Tepis Pernyataan Gibran, Politikus PDIP Beberkan Data Impor Beras yang Benar
Selasa, 23 Januari 2024 - 14:38 WIB
Pada 2020, sebagai Ketua Banggar DPR, Said Abdullah sudah mengusulkan kepada pemerintah agar mengubah skema impor, dari sistem kuota menjadi impor dengan model pengenaan tarif. Sebab, kebijakan impor dengan sistem kuota syarat dengan upaya memburu rente para pejabat. Bahkan Ombudsman beberapa waktu lalu menemukan perbedaan antara dokumen kuota impor bawang dengan realisasi yang lebih besar dari dokumen. Rekomendasi izin impor di rapat terbatas Kemenko Perekonomian sebesar 560.000 ton, tetapi rekomendasi di Kementerian Pertanian (Kementan) mencapai 1,2 juta ton.
"Saya pastikan dengan model impor pengenaan tarif, negara lebih banyak untungnya, dan model perburuan rente pada kegiatan impor bisa lebih dikurangi," katanya.
Said Abdullah mengingatkan bahwa debat capres dan cawapres adalah ajang untuk menunjukkan kualitas kepemimpinan nasional. Bukan dari sisi kemampuan pengetahuan semata, tetapi juga sarana rakyat mengetahui kualitas kejujuran, dan kepemimpinan.
Karena itu, sebaiknya calon pemimpin harus berani mengungkapkan data yang jujur. Apalagi urusan beras ini menyangkut hajat hidup orang banyak, nasib jutaan petani, bahkan nasib mayoritas rakyat Indonesia, karena menjadikan beras sebagai makanan pokok. Bahkan bagi keluarga miskin, beras menjadi sandaran hidup mati mereka. Banggar DPR dan pemerintah sejak awal menyepakati negara harus menjamin pangan rakyat, khususnya beras karena memiliki pengaruh besar atas tingkat kemiskinan mereka dalam bertahan hidup.
"Karena itu, urusan beras data dan kebijakannya jangan dijadikan komoditas politik elektoral, apalagi jika disampaikan dengan tidak jujur, tentu hal itu tidak baik. Bagi pemimpin, berani jujur itu bukan kehebatan, tetapi keharusan, sebab kata kata dan perbuatannya berpengaruh luas kepada rakyat," katanya.
"Saya pastikan dengan model impor pengenaan tarif, negara lebih banyak untungnya, dan model perburuan rente pada kegiatan impor bisa lebih dikurangi," katanya.
Said Abdullah mengingatkan bahwa debat capres dan cawapres adalah ajang untuk menunjukkan kualitas kepemimpinan nasional. Bukan dari sisi kemampuan pengetahuan semata, tetapi juga sarana rakyat mengetahui kualitas kejujuran, dan kepemimpinan.
Karena itu, sebaiknya calon pemimpin harus berani mengungkapkan data yang jujur. Apalagi urusan beras ini menyangkut hajat hidup orang banyak, nasib jutaan petani, bahkan nasib mayoritas rakyat Indonesia, karena menjadikan beras sebagai makanan pokok. Bahkan bagi keluarga miskin, beras menjadi sandaran hidup mati mereka. Banggar DPR dan pemerintah sejak awal menyepakati negara harus menjamin pangan rakyat, khususnya beras karena memiliki pengaruh besar atas tingkat kemiskinan mereka dalam bertahan hidup.
"Karena itu, urusan beras data dan kebijakannya jangan dijadikan komoditas politik elektoral, apalagi jika disampaikan dengan tidak jujur, tentu hal itu tidak baik. Bagi pemimpin, berani jujur itu bukan kehebatan, tetapi keharusan, sebab kata kata dan perbuatannya berpengaruh luas kepada rakyat," katanya.
(abd)
tulis komentar anda