Denny Indrayana Baca Gelagat Upaya Sistematis Ganggu Demokrasi Sejak Akhir 2022
Minggu, 04 Februari 2024 - 12:37 WIB
JAKARTA - Pakar Hukum Tata Negara Denny Indrayana mengungkapkan telah membaca gelagat upaya sistematis dan terencana untuk mengganggu iklim demokrasi khususnya Pemilu 2024 sejak akhir tahun 2022.
Denny yang menghadiri dialog secara virtual dengan tema “Pilpres Tanpa Etika dan Penegakan Hukum” oleh Forum Insan Cita menceritakan sejak tahun lalu telah membaca gelagat kuat tersebut.
“Terkait isu yang kita bicarakan hari ini yang sangat aktual tentang netralitas dan Pemilu. Maka izinkan saya flashback sedikit ke belakang sebenarnya sudah hampir 1 tahun ke belakang saya mengangkat isu ini ke publik,” ujar Denny secara virtual, Minggu (4/2/2024).
“Kenapa demikian? Karena sejak akhir tahun 2022 saat saya ada di Tanah Air liburan Natal dan Tahun Baru, saya sudah membaca gelagat kuat bagaimana ada upaya sistematis, terencana untuk mengganggu iklim demokrasi di Tanah Air,” katanya.
Sejak tahun 2022 ada wacana yang mencuat tentang perpanjangan masa jabatan Presiden hingga tiga periode. Kemudian, juga adanya wacana penundaan Pemilu 2024.
Denny mengatakan, rangkaian wacana ini harus dilihat ketika baru-baru ini tepatnya saat Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan bahwa Presiden boleh berkampanye pada Rabu (24/1/2024). Apalagi saat ini putra sulung Presiden yakni Gibran Rakabuming Raka sedang ikut kontestasi menjadi cawapres Prabowo Subianto.
“Nah ini semua yang kemudian harus dibaca ketika di ujungnya sekarang Presiden mencoba melegitimasi bahwa aturan Undang-Undang Pemilu memberikan kesempatan untuk berkampanye. Itulah cara membaca yang keliru, terutama kalau kita meletakkan teks Undang-Undang Pemilu itu pada konteksnya,” ujar Denny.
Bahkan, saat ini ruang-ruang publik telah dipenuhi berbagai intrik yang sangat kasat mata menunjukkan bagaimana Pemilu sebenarnya dari awal telah cacat dan tidak bisa dikatakan menghadirkan Pemilu yang free and fair.
“Pemilu yang free and fair itu sudah gugur ibarat kandungan sebelum dilahirkan. Kenapa demikian? Kata kuncinya adalah cawe-cawe,” ucapnya.
Denny telah bertemu Mahfud MD yang saat itu masih menjabat Menko Polhukam untuk berbicara mengenai hal ini. Dia menyimpulkan saat itu hukum telah diperalat untuk strategi pemenangan Pilpres 2024.
“Saya berkesimpulan sebagai orang hukum, hukum sedang dimanfaatkan menjadi alat, objek, diperalat untuk strategi pemenangan pilpres terutama yang sarat dengan kecurangan dan keculasan,” ujarnya.
Lihat Juga: Paman Birin Menang Praperadilan, Denny Indrayana: Selamat Ulang Tahun Pamannya Haji Isam
Denny yang menghadiri dialog secara virtual dengan tema “Pilpres Tanpa Etika dan Penegakan Hukum” oleh Forum Insan Cita menceritakan sejak tahun lalu telah membaca gelagat kuat tersebut.
“Terkait isu yang kita bicarakan hari ini yang sangat aktual tentang netralitas dan Pemilu. Maka izinkan saya flashback sedikit ke belakang sebenarnya sudah hampir 1 tahun ke belakang saya mengangkat isu ini ke publik,” ujar Denny secara virtual, Minggu (4/2/2024).
Baca Juga
“Kenapa demikian? Karena sejak akhir tahun 2022 saat saya ada di Tanah Air liburan Natal dan Tahun Baru, saya sudah membaca gelagat kuat bagaimana ada upaya sistematis, terencana untuk mengganggu iklim demokrasi di Tanah Air,” katanya.
Sejak tahun 2022 ada wacana yang mencuat tentang perpanjangan masa jabatan Presiden hingga tiga periode. Kemudian, juga adanya wacana penundaan Pemilu 2024.
Denny mengatakan, rangkaian wacana ini harus dilihat ketika baru-baru ini tepatnya saat Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan bahwa Presiden boleh berkampanye pada Rabu (24/1/2024). Apalagi saat ini putra sulung Presiden yakni Gibran Rakabuming Raka sedang ikut kontestasi menjadi cawapres Prabowo Subianto.
“Nah ini semua yang kemudian harus dibaca ketika di ujungnya sekarang Presiden mencoba melegitimasi bahwa aturan Undang-Undang Pemilu memberikan kesempatan untuk berkampanye. Itulah cara membaca yang keliru, terutama kalau kita meletakkan teks Undang-Undang Pemilu itu pada konteksnya,” ujar Denny.
Bahkan, saat ini ruang-ruang publik telah dipenuhi berbagai intrik yang sangat kasat mata menunjukkan bagaimana Pemilu sebenarnya dari awal telah cacat dan tidak bisa dikatakan menghadirkan Pemilu yang free and fair.
“Pemilu yang free and fair itu sudah gugur ibarat kandungan sebelum dilahirkan. Kenapa demikian? Kata kuncinya adalah cawe-cawe,” ucapnya.
Denny telah bertemu Mahfud MD yang saat itu masih menjabat Menko Polhukam untuk berbicara mengenai hal ini. Dia menyimpulkan saat itu hukum telah diperalat untuk strategi pemenangan Pilpres 2024.
“Saya berkesimpulan sebagai orang hukum, hukum sedang dimanfaatkan menjadi alat, objek, diperalat untuk strategi pemenangan pilpres terutama yang sarat dengan kecurangan dan keculasan,” ujarnya.
Lihat Juga: Paman Birin Menang Praperadilan, Denny Indrayana: Selamat Ulang Tahun Pamannya Haji Isam
(jon)
tulis komentar anda