Pernyataan Jokowi soal Presiden Kampanye Langgar Asas Pemilu Luber Jurdil
Kamis, 25 Januari 2024 - 08:02 WIB
JAKARTA - Presiden Joko Widodo ( Jokowi ) mengatakan bahwa seorang presiden boleh berkampanye atau memihak asalkan tidak menggunakan fasilitas negara terus menuai kritikan. Kali ini, kritikan disampaikan oleh Para Pembelajar dan Pegiat Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara yang bergabung dalam Constitutional and Administrative Law Society (CALS).
CALS menilai pernyataan Jokowi yang seakan memberi landasan hukum bagi sesuatu yang sebenarnya tidak etik dan melanggar asas keadilan dalam pemilu sesungguhnya juga merupakan tindakan inkonstitusional karena melanggar asas pemilu yang diatur dalam Pasal 22E UUD 1945.
“Mestinya, sebagai presiden, Jokowi harus membiarkan semua berproses sesuai aturan main yang ada, tanpa perlu membuat pernyataan yang membenarkan perilaku yang melanggar etik dan hukum,” bunyi pernyataan CALS yang terdiri dari Yance Arizona, Beni Kurnia Illahi, dan Bivitri Susanti dikutip Kamis (25/1/2024).
CALS menyampaikan bahwa seharusnya biarkan lembaga-lembaga yang berwenang menjalankan tugasnya berdasarkan undang-undang. “Presiden tidak patut membuatkan justifikasi apa pun, termasuk bagi dirinya sendiri,” tuturnya.
CALS mengingatkan bahwa kepatutan atau perbuatan yang tercela yang dilakukan oleh presiden berbeda dengan yang dilakukan oleh warga negara biasa. “Presiden (dan semua pejabat negara) harus diletakkan dalam konteks jabatannya. Sikap yang ditunjukkan oleh Presiden Jokowi tidak sesuai dengan tujuan pendidikan politik yang bertanggung jawab sebagaimana diatur dalam Pasal 267 ayat (2) UU Pemilu,” imbuhnya.
Selain itu, pernyataan Jokowi yang menyebut bahwa presiden berhak berkampanye dalam pemilihan umum itu bertentangan dengan pernyataan-pernyataan Jokowi sebelumnya yang menyatakan akan netral dan meminta seluruh jajarannya netral. Perubahan sikap tersebut dinilai membuktikan dengan semakin jelas betapa pentingnya larangan politik dinasti dan nepotisme dalam pemilihan umum.
CALS menilai tak mudah bagi Jokowi untuk netral ketika anaknya berlaga dalam pemilihan presiden. “Padahal harus disadari, seluruh pejabat negara melanggar prinsip keadilan dalam pemilu kita berasaskan Langsung Umum Bebas Rahasia, Jujur, dan Adil (Pasal 22E UUD 1945) bila aktif berkampanye, karena pejabat negara (presiden, menteri, kepala-kepala daerah), akan bisa mempengaruhi keadilan pemilu melalui dua hal,” katanya.
CALS menilai pernyataan Jokowi yang seakan memberi landasan hukum bagi sesuatu yang sebenarnya tidak etik dan melanggar asas keadilan dalam pemilu sesungguhnya juga merupakan tindakan inkonstitusional karena melanggar asas pemilu yang diatur dalam Pasal 22E UUD 1945.
“Mestinya, sebagai presiden, Jokowi harus membiarkan semua berproses sesuai aturan main yang ada, tanpa perlu membuat pernyataan yang membenarkan perilaku yang melanggar etik dan hukum,” bunyi pernyataan CALS yang terdiri dari Yance Arizona, Beni Kurnia Illahi, dan Bivitri Susanti dikutip Kamis (25/1/2024).
CALS menyampaikan bahwa seharusnya biarkan lembaga-lembaga yang berwenang menjalankan tugasnya berdasarkan undang-undang. “Presiden tidak patut membuatkan justifikasi apa pun, termasuk bagi dirinya sendiri,” tuturnya.
CALS mengingatkan bahwa kepatutan atau perbuatan yang tercela yang dilakukan oleh presiden berbeda dengan yang dilakukan oleh warga negara biasa. “Presiden (dan semua pejabat negara) harus diletakkan dalam konteks jabatannya. Sikap yang ditunjukkan oleh Presiden Jokowi tidak sesuai dengan tujuan pendidikan politik yang bertanggung jawab sebagaimana diatur dalam Pasal 267 ayat (2) UU Pemilu,” imbuhnya.
Selain itu, pernyataan Jokowi yang menyebut bahwa presiden berhak berkampanye dalam pemilihan umum itu bertentangan dengan pernyataan-pernyataan Jokowi sebelumnya yang menyatakan akan netral dan meminta seluruh jajarannya netral. Perubahan sikap tersebut dinilai membuktikan dengan semakin jelas betapa pentingnya larangan politik dinasti dan nepotisme dalam pemilihan umum.
CALS menilai tak mudah bagi Jokowi untuk netral ketika anaknya berlaga dalam pemilihan presiden. “Padahal harus disadari, seluruh pejabat negara melanggar prinsip keadilan dalam pemilu kita berasaskan Langsung Umum Bebas Rahasia, Jujur, dan Adil (Pasal 22E UUD 1945) bila aktif berkampanye, karena pejabat negara (presiden, menteri, kepala-kepala daerah), akan bisa mempengaruhi keadilan pemilu melalui dua hal,” katanya.
tulis komentar anda