Tepis Pernyataan Gibran, Politikus PDIP Beberkan Data Impor Beras yang Benar

Selasa, 23 Januari 2024 - 14:38 WIB
loading...
Tepis Pernyataan Gibran, Politikus PDIP Beberkan Data Impor Beras yang Benar
Ketua DPD PDIP Jawa Timur Said Abdullah dalam gelaran Hajatan Rakyat di GOR Delta Sidoarjo, Minggu (21/1/2024). FOTO/IST
A A A
JAKARTA - Anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Said Abdullah menyoroti pernyataan calon wakil presiden (cawapres) nomor urut 2, Gibran Rakabuming Raka soal swasembada beras di masa Presiden Joko Widodo (Jokowi). Pernyataan itu disampaikan Gibran dalam debat keempat Pilpres 2024 di JCC, Minggu (21/1/2024) malam.

Dalam debat Gibran menyebut Indonesia telah swasembada beras pada 2019-2022. Impor beras dilakukan pada 2023 karena ada fenomena el nino yang melanda sebagian belahan dunia.

Said Abdullah mengatakan, sebagai Anggota DPR, yang memiliki tanggung jawab pengawasan, ia ingin memaparkan kondisi seobjektif mungkin agar persoalan pangan rakyat tidak menjadi komoditas elektoral, serta tidak berbasis pada data yang benar. Merujuk pada data Badan Pusat Statistik (BPS), kata Said, sejak 2014 hingga 2023, Indonesia selalu melakukan impor beras.



Misalnya pada 2014, Indonesia impor beras 844.000 ton, 2015 sebanyak 861.000 ton. Kemudian pada 2018, atau satu tahun menjelang pemilu 2019, impor beras melonjak menjadi 2,25 juta ton, padahal pada 2017 impor beras hanya 305.000 ton. Hal serupa terjadi menjelang pemilu 2024. Impor beras pada 2023 mencapai 3,06 juta ton, angka itu terbesar sepanjang sejarah republik ini berdiri.

"Kalau impor beras dikaitkan dengan bencana el nino, tentu tidak relevan. Bahwa benar pada tahun 2023 lalu Indonesia mengalami el nino, musim kering yang agak panjang, namun masa ini berlangsung kurang dari 4 bulan dan memang ada kebutuhan untuk menutup pasokan kebutuhan beras dalam negeri sebagai cadangan bila persawahan ada gagal panen," kata Said Abdullah dalam keterangannya, Selasa (23/1/2024).

Yang menjadi pertanyaan, kata Said Abdullah, apakah gagal panen yang terjadi membuat kebutuhan impor beras mencapai 3,06 juta ton pada 2023? Jika merujuk data BPS 2022, produksi Gabah Kering Giling (GKG) mencapai 54,75 juta ton, sementara data per Oktober 2023, produksi GKG mencapai 53,63 juta ton. Data tersebut belum ditambahkan perhitungannya sampai Desember 2023, yang sangat besar kemungkinannya bertambah dari data yang rilis terakhir BPS.

"Data BPS juga mengungkapkan produksi beras pada tahun 2022, 31,5 juta ton dan periode Januari-Oktober 2023 mencapai 30,9 juta ton. Sangat mungkin ada perubahan data produksi beras sampai Desember 2023," kata Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR ini.



Karena itu, Said memandang sangat tidak tepat jika el nino dijadikan alasan untuk melakukan impor beras dengan skala massif, terbesar dalam sejarah Republik Indonesia. Ketua DPD PDIP Jawa Timur ini melihat ada indikasi ketidakwajaran dalam hal besarnya volume impor beras pada 2023.

Pada 2020, sebagai Ketua Banggar DPR, Said Abdullah sudah mengusulkan kepada pemerintah agar mengubah skema impor, dari sistem kuota menjadi impor dengan model pengenaan tarif. Sebab, kebijakan impor dengan sistem kuota syarat dengan upaya memburu rente para pejabat. Bahkan Ombudsman beberapa waktu lalu menemukan perbedaan antara dokumen kuota impor bawang dengan realisasi yang lebih besar dari dokumen. Rekomendasi izin impor di rapat terbatas Kemenko Perekonomian sebesar 560.000 ton, tetapi rekomendasi di Kementerian Pertanian (Kementan) mencapai 1,2 juta ton.

"Saya pastikan dengan model impor pengenaan tarif, negara lebih banyak untungnya, dan model perburuan rente pada kegiatan impor bisa lebih dikurangi," katanya.

Said Abdullah mengingatkan bahwa debat capres dan cawapres adalah ajang untuk menunjukkan kualitas kepemimpinan nasional. Bukan dari sisi kemampuan pengetahuan semata, tetapi juga sarana rakyat mengetahui kualitas kejujuran, dan kepemimpinan.

Karena itu, sebaiknya calon pemimpin harus berani mengungkapkan data yang jujur. Apalagi urusan beras ini menyangkut hajat hidup orang banyak, nasib jutaan petani, bahkan nasib mayoritas rakyat Indonesia, karena menjadikan beras sebagai makanan pokok. Bahkan bagi keluarga miskin, beras menjadi sandaran hidup mati mereka. Banggar DPR dan pemerintah sejak awal menyepakati negara harus menjamin pangan rakyat, khususnya beras karena memiliki pengaruh besar atas tingkat kemiskinan mereka dalam bertahan hidup.

"Karena itu, urusan beras data dan kebijakannya jangan dijadikan komoditas politik elektoral, apalagi jika disampaikan dengan tidak jujur, tentu hal itu tidak baik. Bagi pemimpin, berani jujur itu bukan kehebatan, tetapi keharusan, sebab kata kata dan perbuatannya berpengaruh luas kepada rakyat," katanya.
(abd)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2625 seconds (0.1#10.140)