman yang memutuskan putusan ini adalah paman Gibran atau adik ipar Jokowi.
“Bagaimana kita melihat skandal mahkamah keluarga itu menunjukkan relasi antara Ketua MK dengan Presiden Jokowi dengan Gibran yang diuntungkan dengan Putusan 90 dengan pemohon Ketua Umum PSI adalah adik Gibran, Kaesang Pangarep. Begitu kasat mata bagaimana sebenarnya terjadi KKN,” ujar Denny dalam dialog virtual dengan tema “Pilpres Tanpa Etika dan Penegakan Hukum” oleh Forum Insan Cita, Minggu (4/2/2024).
Jika dikaitkan dengan pernyataan Jokowi mengatakan bahwa Presiden boleh berkampanye pada Rabu (24/1/2024), maka netralitas Presiden perlu dipertanyakan.
“Ketika semua itu disatukan dan kemudian beberapa waktu lalu Presiden Jokowi membacakan pasal bahwa Presiden boleh berkampanye, maka potongan kalimat itu saja memang selayaknya diletakkan pada konteks Presiden akan cawe-cawe. Presiden akan melanggengkan kekuasaan melalui 3 periode yang gagal, penundaan Pemilu yang gagal. Presiden kemudian ternyata memberikan kesempatan kepada anaknya melalui perubahan aturan oleh Paman Anwar Usman lalu Presiden juga menggunakan fasilitas APBN untuk kepentingan elektoral,” beber Denny.
Jika dibaca secara utuh tentang Undang-Undang Pemilu terkait pasal Presiden boleh kampanye, maka dengan berpikir konstitusional kontestasi Pilpres jauh dari netralitas.
“Bagaimana mungkin, seorang Presiden yang harusnya menjadi wasit utama kemudian berpihak kepada salah satu kontestan yang tidak lain dan tidak bukan anaknya sendiri yang menjadi kontestasi melalui perubahan aturan yang sebenarnya skandal besar,” ujarnya.
Karena itu, jalan atau solusi dari sistem hukum tata negara adalah Pilpres 2024 tanpa Jokowi. “Saya paham bahwa pemakzulan bukan hal mudah. Meskipun secara hukum dalam banyak kesempatan saya katakan ada isu korupsi terkait perbuatan tercela dan banyak sebenarnya tindakan-tindakan Presiden Jokowi yang diklasifikasikan melanggar impeachment arbitrase. Melanggar pasal-pasal yang bisa menjadi pintu masuk pemakzulan, dalam bahasanya adalah pemecatan,” ungkap Denny.
(jon)
Lihat Juga :
tulis komentar anda